14. Kenanglah diriku!

958 80 9
                                    

Happy Reading
Jangan lupa follow akun dan komennya di cerita ini ya.
Butuh masukan dari reader tersayang 😁😁

***

Suasana haru pemakaman menyertai kepergian Zafran. Tempat peristirahatan terakhirnya telah tertutup sempurna dengan tanah. Di atasnya pusaranya, bertaburan bunga dan juga tetesan air mata kesedihan orang-orang terkasih, termasuk Haidar.

Hazimah masih tak sadarkan diri saat jenazah suaminya dimasukkan ke dalam keranda. Dia menangis dan menjerit histeris, memanggil-manggil nama Zafran untuk tidak pergi meninggalkannya. Harusnya, dia bisa memahami bahwa kematian bukanlah penghalang dan pemisah baginya dengan Zafran. Kejadian itu, hanyalah sebuah jeda untuknya hingga nanti mereka dipertemukan kembali di surga-Nya.

"Tante, ayo pulang!" Hati-hati Haidar menyentuh lengan Yana. Para pelayat sudah pulang ke rumah masing-masing, tetapi ibunya Zafran masih bergeming di pusara sang putra.

"Biarkan Tante di sini dulu, Nak. Tante masih ingin bersamanya sebentar saja." Tangan kanannya meraba gundukan tanah yang masih basah. "Mengapa secepat ini kamu meninggalkan ibumu, Mas? Apa kamu masih ingat janjimu yang akan merawat Ibu jika sakit? Sekarang, siapa yang akan melakukannya? Kamu tahu Ibu tidak memiliki siapa pun lagi selain dirimu." Haidar yang mendengar ratapannya, meneteskan air mata. Tak tega melihat seseorang yang telah melahirkan sahabatnya itu menangis.

"Tan, bukan hanya njenengan (kamu) yang kehilangan dia. Saya pun kehilangan seorang sahabat terbaik dalam hidup ini. Saya yang akan menggantikan Zafran sebagai penjaga Tante. Mari kita pulang, Tan! Kasihan Hazimah di rumah, dia juga membutuhkan dukungan dari kita semua." Sekali lagi Haidar menyentuh lengan Yana. Yana menatap Haidar sayu, matanya merah berlinangan air yang terus turun tanpa henti.

Ragu-ragu Haidar memegang kedua tangan Yana untuk membantunya berdiri. Tubuh yang sudah mulai menua semakin terlihat lemah dengan kepergian permata hatinya. Haidar memberanikan diri untuk merangkul ibunya Zafran, dia sudah menganggap Yana layaknya sang Bunda.

Suasana rumah Zafran agak lengang ketika Haidar sampai. Para pelayat sudah kembali ke rumah masing-masing. Tinggal keluarga inti mereka yang masih tersisa menemani Haizmah. Beruntungnya saudara-saudara orang tua Zafran hadir untuk memberikan penghormatan terakhir untuknya. Setidaknya masih ada anggota keluarga yang bisa menghibur Hazimah.

"Mbak Yu, istirahat saja dulu," saran bundanya Haidar. Dia dan Aliyah masih setia menanti putranya dari makam.

"Iya, Mbak. Bagaimana keadaan menantuku?" Yana menyandarkan tubuhnya di sofa ruang keluarga.

"Bibi dan pamannya berusaha menenangkan, Mbak. Sedari tadi, dia masih histeris memanggil nama suaminya."

"Kasihan dia, Mbak. Zafran adalah satu-satunya keluarga yang dimiliki, apalagi sekarang Aza lagi mengandung cucuku." Deraian air matanya kembali mengalir.

Aliyah yang duduk di samping mertuanya, mengeratkan pegangan tangannya. Dia hanyut juga dalam kesedihan yang dialami keluarga Zafran. Haidar masih berbincang dengan Paman Zafran. Pembicaraan mereka tampak serius sekali.

Di dalam kamar, Hazimah tak henti menangis. Dia berbaring sambil memeluk foto Zafran, terkadang juga berbicara sendiri dengan benda tak bergerak itu. Bibi Zafran yang menemaninya, hanya mampu memeluk dan mengusap lembut lengan Hazimah. Siapa yang tidak sedih karena ditinggalkan seorang yang disayangi.

Tak sanggup melihat keadaan Hazimah yang begitu terpukul dengan kepergian Zafran. Haidar menutup kembali pintu kamar, niatnya yang ingin memberi dukungan kepada istri sang sahabat agar bersabar, dia urungkan. Tergesa-gesa dia turun menemui bundanya.

Seindah Surga Yang Dirindukan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang