Maaf ya, updatenya telat
Happy reading
😍😍***
Sepanjang perjalanan pulang dari rumah orang tuanya, Aliyah tersenyum sendiri membayangkan keromantisan yang akan dilaluinya malam ini. Seperti orang gila dia terus tersenyum.
Haidar yang sedang fokus menyetir tampak heran dengan kelakuan istrinya itu. Namun, dia hanya diam malas untuk menanyakan sebabnya. Di dalam mobil ini memang hanya ada mereka berdua, bundanya, kakak ipar serta kakaknya, menaiki mobil yang satu lagi.
Tak tahan dengan sikap istrinya yang semakin aneh, Haidar berkata, "Kamu enggak sedang sakit?"
"Hah! Apa, Mas?" jawab Aliyah terkejut.
"Kamu waras, 'kan?"
"Kalau ngomong lebih manis dikit, bisa? Al, gak gila, ya, Mas." Aliyah memalingkan wajahnya.
"Gak gila, tapi senyum sendiri," gerutu Haidar.
"Aku dengar lho, Mas."
Haidar kembali terdiam sampai mobil mereka berada di halaman rumah. Mesin mobil telah dimatikan oleh Haidar, dia segera turun. Namun, Aliyah masih tetap diam di dalam mobil. Dia menunggu suaminya membukakan pintu.
Dasar gak peka! Padahal istrinya masih di dalam. Romantis dikit kenapa, sih? Bukain pintunya gitu, kayak di film-film itu, 'kan so sweet keliatannya. Ini enggak, aku malah ditinggal masuk ke rumah. Huft!! Gerutu Aliyah di dalam mobil.
Sementara suaminya, Haidar sudah masuk ke dalam rumah. "Le, bojomu ndi (Nak, istrimu mana)? Kok, kamu masuk sendirian." Haidar menghentikan langkah kakinya saat suara Sania menanyakan keberadaan Aliyah.
"Wonten teng wingkeng, Bun (Ada di belakang, Bun)" Sania geleng-geleng kepala dengan sikap putranya itu.
Saat di dalam kamar, Haidar segera melaksanakan salat isya yang sudah sangat terlambat baginya. Setelah salat, dia duduk tawarruk bermusahabah diri. Berpikir tentang perkaataan mertuanya tadi.
***
Sebuah mobil bak terbuka membawa peralatan rumah tangga cukup banyak. Pasangan suami istri yang sedang duduk menunggu kedatangan mobil itu terlihat sibuk membuka beberapa kardus paketan yang baru datang. Setelah renovasi rumah makannya selesai, Zafran juga membeli sebuah rumah di daerah itu.
Dia ingin kembali dekat dengan sahabatnya, seperti dulu. Zafran memang belum memberi tahu kepada Haidar bahwa dia akan tinggal berdekatan dengannya kembali. Dia tidak ingin mengganggu sahabatnya yang masih dalam suasana pengantin baru.
"Bi, ini barang-barangmu bukan?" Suara merdu dari istrinya membuatnya tersenyum.
"Iya, Sayang. Biarkan di sana dulu! Ini aku masih mengarahkan mas-masnya untuk naruh barang."
"Ya, sudah. Aku masuk dulu kalau gitu." Hazimah melangkah ke dalam rumah dengan membawa beberapa kardus kecil barang-barang mereka.
Sebuah buku terjatuh ketika dia mengangkat kardus tadi. Namun, sang pemilik tidak menyadarinya. Zafran berjalan mengambil buku tersebut yang ternyata sebuah album foto. Iseng, dia membuka halaman pertama album itu. Ada sebuah tulisan tangan dari Hazimah.
Kenangan sepanjang kepengurusan komisariat.
Zafran tersenyum melihat foto istrinya terpampang dengan senyum kebahagiaan. Di sebelahnya ada seorang lelaki yang sedang disematkan kalung kepengurusan oleh seseorang. Zafran mengernyitkan keningnya, dia mencoba mengingat siapa lelaki itu. Namun, otaknya buntu. Lembar demi lembar di bukanya. Sampai ada satu foto yang dicoret tinta merah oleh Hazimah.
Sosok lelaki dalam foto itu Zafran kenal betul, kemeja yang dikenakannya adalah hadiah ulang tahun darinya. Lalu, mengapa istrinya mencoret mukanya. Saat langkah kaki Hazimah mendekat, Zafran segera mengambil foto itu dan memasukkannya ke dalam saku celana yang dia kenakan.
"Bi, kamu lihat apa?"
"Gak ada. Cuma ini tadi jatuh pas kamu bawa kardus masuk." Zafran menunjukkan album foto yang dia pegang.
"Oh!" Hazimah segera merebut album foto itu. Ada getar ketakutan ketika dia mengatakannya dan Zafran menyadari itu.
Zafran mencoba mengalihkan perhatian Hazimah. Dia tidak ingin terlarut dalam pikiran negatifnya tentang hubungan keduanya. "Sayang, buatin minum untuk mereka, gih! Kasian lihatnya, pasti mereka capek dan kehausan setelah mengangkat dan menurunkan perabotan rumah kita."
"Iya, Bi. Aku masuk dulu, ya!"
Malam menjelang, kegiatan Zafran dan Hazimah sudah selesai. Beres-beres rumah baru yang mereka tempati pun sudah selesai. Saat mereka tengah bersantai di ruang keluarga, Zafran teringat kembali akan foto yang dilihatnya.
"Sayang, apa kamu kenal dengan sahabatku itu?" tanyanya hati-hati pada Hazimah.
"Siapa, Bi?"
"Yang kemarin kita datang ke acara pernikahannya itu. Masih inget?" Zafran melihat ada perubahan pada mimik muka istrinya.
"Oh, dia?" katanya, "aku gak kenal, Bi. Baru ketemu juga pas acara itu. Memang kenapa?"
"Hemm, enggak ada. Tak pikir kalian saling kenal, kemarin itu kelihatannya kalian saling terkejut gitu."
Percakapan terhenti saat Hazimah mengatakan bahwa dia capek dan segera ingin tidur. Zafran menyadari kegelisahan hati istrinya. Dia tidak ingin menanyakan lebih lanjut. Biarlah jika memang dugaannya benar, maka dia akan meminta sahabatnya itu untuk bercerita nantinya.
***
Aliyah naik ke pembaringannya. Dia melihat suaminya yang sedang melamun. Tidak jelas apa yang ada di pikirannya. Selalu saja keadaan lelaki yang telah menikahinya seperti itu, melamunkan sesuatu yang dia sendiri tidak tahu apa.
"Mas, sedang mikirin apa, sih?" Haidar terkejut dengan pertanyaan istrinya, Aliyah.
"Hmm, enggak mikir apa-apa. Tidurlah kamu pasti capek! Seharian sudah melakukan aktifitas." Aliyah menautkan kedua alisnya. Tidak biasa mendengar perkataan Haidar yang seperti itu.
"Mas, sebelum aku tidur. Boleh gak kalau aku minta hal-hal romantis sama kamu?"
"Hmm, maksudmu?"
"Hal romantis yang dilakukan oleh suami istri gitu." Aliyah sudah tidak malu lagi meminta haknya pada Haidar. Dia berpikir mereka sudah menikah, jadi tidak perlu lagi ada rasa canggung.
"Menurutmu hal romantis itu seperti apa?"
"Ya, seperti itu lah, Mas. Semoga dengan keromantisan yang kita lakukan ini, harapan kedua orang tuaku bisa cepat terkabul," katanya. Terlihat muka yang memerah, malu.
"Jangan berpikir romantis itu dilakukan, hanya yang terlihat fisik saja! Menurut aku romantis itu ketika malam tinggal sepertiganya dan seorang suami terbangun, lalu dia berwudu. Menunaikan salat dua rakaat kemudian dia juga membangunkan istrinya dan mengajaknya untuk menegakkan salat Tahajud. Lalu, keduanya larut dalam untaian sujud panjangnya di malam itu."
"Iya," jawab Aliyah, Haidar meneruskan kembali kata-katanya.
"Romantis itu, ketika seorang istri berkata pada suaminya bahwa azan subuh akan segera berkumandang. Lalu, sang suami segera bergegas berangkat berjemaah di masjid setelah menunaikan salat fajar terlebih dahulu. Maka, keduanya menjadi pemenang. Mendapat hadiah lebih baik dari dunia dan seisinya. Kamu ngerti?"
"Iya, tapi sebelum itu boleh 'kan aku meminta hakku sebagai istrimu, Mas?"
"Aku akan memberikannya saat hatiku telah siap sepenuhnya. Bersabarlah! Biarkan saat ini kita mengenal pribadi masing-masing terlebih dahulu. Tidurlah! Jangan pikirkan hal yang aneh-aneh lagi!"
"Iya, aku akan menunggu saat itu tiba, Mas."
Aliyah tidak akan pernah bisa membantah apa yang dikatakan suaminya. Aliyah tahu, saat dia mendesak Haidar, maka suaminya itu akan bersikap cuek.
***
Love you all 😘😘
Banyuwangi, 1 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Surga Yang Dirindukan (Tamat)
RomansaTerkadang dirinya merenung, mengapa hidup bisa berlaku sadis. Tersiksa rindu oleh sang gadis hingga tak tersisa kecuali perih tanpa habis. Angannya melayang pada percakapan imajinari antara dirinya dan dia yang tak pernah terjadi. Ia hanya ingin per...