18. Curhatan sesama perempuan.

717 76 25
                                    

Happy reading

***

Netra mereka saling bertemu, Aliyah terkejut saat melihatnya. Dia yang sedari tadi menghindari pertemuan dengan perempuan istri sahabat suaminya. Kini, Allah malah mempermudah perjumpaan mereka.

Tergesa Aliyah mengajak ayahnya untuk segera meninggalkan mereka. "Al, tunggu!" teriak Hazimah. Dia berjalan dengan cepat menyusul Aliyah.

"Aza, jangan berjalan seperti itu, Nak! Ingat kandunganmu!" Yana pun berjalan tergesa mensejajari langkah Hazimah.

Hazimah, hanya menganggukkan kepala. "Al, tunggu!" Sekali lagi, dia memanggil, tetapi Aliyah terus berjalan menuju parkiran. "Aw," jerit Hazimah.

"Ya Allah, Aza ...," Yana berteriak panik. Hal itu sukses membuat Aliyah menoleh. Dia pun segera berbalik arah, berjalan mendekati Hazimah yang terjatuh.

"Maafkan, aku, Mbak. Karena mengejarku, kamu terjatuh." Hazimah meringis kesakitan. Beruntung dengan cepat mertuanya segera menolong, memegang kepalanya agar tidak menyentuh lantai.

"Kamu kenapa ketakutan melihatku? Apa aku punya salah?" tanyanya. Yana dan Aliyah segera merangkul Hazimah. Mereka menuntunnya untuk duduk di sebuah bangku.

"Aku takut kamu akan bercerita pada suamiku, Mbak," ucapnya sedih.

"Siapa yang sakit, Al?"

"Panjang ceritanya, Mbak. Kapan-kapan saja aku akan menceritakannya. Saat ini, aku harus pulang. Takutnya, Mas Haidar sudah menjemputku di rumah Ayah." Aliyah menoleh pada ayahnya dan memberi isyarat untuk segera berpamitan. Mereka segera pergi meninggalkan Hazimah. "Mbak, gak apa-apa aku tinggal?" tanya Aliyah memastikan.

"Gak masalah, Al,"

"Sekali lagi, maaf, Mbak. Tolong jangan menceritakan pertemuan ini dengan suamiku!" Hazimah menganggukkan kepalanya.

***

Aliyah melihat dirinya di cermin, wajahnya semakin terlihat pucat bak mayat hidup. Berat badannya turun drastis, sejak vonis Dokter Irma tentang penyakitnya. Sebulan ini, dia rutin mengunjungi sang dokter. Make up yang dia gunakan sudah tak mampu lagi menutupi pucat di wajahnya.

Beberapa kali, Haidar menanyakan tentang kesehatannya, tetapi Aliyah masih enggan untuk menceritakan semuanya. Dia ragu jika Haidar masih ingin hidup bersama perempuan penyakitan sepertinya, saat dia menceritakan semua secara jujur. Saat ini, pernikahannya sedang dalam fase yang cukup membahagiakan. Aliyah ingin menikmatinya tanpa perlu diresahkan dengan rasa sakit.

Perhatian Haidar sering kali menjadi vitamin bagi kesembuhannya. Aliyah, menyisir rambutnya dengan pelan. Satu per satu mahkota di kepalanya berjatuhan. Dia memungutinya dengan beruraian air mata, sedih melihat kondisi fisiknya saat ini.

Ya Allah, masihkah aku bisa memberikan keturunan untuk suamiku jika keadaanku saja seperti ini.

Aliyah segera menghapus air matanya, dia mendengar pintu kamar yang dibuka. Saat wajah tampan suaminya terlihat, Aliyah segera memberikan senyum terindahnya. Sebisa mungkin dia menutupi kesedihannya.

"Al, kamu kenapa? Ada apa menangis? Apa aku menyakiti hatimu?" Senyuman yang Aliyah berikan nyatanya tak bisa menipu sang suami. Haidar terlalu peka dengan perubahan wajah istrinya.

"Siapa yang nangis, Mas," tanya Aliyah berusaha menutupi.

Haidar merangkuh Aliyah ke dalam pelukannya. Dia masih berdiri saat istrinya itu membenamkan wajah di pinggangnya. "Al, aku minta maaf jika di awal pernikahan selalu membuatmu sedih. Aku janji, mulai sekarang aku tidak akan membuatmu meneteskan air mata lagi. Katakan apa pun yang membuatmu merasa tersakiti! Aku akan berusaha memperbaiki dan mengubahnya agar kamu tidak merasa kesakitan."

Seindah Surga Yang Dirindukan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang