Part 21

219 37 29
                                    

Dua hari berlalu pasca kejadian kacau di sekolah itu. Nadine, siswi berambut sebahu dengan kacamata minus berframe ungu tertunduk lesu di depan Sari dan Runi. Seorang guru laki-laki duduk di sisi lain menghadap ke Eko, guru bimbingan konseling. Mereka berlima kini dalam rapat tertutup, interogasi lebih tepatnya, perihal rumor yang beredar antara keduanya.

"Saya harus mengajar Pak, saya rasa sudah cukup omong kosongnya."

Guru baru yang dipekerjakan untuk menggantikan salah seorang guru yang wafat bulan lalu itu memang sedikit angkuh dan tidak begitu ramah. Terkenal keras dengan murid-muridnya.

"Sebentar Pak Rezki. Ini masalah serius," kata Runi.

"Serius? Bu, kenapa masalah ibu tidak dibahas lagi sedang punya saya diperpanjang? Apa itu adil?"

"Pak, untuk kasus bu Runi kan sudah jelas. Bu Runi sudah punya pasangan, dan pasangannya sudah mengonfimasi tentang hal itu."

Pria berumur dua puluh lima tahun itu mendengus.

"Saya sudah bilang kan kalau saya dan anak ini tidak kenal dan tidak pernah berhubungan apapun."

Nadine hanya tertunduk dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Padahal dua hari lalu dia sempat histeris dan ketakutan, seolah memang benar terjadi sesuatu. Perubahan sikap Nadine membuat Sari dan Runi curiga.

"Benarkah?"

"Nadine, kamu boleh bicara juga, katakana apapun yang ingin kamu ungkapkan."

Nadine menggeleng, kali ini dia malah tersenyum. "Maaf Bu, kemarin Nadine bersikap seperti itu karena kaget. Nadine takut kalau nanti teman-teman akan mengucilkan Nadien karena berita itu, tapi semua support Nadine dan Nadine rasa tidak ada masalah apapun sekarang."

"Nah, semua beres kan Bu, Pak?" tanya Rezki.

Rapat tertutup itu segera berakhir, Pak Eko memutuskan untuk tidak memperpanjang kasus itu. Tapi dua guru wanita itu masih saling berbisik.

"Sepertinya ada yang aneh dari gelagat Nadine. Jelas-jelas kemarin dia bilang jika mereka berhubungan karena saling tertarik, tapi kenapa sekarang berubah?"

"Tunggu Bu, maksudnya? Mereka pacaran?" tanya Runi.

Bu Sari mengangguk. "Tapi sejelas dan seyakin apapun kita berprasangka pada orang, jika tidak ada bukti kita bisa apa?"

Wanita itu benar, mereka tidak bisa menuntu seseorang hanya berdasarkan prasangka saja. Guru muda itu kembali ke ruangannya dan mengoreksi tugas yang dikumpulkan para siswa pagi tadi. Belum habis dia mengoreksi lima buku pertama, Leon, siswa kelas sepuluh teman baik Abim dan Luna masuk ke ruang guru dan memanggil namanya pelan.

"Bunda," panggil Leon.

"Ya Le? Ada apa? Eh Abim sudah masuk? Ibu sampai lupa sama amsalah Abim."

Runi memegang dahinya yang berkedut karena masalah penting yang kemarin harusnya dia selesaikan terlebih dahulu harus dilupakan karena masalah baru.

"Bu, saya punya sesuatu. Rekaman dari cctv kafe mama saya, tentang pak Rezki."

Sebuah flashdisk disodorkan Leon pada Runi. Guru itu berpikir ulang dan akhirnya menyerahkan pada bu Sari dan pak Eko yang memang ditunjuk langsung untuk mengusut masalah itu.

"Bunda, tapi tolong jangan bilang kalau itu dari saya ya." Sang guru tersenyum dan meyakinkan pada siswa itu jika identitasnya aman.

"Satu lagi Bun, apa Bunda beneran pacaran sama Om Zulham?"

"Kenapa Le?"

Leon menggeleng kemudian tersenyum. "Nggak sih Bun, habisnya Luna sama Resti suka ngomongin itu, jadi Leon penasaran."

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang