41. Kutunggu Kedatanganmu

956 90 61
                                    

Moga suka sama part ini, ya.
Happy Reading

*****

"Kenapa, Ma?" Aliyah bertanya mengapa tiba-tiba Yana menanyakan hal itu.

Di sisi lain, Haidar sudah masuk ke dapur dan menyerahkan buah-buahan yang dibelinya pada Hazimah. Ilyas yang ada di pangkuan, kini sudah berpindah di gendongannya. Gegas ibu muda itu membersihkan dan mengupas bahan rujak. Sementara Sania dan Aliyah masih berbincang di ruang tamu.

"Cuma tanya aja, Al. Mama kok kepikiran kalau kamu lagi isi." Yana mengelus perutnya.

"Kenapa Mbak Yu sampai berpikiran gitu?" Sania membuka suara.

"Entahlah. Seperti agak ganjil aja Mbak Yu kalau Mas Haidar ngidamnya baru sekarang-sekarang ini. Awal kehamilan Azza sampai bulan kemarin reaksinya nggak begitu, lho. Piye menurut njenengan?" Yana mencoba menelaah keanehan Haidar dari cerita-cerita yang berkembang.

"Iyo sih, Mbak, tapi dokter kandungane Mbak Azza bilang itu wajar," ujar Sania.

Panggilan dari Hazimah untuk ikut menikmati rujak yang dia buat menjeda percakapan mereka. Semua orang mulai mendekat pada Haidar yang sudah duduk bersila di lantai dengan hidangan rujak buah di hadapannya. Wajahnya bersinar bahagia.

"Bun, Al, Ma. Cepetan nggeh. Mas sudah gak sabar mau makan rujaknya." Haidar menelan ludahnya, terlalu bersemangat melihat rujak buah.

Ketika semua sudah berkumpul Haidar mulai memimpin doa makan. Keinginannya untuk segera menyantap rujak itu harus ditahan sebentar, menunggu bunda dan mamanya mengambil makanan terlebih dahulu. Itulah adab yang Haidar selalu jaga sampai saat ini, mendahulukan yang lebih tua dan dia hormati. Demikian pula Aliyah dan Hazimah tidak ada yang mengambil buah-buahan itu sebelum para orang tua dan suaminya.

Setelah keduanya mencocol mangga dengan bumbu gula merah, barulah Haidar dengan gerakan cepat mengambil buah-buahan yang ada di hadapannya. Sania dan Yana meringis merasakan kekecutan mangga muda itu dengan kompak mereka mengeluarkan kembali apa yang sudah dimakan. Aliyah yang melihat semua itu urung mengambil, dia mencari buah lain yang dirasa lebih manis.

Tangan Aliyah terulur mengambil kedondong yang menurutnya lebih manis. Namun, ketika buah itu masuk ke mulut reaksinya pun sama seperti para orang tua. Hazimah mendesis melihat Aliyah seperti itu, perlahan dia menggelengkan kepalanya, ragu mencicipi.

"Al, kecut banget, ya?" tanya Hazimah berbisik.

Aliyah menelan ludahnya cepat. "Banget, Mbak. Kirain nggak sekecut ini. Duh, Mas Haidar kok lahap ya makannya?"

"Apa Sayang?" liriknya pada Aliyah, "ini enak banget tahu. Cobain, Nda!" suruh Haidar pada Hazimah.

"Ndak, ah. Lihat mereka maem aja udah ngilu gigi." Hazimah melirik ketiga perempuan di sampingnya.

"Kalau orang ngidam apa aja enak, Nduk," sahut Sania. Keempat perempuan itu menertawakan Haidar.

Selesai memakan semua rujak yang dibuat, Haidar mengantar Aliyah dan Sania pulang. Setelah itu, dia kembali lagi ke rumah Hazimah. Yana dan istrinya masih terdengar berbincang-bincang membahas sesuatu yang juga menggelitik hati.

Apa mungkin kecurigaan Mama benar? Sebaiknya aku tanyakan pada dokter Irma saja. Haidar menyapa dua perempuan itu dengan salam, ikut menimpali perkataan mereka,  lalu ijin masuk kamar terlebih dahulu. Hazimah pamit juga pada Yana, mengikuti suaminya.

"Mas mau teh apa kopi?" tanya Hazimah. Namun, di luar dugaan Haidar malah meminta hal lain. Lelaki itu meminta jus lemon tanpa gula. Dia meringis membayangkan rasanya.

Seindah Surga Yang Dirindukan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang