Part 3

394 71 71
                                    

Perlahan Runi berjalan menyusuri trotoar sebelum masuk ke gerbang sekolah. Satu tangannya masih digendong dan dibebat perban. Beberapa siswa menyapanya dan Runi menyambut salam dari mereka sambil menjawab pertanyaan seputar luka ditangannya.

“Awas!” pekik Runi tiba-tiba saat sebuah pot terlihat jatuh dari lantai tiga.

Runi berlari dan mendorong anak yang hampir saja tertimpa pot berisi bunga anyelir. Runi dan siswi itu tersungkur, pecahan pot mengenai tubuh mereka namun beruntung tidak mengenai kepala mereka.

Ya Allah, kenapa bisa jatuh itu potnya,” kata Runi sambil meringis karena kakinya terasa sakit.

“Bu! Ibu nggak apa-apa?” tanya seorang siswa yang berdiri tak jauh dari sana.

“Ibu nggak apa-apa, kamu gimana? Ada yang sakit?” tanya Runi.

Siswi yang tadi ditolong olehnya terlihat gemetar, dia pasti terkejut dan ketakutan. Lututnya terluka, roknya yang pendek tidak dapat melindungi kaki siswi itu saat terjatuh.

“Verona? Kamu nggak apa-apa?” Ulang Runi saat mengenali wajah siswinya.

Gadis itu langsung berdiri dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata.

“DASAR NGGAK TAHU DIRI! UDAH DITOLONGIN KOK KAYAK GITU! CANTIK TAPI NGGAK PUNYA HATI!” teriak salah seorang siswa.

“Bu, tadi kenapa ditolongin sih. Biarin dia mati aja, bikin kotor dunia aja tuh,” sahut yang lain.

“SUDAH CUKUP! DIAM,” kata Runi dengan nada tinggi setelah berdiri dibantu dua orang siswi.

“Kalian akan sama salahnya jika memperlakukan Verona seperti itu,” lanjut Runi dengan nada yang lemah lembut.

Guru bahasa Indonesia itu segera berdiri dan berjalan ke ruangannya. Mungkin benar yang diceritakan oleh Resti kemarin jika Vero sedang dibully oleh teman-temannya pasca perlakuannya pada Felix terbongkar. Bel tanda masuk kelas terdengar dan bersama dengan guru lain, Runi segera masuk ke kelas XII. A1 untuk mengajar di jam pertama. Suara riuh terdengar dari lorong membuat Runi mempercepat langkahnya.

“Lu kan yang sengaja ngejatuhin pot itu?!” tanya Vero sambil berdiri di depan meja Felix.

Felix terlihat bingung.

“Ver, aku dari tadi disini sama Erzan dan Lila. Tanya dia kalau nggak percaya.”

“Iya kok Ver, kita bertiga lagi bahas dagangan kok. Beneran nggak tahu ada pot jatuh,” bela Lila.

Runi segera menengahi.

“Ada apa ini? Kenapa pagi-pagi sudah ribut?”

“Vero nyolot tuh Bu, nuduh Felix mau bunuh dia pake pot.”

Runi menatap Vero dan Felix bergantian.

“Sudah, sudah. Nanti biar diinvestigasi sama pihak keamanan ya, Vero. Kalau kamu sakit, boleh kok ke UKS. Lututmu lecet kan?”

“Ibu nggak usah sok perhatian deh. Pecinta brondong aja sok suci,” ketus Vero.

“Jaga mulut lu, Ver!”

Kali ini Lila yang maju membela Runi, tangan Lila terulur dan menampar wajah gadis berambut panjang itu. Untuk pertama kalinya Lila terlihat sangat emosional. Dia adalah ketua rohis akhwat sekolah, sekalipun dikenal tegas namun Lila tidak pernah kasar. Baru kali ini emosinya terpancing saat temannya melontarkan kata-kata tidak pantas pada sang guru.

Astagfirullah,” kata Runi sebelum menarik Lila mundur dan memposisikan diri di antara dua siswinya.

“VERONA! FELIX! ALILA! IKUT BAPAK SEKARANG KE KANTOR!” teriakan dari pintu itu membuat semua orang terkejut.

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang