21. Lusi?!

42 6 10
                                    

Assalamu'alaikum, hai hai hai. Alhamdulillah hari ini kita bisa balik lagi. akhirnya kita bisa nemenin kalian lagi dengan cerita ini.

Warning!!
Vote & Comment guyss..

🌻

Sammy Yiroko

Membuka, dan menutup kembali kotak cincin. Adalah hal yang gue lakuin berulang kali, saat menunggu kedatangan ayah masuk ke mobil. Memakai setelan jas dan kotak cincin yang gue pegang, kalian pasti langsung tahu, kemana gue akan pergi. Akhirnya perjuangan Zia gak sia-sia. Karena sebentar lagi dia dan gue akan bertunangan.

Belum siap rasanya. Kenangan akan Lusi gak bisa gue lupain.

"Sam, cincin tunangannya udah dibawa kan?" tanya ayah seraya masuk ke dalam mobil. Beliau masuk dan menengok ke arah gue. "Bagus. Inget cincinnya harus di taruh di tempat yang benar, dan jangan sampai hilang" Lanjutnya saat mendapati gue yang sudah memegangi cincin tersebut.

Ayah lalu menyalakan mesin mobil, dan mulai mengendarainya.

Gue menyandarkan kepala pada kaca mobil. Dan mengingat kembali sosok wanita yang gue cintai, Lusi. Dia, dia wanita yang berhasil buat gue luluh. Cuma dia orang yang pertama bertemu, buat hati dag dig dug serr.

Hari itu. Gak akan pernah gue lupa. Di derasnya hujan, gue bersyukur bisa ketemu dia.

Lusi datang dengan satu tangan yang menutupi, bagian atas kepalanya. Dan dengan baju yang sedikit basah karena rintik hujan. Sungguh suatu penampakan yang biasa awalnya, tapi saat gue lihat kembali dirinya. Hati gue mulai berdebar, senyum kecil yang dia suguhkan, membuat gue luluh. Bahkan di penghujung hari, gue merasakan lelah yang ia rasa, tapi dia, bukannya muak dengan keadaan yang di terima, dia memilih tersenyum dan mencoba mensyukuri hari yang ia lewati.

Gue mulai melepaskan earphone yang dari tadi sudah mencantol di telinga gue. Anak anti sosial kayak gue, mulai mencoba berbasa-basi kepada dia. Suatu hal yang paling gue hindari, malah gue lakuin karenanya, "Hai, kak. Habis pulang kerja ya?"

"Hm, iya" Jawabnya singkat.

"Kakak, pulang ke arah mana?" tanya gue lagi, berusaha terus untuk mulai akrab pada Lusi.

"Arah sana" Tunjuknya ke arah yang sama, sama rumah gue.

Oh Tuhan, ini kah salah satu kebaikan mu. Lagi hujan, arah pulang yang searah, dan jangan sampai kelewatan payung. Entah kenapa, hari ini gue merasa harus bawa barang itu. Padahal, kalau memang hujan, gue gak akan memaksakan diri untuk menerobos, dan lebih memilih diam menikmati hujan. Sepertinya Tuhan memang merencanakan semua ini untuk gue.

"Wah searah dong kita, pulang bareng aja yuk kak. Kebetulan saya bawa payung" Ujar gue antusias.

Lusi, dia kelihatan berfikir dulu, sebelum menjawab pertanyaan dari gue. Dia melihat jam yang dia kenakan dan melirik ke arah gue, "Boleh deh" Jawabnya.

Yes, seneng banget gue dengar jawabannya. Langsung aja gue keluarin payung, dan mulai membuka untuk gue dan dia pakai. Dan untungnya juga gue lebih tinggi darinya, jadi berasa lagi pacaran kan jadinya. Dan mulai sejak hari itu, gue dan dia jadi sering di pertemukan oleh takdir.

Tuk tuk tuk

Ayah mengetuk kaca mobil dari luar. Tanpa gue sadari, ternyata, kita berdua telah sampai di hotel tempat acara pertunangan gue sama Zia.

Gue keluar dari mobil, "Kamu tuh kebiasaan, ngelamun aja kerjaannya. Cepat sana langsung ke kamar mandi, kamu rapihin rambut sama jas kamu" Dumel ayah gue untuk kesekian kalinya.

Little Boo | SanhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang