2. Acara Pertunangan

1.5K 95 45
                                    

Happy reading
Cek typo juga ya


***

Rujak soto di dalam mangkuknya telah habis tak bersisa. Cita rasa yang dihadirkan sajian yang dia makan memang paling juara di sekitaran perkantoran ini. Jika jam makan siang sudah dapat dipastikan seluruh meja kursi dipenuhi pengunjung.

Dua orang sahabat itu masih asik menikmati santapan mereka masing-masing tanpa ada yang mau memulai pembicaraan. Haidar sengaja meminta sahabat satu-satunya yang dia miliki untuk menemani makan siangnya kali ini. Sampai saat ini, hati lelaki berseragam khas PNS itu masih diliputi gemuruh tak berkesudahan. Setiap hari, selesai bekerja Haidar tak pernah langsung pulang, dia berusaha menghindari pertemuan dengan bundanya. Haidar masih belum bisa menerima keputusan sepihak yang dilakukan sang Bunda.

"Tu, muka, kenapa? Nggak enak banget dilihat. Patah hati?" tanya sahabat Haidar. Senyum mengejek tampak ia perlihatkan.

"Enggak," jawab Haidar singkat. Tangannya sibuk mengaduk-ngaduk es jeruk. Sesekali terdengar helaan napas panjang.

"Lha, terus? Ngapain telepon aku dari kemarin? Kamu nggak tahu aku lagi sibuk banget. Kalo cuma buat lihat muka kusutmu, mending aku balik ke warung saja. Ngawasin renovasi biar cepet selesai." Sepertinya dia sudah jenuh melihat Haidar dengan segala ekrpresi kegalauannya.

"Aku disuruh nikahin cewek," putus Haidar kemudian. Membuat lelaki berkaos oblong warna biru itu menyemburkan minuman yang ada di mulutnya.

Terdengar tawa yang keras dari lelaki di hadapannya. Paras Haidar semakin kusut tak karuan, dia sudah bisa memprediksi reaksi lawan bicaranya. Namun, dia masih bergeming, membiarkan sahabat karibnya itu tertawa sampai puas. Selesai dengan tawanya, lelaki pemilik alis tebal itu berkata, "Mau dikawinin, tapi mukanya malah kusut gitu. Gimana sih? Cantik gak ceweknya? Kenalin ke aku!" Menaik-turunkan alisnya.

"Kenalan aja sendiri. Kamu sahabatku bukan? Ejek aja terus sampai puas!" Haidar menumpahkan kekesalan pada sahabatnya itu.

"Wow, ada yang marah," godanya, "ceritakan lebih banyak! Biar aku tahu apa masalahmu. Nikah itu kan ibadah, Sob. Lagian selama ini, kamu juga gak pernah aku lihat deket sama cewek mana pun."

"Bukan aku gak mau dekat sama cewek, tapi ada hati yang masih ingin aku perjuangkan." Kembali Haidar mengembuskan napas panjang, tangan kanannya mengetuk-ngetuk meja berusaha menyalurkan kegelisahan hatinya.

"Siapa? Cewek yang sudah mengalahkanmu di semua bidang yang kamu kuasai? Memang kamu sudah ketemu sama dia?"

"Berisik. Suatu saat, Allah pasti mempertemukan kami kembali." Tatapan matanya kosong seolah dia sendiri tak yakin atas perkataannya. Mungkinkah hal itu akan terjadi? Kenyataan yang ada, tak sekali pun dia pernah bertemu dengan gadis yang telah merajai hatinya itu.

Gelak tawa terdengar kembali. "Gila kamu! Emang kamu sudah tahu keberadaannya? Jika kalian bertemu, tetapi dia sudah punya suami, gimana?" Mendengar ucapan sahabatnya itu Haidar melempar tisu. "Aku bicara fakta, Sob. Masak iya kamu mau menunggu yang tak pasti."

"Aku menolak pun, Bunda masih tetep kukuh meneruskan perjodohan ini. Pusing, Sob," akunya pada sang sahabat.

"Kenapa mesti pusing? Kamu, hanya perlu meminta bimbingan Rabbmu. Salatlah! Semoga kamu menemukan jawaban dari kebimbanganmu."

Bagi Haidar, Zafran Abrisam bukanlah sekedar sahabat, tetapi dia sudah seperti saudara laki-laki yang tak pernah bisa Haidar miliki. Solusi yang diberikan pada tiap masalah selalu mendekatkan pada Rabbnya karena itulah Haidar betah bersahabat dengan Zafran.

Pertemanan mereka terjadi sejak keduanya duduk di bangku sekolah menengah atas. Setelah lulus mereka sempat berpisah, Zafran mengikuti orang tuanya yang pindah tugas. Padahal mereka  telah sepakat akan kuliah di perguruan tinggi yang sama dengan fakultas yang sama pula. Jaraklah yang telah memisah persahabatan, meskipun komunikasi tetap terjalin. Namun, tetap jauhnya masa tempuh menjadi penghalang.

Seindah Surga Yang Dirindukan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang