Assalamu'alaikum guys, beb, sis, broo.. pokoknya untuk semua pembaca cerita ini.
Before, aku mau bilang minal aidzin wal faidzin, maaf jika ada salah diantara kita para penulis cerita ini. Dan selamat berlebaran untuk kalian yang merayakan. Hehe, aku tau kok ini kecepetan banget ngucapinnya, tapi aku gak mau kelewatan juga, karna aku gak tau kapan bisa update lagi~
Cukup panjang, waktu yang aku lewati untuk nulis cerita ini, tapi tenang aja, aku gak lupakan karya yang satu ini. Dan senang banget rasanya, bisa menjumpai kalian lagi lewat part ini. Terimakasih untuk yang selalu setia menunggu, dan selamat menikmati~
🌻
'jika harus ada yang disalahkan, maka seharusnya itu adalah aku. Aku yang menyakitimu, aku yang membiarkan mu pergi dari genggaman erat tangan ku. Aku ... aku ... aku menyesal membuatmu berlari jauh' Dalam batinnya menjerit. Bulir demi bulir, yang kini berganti menjadi lebih derasnya, air mata itu jatuh membasahi pipinya. Sesekali wajahnya menoleh ke arah Lusi. Dia menyeka air matanya, membiarkan mereda, saat wanita di depannya itu terlihat siuman.
"Lus" Panggil Sammy pelan, saat melihat Lusi mulai membuka matanya.
Lusi menoleh ke arah Sammy, kini gantian bulir air terlihat jelas mengalir dari mata Lusi. Dia terbangun dan mendekapnya dalam pelukan erat. Seperti tidak ingin orang itu pergi. "Sammy" Ujarnya dengan nada bergetar. Belum mampu melanjutkan, karena hatinya yang masih terasa sesak.
Sambil memupuk pelan bagian belakang tubuh Lusi, Sammy menunggu Lusi melanjutkan ucapannya, dia membiarkan mantan pacarnya itu berbicara, mengeluarkan segala kelu kesahnya.
"Sam, aku takut. Aku gak mau kayak gini, aku mau kamu. Aku mau kamu selalu sama aku, aku mau kita kayak dulu. Aku.. aku rindu" Tangis Lusi pecah, "Maaf kalau kamu kira aku egois, tapi kali ini aja, tolong biarkan aku jadi orang egois" Lanjutnya lagi.
Sammy membelai rambut Lusi, yang sedikit acak-acakan karena peristiwa tadi. Balutan perban yang menempel di area leher gadis itu, membuat bulir air turun kembali, saat dia telah menahannya. Sammy, hatinya terkikis, wanita yang dia amat cintai setelah ibunya, terluka dan mengalami kejadian yang amat membahayakan. Dia yang lelakinya, merasa gagal untuk menjaganya.
"Lus.." Air mata kembali menetes,
"Kali ini, ku biarkan kamu jadi orang teregois di dunia ini. Jangankan kamu, aku.. aku pun akan begitu, jika menjadi egois, dapat membuat kamu dan aku menjadi satu, jika egois, dapat membuat kita seperti dulu, jika egois dapat membuat kita bersama lagi. Aku, aku akan membiarkan kita berdua jadi orang teregois di dunia ini lus.." tak kuasa, dia kini menangis sesenggukan sambil meratapi nasib keduanya, bahkan ruangan kamar rumah sakit tak lagi di hiraukan.
Kali ini dia merasa, apa yang mengganjal di dalam hatinya, tak dapat untuk di tahan, jadi biarlah mengalir seperti ini.
Lusi membalas lengkap dengan uraian air matanya yang juga sudah jatuh sedari tadi, "Aku sayang kamu sam"
———
Defan, dia menggeret Raldo sampai ke kantor polisi, dan beruntungnya dia berhasil menjebloskan orang tak berperasaan itu masuk dalam dinginnya jeruji besi.
Setelah berhasil, Defan melewati tempat yang kini disinggahi oleh Raldo, dia tersenyum tipis dan menatapi keadaan Raldo kini.
"BRENGSEK!" Ujar Raldo agak kencang.
Defan menghilangkan senyumnya dan sekarang menatap dengan amarah yang terpendam dalam relung jiwanya, "Rencana lo udah gagal do. Jadi sekarang lo nikmatin akibatnya" Ujar Defan ketus.
Agak terkekeh dengar ujaran Defan, "Ahaha, lo salah fan. Rencana gue itu bakal berhasil. Sekarang lo lihat gue di penjara, tapi besok.. besok lo lihat gue berhasil, bikin Lusi kesayangan lo itu ancur"
Hampir ingin memukul mulut dari pria brengsek itu, Defan mengurungkan niatnya dan jalan pergi keluar dari tempat itu. Baginya untuk sekarang, tak perlu lagi ada keributan, lagipula dia telah berhasil memasukkannya dalam penjara.
Jika memang benar, apa yang dikatakan Raldo tadi. Maka dia harus berpikir, cara yang tepat, agar Lusi keluar dari masalah ini.
———
"SIALANNN!!"
Suara lantang terdengar dari salah satu sudut ruangan. Dan, bahkan di barengi oleh beberapa suara barang-barang yang sengaja di lemparkan ke arah dinding.
Menggenggam erat telepon genggam miliknya, "DASAR BODOH, BISA-BISANYA RENCANA INI GAGAL"
Hembusan nafas yang tak beraturan.
Juga bola mata yang diperlihatkan secara besar, terlihat sekali ini kondisi seseorang yang tengah marah.
Dia merebahkan tubuhnya secara kasar ke sofa miliknya, sembari menekan beberapa nomor yang tertera dalam telpon yang dia pegangi dari tadi.
"Halo Pak" Setelah beberapa menit, terdengar orang berbicara dari sambungan telpon itu.
Senyum jahat, tanda ingin memenangi sesuatu mulai dia tunjukkan. "Halo, kita lancarkan rencana itu sekarang"
tbc.
Just love.
Bogor, 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Boo | Sanha
FanfictionIni bocah, bukan sembarang bocah. Langkahnya yang sat set sat set, membuat seorang wanita dewasa terpincut akan sikapnya. Lusi, wanita cantik yang umurnya dua tahun diatas pacarnya itu, tak ada yang aneh dengan hubungan mereka. Hanya saja kini merek...