Asalamualaikum, sahabatku semua.
Semoga sehat selalu dan bisa membaca ceritaku ya.Happy reading
***
Panik, itu reaksi pertama dari Haidar saat mendapati istrinya tergeletak di lantai kamar mandi. Sebelum dia meninggalkan Aliyah tadi, keadaan istrinya masih baik-baik saja. Hanya berjarak satu jam lebih sedikit, dia menemukan keadaan yang berbeda.
"Bunda, tolong ....!" Haidar terus berteriak memanggil Sania.
Darah segar dari tubuh Aliyah tercecer di lantai kamar mandi, Haidar belum tahu dari mana cairan merah itu berasal. Dia mulai membopong tubuh istrinya yang tak sadarkan diri. Saat mengangkatnya, Haidar baru sadar jika warna merah yang ada di lantai berasal dari tangan Aliyah.
Tangannya terlihat tergores benda tajam, bisa jadi luka itu akibat terkena paku yang terletak di dekat Aliyah terjatuh, lukanya dalam dan memanjang, pantas saja darahnya banyak tercecer di lantai. Dari arah pintu masuk kamar, Sania berlari dengan tergopoh-gopoh. Sarapan yang baru saja dia mulai, ditinggalkan saat mendengar teriakan sang putra.
"Ono opo, Lhe (ada apa, Nak)? Astagfirullah ....!" Sania juga terkejut melihat keadaan menantunya.
Haidar menengok ke arah bundanya. "Bunda, tolong ambilkan kotak P3K!"
"Iya ...." Tanpa banyak kata lagi, Sania segera keluar dari kamar untuk mencari kotak obat yang diminta putranya.
Haidar menurunkan Aliyah dari gendongannya. Dia mulai mengganti pakaian istrinya dengan hati-hati. Saat Sania telah datang membawakan kotak P3K, Haidar mulai membersihkan darah yang keluar dari luka Aliyah.
"Bunda tolong oleskan minyak kayu putih! Kaki dan tangannya dingin sekali. Mungkin dia sudah lama pingsan di kamar mandi."
"Jadi, Aliyah beneran sakit? Kenapa ndak dibawa ke klinik atau rumah sakit aja?" Tangan Sania sibuk mengoles minyak ke bagian tertentu tubuh Aliyah untuk memberi rasa hangat.
Haidar menyesal, mengapa dia sampai abai menjaga istrinya sendiri. Dia juga bersedih, jika tahu Aliyah akan sakit tentu semalam dirinya tidak akan meminta haknya sebagai suami. Namun, apa daya nasi telah menjadi bubur.
"Nanti, setelah dia sadar kita bawa ke rumah sakit." Luka pada lengan Aliyah sudah dibersihkan olehnya. Haidar memberi obat merah pada luka itu, setelahnya dia menutup dengan plester.
Sania mendekat dan duduk di samping kanan Aliyah, sedangkan Haidar di sisi kirinya. "Sebelum kamu keluar tadi, bagaimana keadaannya, Nak?" Dia berkata sambil mengusap-usap telapak tangan sang menantu.
"Dia baik-baik saja, Bun. Malah dia terlihat sangat bahagia."
"Coba kamu telepon dokter! Biar kita tahu dia kenapa."
"Enggeh, Bun." Haidar berlalu meninggalkan sang Bunda.
Haidar menelepon dokter yang biasa memeriksa Sania. Dia belum paham ada apa dengan Aliyah karenanya dia hanya menelepon dokter umum saja.
Baru saja Haidar akan melangkahkan kaki kembali ke kamar, suara bel dibunyikan oleh seseorang. Bergegas dia membukakan pintu.Saat pintu terbuka Haidar sempat terkejut. "Asalamualaikum," salam Haidar.
"Walaikumsalam. Kamu kenapa, Mas? Kelihatan panik mukanya," tanya Ayah mertuanya.
"Enggeh, Yah. Itu, Aliyah." Haidar segera meminta mertuanya masuk. Sambil berjalan dia menceritakan keadaan istrinya.
"Apa baru kali ini dia pingsan, Mas?" Raut muka sang mertua tak kalah panik, ada rasa was-was akan kesehatan sang putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Surga Yang Dirindukan (Tamat)
RomansaTerkadang dirinya merenung, mengapa hidup bisa berlaku sadis. Tersiksa rindu oleh sang gadis hingga tak tersisa kecuali perih tanpa habis. Angannya melayang pada percakapan imajinari antara dirinya dan dia yang tak pernah terjadi. Ia hanya ingin per...