Happy Reading
Jangan lupa tekan bintang dan komennya, ya!
Follow akun juga boleh.
*****
Selesai dengan segala urusan usaha rent car, Haidar kembali pada rutinitas pengobatan Aliyah. Sementara waktu, Hazimah dan Ilyas dia tinggalkan di kota kelahirannya. Alasan mengapa Haidar tak membawa istri keduanya adalah kesehatan Yana dan juga putranya yang juga masih butuh perawatan.
Minggu ke mingu perkembangan kesehatan Aliyah makin membaik, meskipun penyakit yang bersarang di tubuhnya belum sepenuhnya hilang. Dia masih harus menjalani serangkaian terapi lagi untuk kesembuhannya. Angin segar bagi Haidar karena kesehatan Aliyah mulai membaik.
"Jika kesehatanmu seperti ini terus dalam waktu dekat kanker itu pasti akan lenyap, Sayang." Haidar tersenyum puas saat dokter memberikan grafik peningkatan kesehatan Aliyah.
"Iya, Mas." Aliyah pun sama bahagianya.
Dia sudah tak sabar ingin segera pulang dan bermain dengan Ilyas kembali. Dua minggu tak bertemu dengan anak itu, rasanya sudah kangen berat. Aliyah sudah dibuat jatuh cinta terlalu dalam pada keluguan dan kelucuannya.
"Kenapa senyum-senyum sendiri?" Haidar melirik Aliyah.
"Al sudah kangen banget sama si kecil, Mas. Rasanya sudah lama sekali kita perginya."
"Besok sore kita sudah ketemu dia, Sayang. Setiap hari kalian 'kan sudah bertemu saat video call. Kenapa masih bilang kangen?" Haidar mengacak jilbab istrinya.
"Mas, ih. Jangan gini! Emangnya Mas gak kangen sama Mbak Azza?" goda Aliyah.
"Kok tanyanya gitu? Kalau Mas bilang kangen kamu cemburu nanti." Haidar memencet hidung Aliyah gemas. Dia tahu jika istrinya sudah mode bawel, pertanda kesehatannya mulai pulih.
"Gak lah, Mas. Al tahu, Mas, itu sayang banget sama Mbak Azza demikian sebaliknya. Suami mana sih yang gak kangen istrinya saat pisah cukup lama. Bener gak?" Yang tersirat dari kalimat Aliyah adalah dia menginginkan Haidar dan Hazimah segera dikaruniai momongan.
Haidar, hanya tersenyum. Bagaimanapun juga dia tidak akan mengatakan seberapa besar rasa sayang pada salah satu istrinya. Cukup dia memberikan yang terbaik bagi keduanya. Haidar tak menjawab perkataan Aliyah, dia malah membelokkan arah pembicaraan mereka. "Sayang, kita lihat lokasi yang waktu itu kamu katakan, ya. Jika memang strategis kita bicarakan lagi sama bundanya Ilyas. Semoga dia setuju dengan ide kita."
"Amin, kalau gak salah lihat sih strategis. Cuma kita gak tahu apa pendapat Mbak Azza. Dia lebih pengalaman dan jeli melihat peluang."
*****
Haidar tengah menunggu kedua istrinya berbelanja kebutuhan pokok mereka di sebuah pusat perbelanjaan kota Gandrung ini. Dia duduk dengan Ilyas yang sudah mulai bisa tersenyum dan berceloteh, meskipun tak jelas apa yang dia katakan. Haidar tertawa riang saat bocah kecil itu membalas semua perkataannya.
Tiga hari lalu, Haidar sudah berkumpul kembali dengan keluarganya. Rencana pembukaan cabang baru resto, milik Hazimah urung dilakukan di Ibu Kota propinsi Jawa Timur itu. Istrinya malah menyarankan untuk membuka toko sembako yang menyediakan berbagai macam kebutuhan pokok.
Bukan tanpa alasan Hazimah menyarankan hal tersebut. Resto miliknya yang sudah bisa dikatakan berkembang butuh suplier untuk mendukung kebutuhan bahan-bahan yang diperlukan. Jika membuka satu cabang resto lagi, tentu dia akan kewalahan mengelolanya. Rencana semula cabang resto itu akan dijadikan hadiah saat ulang tahunnya nanti. Namun, pertimbangan-pertimbangannya itu mampu membuat Haidar berpikir kembali. Akhirnya dengan semua persetujuan keluarga dan Aliyah, Haidar memenuhi permintaan Hazimah juga.
Hampir setahun membangun usaha bersama keluarga, Haidar sudah bisa dikatakan berhasil. Sindiran dan nyinyiran para tetangga makin santer bergaung ketika melihat kesuksesannya. Namun, Haidar terus bergerak maju.

KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Surga Yang Dirindukan (Tamat)
RomanceTerkadang dirinya merenung, mengapa hidup bisa berlaku sadis. Tersiksa rindu oleh sang gadis hingga tak tersisa kecuali perih tanpa habis. Angannya melayang pada percakapan imajinari antara dirinya dan dia yang tak pernah terjadi. Ia hanya ingin per...