40. Katanya Aneh.

836 84 49
                                    


Assalamualaikum sahabatku semua.
Maaf ya kalau lama gak update cerita ini. Mudah-mudahan masih ada yang nunggu kisah mereka.

Oh ya, aku mau ucapin terima kasih atas semua doa dari sahabat-sahabat utk kesembuhanku. Semoga ke depannya aku makin sehat dan bisa melanjutkan cerita ini lagi.

Happy Reading
Semoga suka dengan part ini

*****

Tri semester pertama kehamilan, Hazimah harus istirahat total. Segala aktifitas, dia limpahkan sepenuhnya pada Haidar sebagai suami. Riwayat kandungan lemah menjadi kekhawatiran tersendiri bagi ibu muda itu dan juga keluarganya. Belum lagi jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan kehamilan pertama.

Memasuki bulan kedelapan kehamilan Hazimah, Haidar sempat dibuat pusing dengan keadaannya. Pasalnya tiap pagi, dia selalu merasakan mual. Dokter mengatakan hal itu wajar terjadi. Terkadang memang ada sebagian lelaki yang merasakan mual-mual saat istrinya tengah hamil.

"Sayang, Mas kok agak aneh, ya," tanya Haidar pada Aliyah saat dia baru pulang mengecek resto.

"Aneh gimana, Mas?" jawab Aliyah. Dia membantu membukakan kancing baju suaminya. Terlihat jelas wajah Haidar yang memucat dari jarak dekat.

"Mas, jadi sering mual dan pengen yang asam-asam terus." Haidar segera masuk ke kamar mandi. Entah mengapa sifatnya pun sedikit berubah menurut Aliyah. Suaminya itu sekarang lebih suka berdandan. Dia selalu ingin tampil rapi dan wangi setiap waktu.

"Kemarin dokter bilang wajar, 'kan karena Mbak Azza sedang hamil?" Aliyah membuka lemari, mencari pakaian ganti untuk Haidar.

Haidar menjawab Aliyah,  tetapi istrinya itu tidak mengerti apa yang dia katakan. Dari luar Aliyah masih mendengar suaminya muntah-muntah, dia menggelengkan kepala. Kasihan juga jika Haidar terus begitu.

"Mas,  kamu gak papa di dalam?" tanya Aliyah disertai ketukan pintu. Haidar masih belum menjawabnya.

Beberapa menit berlalu,  Haidar membuka pintu kamar mandi dengan wajah pucat pasi. Seluruh tenaganya serasa terkuras habis. "Sayang, Mas pengen maem rujak buah yang ada mangga muda, kedondong terus asamnya agak dibanyakin. Seger kayaknya. Di mana, ya, ada yang jual jam segini?" Haidar menelan ludahnya sendiri.

Aliyah menganga tak percaya, sore seperti ini tidak mungkin dagang rujak masih ada yang buka. "Mas aneh, deh. Dah sore tutup semua yang jual rujak."

"Apa kita beli buahnya di ...." Haidar menyebutkan sebuah nama pusat perbelanjaan terbesar di kotanya.

"Terus?" tanya Aliyah penasaran.

"Biar bundanya Ilyas yang bikinin. Dia 'kan jago bikin begituan. Waktu itu Mas sempat lihat kalian berdua makan rujak buatannya, tapi pas mau minta dibilang habis." Haidar mengerucutkan bibirnya lucu. Aliyah sedikit geli dengan reaksi suaminya yang seperti anak kecil.

"Jadi, iri ceritanya?" goda Aliyah.

"Iyalah. Mas juga pengen,  Sayang." Haidar memakai pakaian yang diberikan Aliyah, menyemprotkan parfum keseluruh badannya, lalu tersenyum manis pada sang istri.

"Genit, ih, ayahnya Ilyas." Aliyah mencubit lengan Haidar pelan disertai tatapan geli dengan sikapnya.

"Al, ayo kita beli buah-buahan. Mas pengen banget ini," rajuk Haidar.

"Mas, ih. Dah sore juga masak mau maem rujak, sih." Aliyah meninggalkan suaminya.

"Mas mau telepon bundanya Ilyas dulu. Tak suruh nyiapin bumbu rujaknya. Awas aja nanti minta!" ancam Haidar pada Aliyah. Istri pertamanya itu, hanya tersenyum dengan ancaman sang suami.

Seindah Surga Yang Dirindukan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang