38. Sayang ... sayang

781 72 34
                                    


Happy Reading

*****

"Ma, kamu ingat 'kan hari ini kita ada undangan nikahan putrinya Pak Rohman?" tanya Haidar saat mereka sarapan.

"Iya, Mas. Njenengan mau ngajak siapa, aku atau Aliyah?" Hazimah masih sibuk menyuapi Ilyas.

"Kalau kalian berdua, apa kamu keberatan?" Hazimah melirik Mama mertuanya.

"Pergilah, Mbak. Mama bisa minta tolong bundamu nanti," ujar Yana.

"Lho, Mama sekarang ada jadwal ke dokter?" Panggilan Haidar memang telah berubah karena Yana yang memintanya. Terdengar aneh jika dia masih memanggil Tante baginya.

"Iya, tapi gak masalah kalau memang Azza mau kamu ajak pergi. Asal Mama dibolehin pinjem Pak Mat." Yana tersenyum. Stroke yang dideritanya sudah berangsur-angsur pulih, meskipun belum sepenuhnya.

Obrolan pagi mereka terus berlanjut sampai jam sudah menunjukkan waktunya Haidar dan Hazimah berangkat ke tempat kerja masing-masing. Ilyas yang sudah mulai bisa berjalan, meskipun tertatih-tatih menjulurkan kedua tangannya pada Haidar, minta digendong. Sepertinya dia merasa jika akan ditinggal oleh kedua orang tuanya.

"Anak ganteng ini mau apa?" tanya Haidar. Ilyas yang belum sempurna mengatakan sesuatu, hanya menjawab dengan senyum dan kata nanana saja.

"Kamu sudah ndak sabar ketemu Ibu, ya?" Hazimah meraih Ilyas untuk digendong. "Yuk kita ke Ibu sekarang." Ketika Ilyas sudah digendongannya, tiba-tiba perut Hazimah terasa mual tak tertahankan. Dia menyerahkan Ilyas pada Haidar.

Berlari dengan kecepatan penuh, Hazimah menuju kamar mandi di dekat dapur. Semua makanan yang baru masuk ke perutnya keluar dengan sendirinya. Sekilas tadi, dia mencium aroma minyak telon yang dipakai Ilyas.

"Azza kamu kenapa, Mbak? Apa kamu sakit?" tanya Yana panik.

Hazimah belum mampu menjawab, dia masih terus mengeluarkan isi perutnya. Perlahan, Yana memijat temgkuk Ibu muda itu. Haidar bersama Ilyas masih bingung dengan yang terjadi.

"Kalau sakit, istirahatlah! Apa mau aku panggilkan dokter?" Haidar tak kalah khawatir.

"Aku ndak papa, Mas. Tadi nyium bau minyak telonnya Ilyas langsung gini, makanya habis mandiin tadi, Mama yang dandani dia." Selesai berkata, kembali Hazimah memuntahkan isi perutnya.

"Ma, kita ke dokter sekarang, ya! Aku telepon Aliyah dulu supaya dia jemput Ilyas." Haidar mengeluarkan ponselnya dari saku, sementara Ilyas sudah berjalan ke sana sini.

Semua sarapan yang masuk ke perut Hazimah hilang sudah. Yana merangkul menantunya itu untuk duduk di kursi tempat mereka sarapan tadi. Segelas air putih, dia berikan.

"Kayaknya kamu sensitif sama bau akhir-akhir ini, Mbak. Tamu bulananmu lancar?" tanya Yana menelisik.

"Maksud Mama?" Hazimah meletakkan gelas yang sudah kosong.

"Coba ingat-ingat! Bulan ini Mbak sudah dapat tamu bulanan belum? Mama curiga kamu isi lagi, Mbak." Yana melirik Haidar yang sudah selesai menelepon Aliyah.

"Maksud Mama, Ima isi itu hamil, nggeh?" tanya Haidar kegirangan. Yana mengangguk. "Alhamdulillah." Dia mencium Ilyas gemas sambil berkata bahwa anak itu akan punya adik.

"Jangan seneng dulu, Mas. Sebaiknya periksakan ke dokter, memastikan." Yana bersyukur sekali jika memang perkiraannya itu benar. Jika keluarga menantunya bahagia, dia lebih bahagia. Selama ini sikap Haidar padanya baik sekali hampir sama dengan perlakuan mendiang Zafran.

Seindah Surga Yang Dirindukan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang