32. Ketauan?

142 24 5
                                    

Saat hendak melewati koridor, Rara melihat Melati dan Alfi sedang berada di depan ruangan cctv yang tadi ia masuki. Karena penasaran, Rara menghampiri mereka berdua bersama Dara dan Zoya. Tapi sebelum itu, tak lupa Rara memotretnya sebagai barang bukti.

"Melati, Alfi. Ngapain di sini?" tanya Rara membuat mereka berdua terkejut setelah membalikkan badannya.

"Rara?"

"Kenapa kaget?" Rara tersenyum sinis.

"Mel, kita cabut aja." ajak Alfi dengan menyeret paksa tangan sepupunya itu tapi di tepis olehnya.

"Entar dulu, lo juga ngapain di sini? Mau maling? Udah bangkrut lo haha," kata Melati sambil tertawa mengejek.

"Dasar sinting!" cibir Dara.

"Gak tau diri emang!" timpal Zoya.

"Bukan urusan lo!" ketus Melati kemudian mendekati Rara.

Melati tahu, jika Rara kesini untuk mengambil salinan cctv sebagai barang bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Dan Melati ingin merebutnya.

"Siniin hp-nya."

"Lo siapa ngatur-ngatur gue?" tanya Rara.

Melati menarik paksa tas Rara dan mengambil ponselnya. Dengan sengaja, Melati membanting ponsel Rara dengan keras sampai hancur berkeping-keping.

"Apa-apaan sih lo!" Rara tidak terima sekali ponselnya di banting Melati. Ia marah bukan karena ponsel itu harganya sangat mahal melainkan di ponselnya itu ada file cctv yang ia salin.

"Mampus!" setelah mengucapkan itu Melati pergi dan Alfi pergi dari tempat itu juga.

Rara mengambil ponselnya yang sudah retak. Dirinya mengambil jarum pentul di dalam tas lalu menusukkannya ke bagian ponsel yang berisi Sim-card, Memory-card dan mengambilnya.

Lalu, Rara membuang ponsel berdigit apel tersebut di dalam tong sampah. Kemudian bergegas menuju ke luar gerbang di ikuti Zoya dan Dara.

Mereka bertiga pun masuk ke dalam mobil Zoya dan mobilnya berjalan menjauh dari area sekolah. Saat sampai di rumahnya, Rara pun turun.

"Ra, hp lo gapapa kan?" tanya Dara.

Rara menggeleng."Udah tenang, aja. Oiya, mau mampir?"

"Gak usah, kita pulang dulu ya,"pamit Dara dan di angguki oleh Rara.

Rara berjalan masuk ke dalam rumahnya. Di depan pintu kamarnya sudah ada Papanya yang menatap Rara seperti mengintrogasi.

"Assalamualaikum." Rara mencium punggung tangan Doni.

"Waalaikumsalam. Papa mau ngomong sama kamu." ujarnya dengan nada dingin.

"Kenapa Pa?"

"Tadi Papa di telpon sama pihak sekolah, katanya kamu mencuri uang Bu Telisa, apa itu bener?" tanya Doni.

"Pa, itu semua gak bener...Aku di fitnah Pa."

"Tapi kata pihak sekolah, buktinya mengarah ke kamu Ra. Kamu gak bisa mengelak lagi."

"Pa..bukan Rara, Pa."

"Apa selama ini Papa kurang ngasih uang jajan buat kamu? Sampe-sampe nyuri uang guru hah?! Mikir dong Ra, secara tidak langsung kamu sudah mencoret nama baik keluarga kita. Papa malu, dengan kelakuan kamu itu."

Cairan bening yang sudah di pelupuk mata Rara akhirnya tumpah membasahi pipinya. Kenapa Papa-nya tidak mempercayai putrinya sendiri?

"Pa..kalo semua udah kebongkar jangan pernah minta maaf di depan aku, Pa." lirih Rara segera masuk ke dalam kamarnya.

Aurora [END/BELUM REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang