Part 19

215 41 24
                                    


Hari itu sekolah dihebohkan dengan beberapa foto antara guru dan beberapa murid, salah satunya adalah foto Runi dengan Narendra yang sedang berbicara berdua di salah satu sudut sekolah.

"Nah kan bener nih, skandal hangat nih. Emang Bu Runi penyuka brondong."

"Hei! Kamu ya, kalau bicara jangan sembarang. Siapa yang menempelkan foto-foto ini?!" teriak Pak Hendrawan.

Bu Sari tak kalah geramnya, beliau mencabuti foto-foto yang tertempel di mading sekolah, papan pengumuman, bahkan di tiang-tiang bangunan koridor sekolah. Runi yang baru datang menyadari sesuatu yang tidak beres terjadi.

"Ape nih?" Erzan muncul bersama Jeno, Narendra dan Jun.

"Astagfirullah," ucap Runi.

Seorang siswi terlihat menangis dan berlari, Runi menyadari jika anak itu juga menjadi korban dari gambar yang tersebar pagi itu.

"Nadine!" panggil Runi sembari mengikuti siswi asuhannya itu.

Erzan yang juga sepupu Nadine mengikuti Runi, mengejar sepupunya. Nadine mengunci diri di toilet, suara isakan terdengar.

"Nadine, sayang, buka pintu Nak."

"Din! Nadine! Kenapa? Keluar dulu, Mas mau ngomong."

"Echan, kamu kok masuk toilet cewek sih. Biar Ibu yang bujuk, ntar malah berabe urusannya, ya."

Nadine masih belum mau keluar, tapi Runi tetap membujuknya. Bel tana pelajaran dimulai berbunyi dan Runi mulai bimbang. Dia harus mengajar pagi ini di kelas XII A1. Satu-satunya ide yang muncul di pikiran Runi waktu itu adalah meminta bantuan bu Sari untuk membujuk Nadine keluar, dan membicarakan masalahnya baik-baik.

Runi segera masuk ke kelas XII A1 walau sudah telat sekitar lima belas menit. Beberapa anak menatapnya dan saling berbisik. Sang guru sudah tahu jika ini ada kaitannya dengan rumor yang tersebar dan foto-foto kedekatan dirinya dengan Narendra.

"Bu, seriusan ibu pacaran sama Narendra?"

Runi berusaha tenang, dia tersenyum.

"Kalian percaya dengan berita itu? Berapa banyak pacar ibu kalau setiap ada murid yang konsultasi dengan ibu dianggap pacar?"

"Kalian bodoh banget sih, ya kali Bu Runi mau sama anak SMA. Yang ada bangkrut, ya nggak Bu?" bela Verona.

"Kalau Bu Runi mau sama anak SMA, saya daftar juga dong Bu," seloroh Chris.

Lino, Ella, dan Felix tertawa. "Ati-ati, lu kemarin baru juga jadian ama adek gue, masak iya lu nggodain Bu Runi."

Chris kontan menatap gadis yang duduk di sampingnya yang terlihat kesal.

"Canda sayang," kata Chris pada Verona.

Suasana di kelas kembali membaik pasca lelucon Chris yang secara tidak langsung membantu Runi membersihkan namanya. Beda cerita dengan anak-anak di kelas XII A2. Narendra terlihat murung, bukan karena rumor itu, namun karena dia memikirkan keberadaan sang adik yang masih belum ditemukan.

"Lu kenapa sih bro? Santai, ini mah cuma masalah kecil. Tenang aja. Gue bisa nyelesaiin ini," Hibur Jeno pada sahabatnya.

Narendra masih terbawa suasana kalut semalam. Jujur saja dia kecewa pada adiknya yang membuat sang ibu menangis dan suasana yang mulai membaik jadi hancur. Sudah susah payah, dia berusaha menyatukan kedua orang tuanya. Dia bahkan meminta bantuan Jeno untuk menelisik identitas suami baru sang ibu yang kini berakhir pada perpisahan. Tinggal selangkah lagi dan Narendra bisa mnyatukan keduanya kembali. Dia sangat ingin melihat daddy dan momynya bersama. Tidak ada hal lain yang diinginkannya selain keutuhan keluarga.

Tak banyak kenangan yang dimiliki bersama kedua orang tuanya, tapi Narendra selalu bermimpi jika suatu hari nanti mereka akan menjadi keluarga utuh, dan dia tidak harus merasa iri pada teman-temannya yang memiliki ayah dan ibu yang harmonis dan saling mencintai.

"Abim kabur dari rumah semalem. Daddy udah nyari dia tapi belum ketemu."

"Apa? Kabur?"

"JENO! NARENDRA! KELUAR KALIAN!"

Jeno terlihat terkejut dan Narendra memasang wajah datar cenderung juteknya. Mereka sadar tidak ada gunanya membela diri di depan Pak Rezki. Tangan Narendra diam-diam memencet tombol perekam audio yang sering dibawanya kemana-mana itu. Jun dan Erzan tidak berani berkutik padahal ingin sekali mereka solidaritas keluar dari kelas, namun hari ini adalah pelajaran Kimia terakhir sebelum latihan ujian dimulai minggu depan. Jeno dan Narendra akhirnya memutuskan untuk menghabiskan waktu di perpustakaan.

"Wah gila, sial amat hari ini. Tapi lumayan sih bisa tidur. Semalam gue habis nyari tahu berita kecelakaan mantannya bu Runi."

Jeno mengikuti Narendra yang menyelinap di balik rak-rak buku, ada tempat khusus yang tidak banyak orang tahu. Tempat itu dekat dengan jendela kaca yang pemandangannya mengarah ke taman dan kolam ikan sekolah.

"Wih, gue baru tahu ada tempat beginian. Kok lu tahu sih?"

"Bunda yang kasih tahu, dulu aku seing ke sini sama bunda."

Jeno duduk di samping Narendra dan bersandar ke tembok sembari menatap ikan dibawahnya.

"Na, lu pernah tahu nggak soal masa lalu bu Runi?"

Narendra menatap sahabatnya, kemudian menggeleng. Jeno menceritakan jika bu Runi hampir menikah dengan kekasihnya yang tiba-tiba meninggal, dan sampai saat ini bu Runi masih sendiri.

"Kata Jun, bu Runi pernah pergi sama daddymu. Mereka terlihat dekat, tapi kata Alila, bu Runi deket juga sama ayahnya. Menurutku, kenapa nggak kamu jodohin aja bu Runi sama daddymu. Kalian kan deket? Nggak ada salahnya punya ibu tiri kayak bu Runi. Dia sayang sama semua muridnya, pasti dia juga bisa jadi ibu yang baik buat kamu sama Abim."

Narendra mengernyit, tidak ada orang yang diijinkannya mendekati sang ayah selama ini. Diam-diam dia selalu menjegal semua wanita yang dekat dengan ayahnya. Mulai dari sekertaris sang ayah hingga beberapa wanita yang disiapkan kakeknya untuk dijodohkan dengan sang ayah. Semua pemuda itu singkirkan dengan cara liciknya, mulai dari menolak secara terang-terangan hingga mengulik masa lalu para wanita itu dan membeberkannya di depan sang kakek yang pada akhirnya membuat kakeknya urung menjodohkan mereka dengan putranya.

"Jadi, bunda masih belum move on dari mantannya?" tanya Narendra.

Jeno mengendikkan bahu. "Dari sorot matanya sih begitu, aku lihat sendiri kok pas bu Runi nangis di makam. Pasti nggak gampang kan ngelupain orang yang disayang. Apalagi meninggalnya dikira kurang wajar. Dan memang aku sudah dapat beberapa bukti sih, walau belum bisa narik benang merah yang sesungguhnya."

Jeno mengeluarkan beberapa foto dari sakunya. Foto bu Runi saat masih muda bersama teman-temannya di hari kelulusan mereka.

"Salah satu dari orang ini kemungkinan adalah pacar bu Runi, tapi aku belum tanya yang mana."

"Kamu dapet darimana ini?"

Jeno tersenyum. "Ada deh, rahasia. Kejadiannya sekitar lima tahun yang lalu."

"Kita masih SMP dong?"

"Gue mau nanya sama lu, lu kan kenal bu Runi udah lumayan lama kan? Katanya lu pernah les di tempat kursusannya, apa lu nggak pernah gitu liat bu Runi sama cowoknya?"

Narendra terlihat berpikir. "Gue nggak tahu, gue paling ke sana di anter Oma kalau nggak Om gue, setahuku ya bu Runi Cuma ngobrol sama Om gue."

Jeno menelisik. "Om lu? Tapi kayaknya beda bukan deh."

Anak itu berpikir keras, karena tidak mendapatkan clue sedikitpun dari Narendra tentang kasus itu.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Terima kasih sudah mampir

Jangan lupa vote dan komentarnya
🙏🙏🙏

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang