Robert mendarat keras dengan sikunya terlebih dulu keatas trotoar yang keras dan dingin. Rasa nyeri yang amat sangat langsung menghujam sekujur tubuhnya.
Peluh mengalir deras dari wajah Robert yang ternoda jelaga. Pakaiannya berbau hangus terbakar, sebagian kulit di kepalanya melepuh dan ia berjalan tanpa alas kaki. Siapapun yang melihat dirinya saat ini pasti akan merasa heran, atau mereka mungkin bakal langsung menelepon petugas seperti layaknya warga negara yang baik ketika mereka melihat seorang pria mencurigakan berkeliaran tengah malam di jalan sambil membawa seorang bayi yang sedang menangis.
Sambil menahan rasa sakit Robert memeluk bayinya lebih erat lagi, membuainya sejenak untuk meredakan tangisannya.
Dengan was-was Robert mengedarkan pandangan ke sekeliling. Takut seseorang mungkin akan mendengar tangisan putrinya kemudian mendatangi mereka.
Ia tak bisa membiarkan hal itu terjadi, tidak di saat orang-orang yang mengejar mereka mungkin masih berada di belakangnya.
Putrinya kembali merengek dan meronta dalam gedongannya, seolah menyerap kegelisahan yang Robert rasakan, wajah putrinya juga turut memancarkan rasa takut yang sama. Tangan mungilnya menggapai-gapai liar di udara.
"... jangan khawatir, ayah tak akan membiarkan sesuatu yang buruk menimpamu," ia berbisik sambil terus melangkah menyusuri sudut jalan yang lebih gelap, berjalan terseok-seok di antara gang sempit yang memisahkan jalanan utama Grove St dengan pemukiman warga.
Beberapa lampu rumah masih menyala. Kedai dengan papan neon box di depan etalase-nya yang bertuliskan Johnny's Grill berkedip-kedip nyaris padam. Robert menyimpang dan menyeberang ke sisi lain jalan itu ketika ia melihat ada beberapa anak muda yang sedang nongkrong di depan sebuah bangunan gedung dua lantai yang terbengkalai. Mereka memang tak memerhatikan dirinya, namun Robert tak ingin mengambil risiko dikenali.
Ketika sampai di ujung jalan Robert mendapati sebuah bangunan bergaya Jacobean. Halaman depannya ditanami pohon ek besar yang rindang. Pada plakat besi yang menempel di pintu gerbangnya tercetak dengan huruf tebal yang bertuliskan "PANTI ASUHAN EMERALD PRIORY"
Untuk beberapa saat Robert hanya berdiri di sana, memandangi bangunan di hadapan mereka dengan kedua mata berkaca-kaca, kemudian ia menunduk melihat putrinya yang ada dalam gedongannya.
"Kau harus tahu, bahwa ayah sangat menyayangimu, lebih dari apapun di dunia," Robert mengusap pipi montok putrinya yang memandanginya dengan wajah bingung.
"Namun Emily... bila kita tetap bersama, orang-orang itu akan menemukan kita, lalu mereka akan membawamu pergi,"
"... maaf," Robert menunduk dan mencium kening putrinya dengan gemetar, ia membiarkan bibirnya tetap di sana. Air mata bergulir dari sudut matanya lalu menitik ke wajah putrinya ketika ia memejamkan mata.
Robert memeluk putrinya erat-erat, membiarkan emosi menguasainya selama beberapa waktu hingga dia akhirnya mampu mengendalikan diri dan menatap wajah putrinya.
"Jangan takut Emily, ayah berjanji, mereka tak akan pernah menemukanmu."
********
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The Beast : "Dark Fortress"
RomanceSuatu pagi Baron Dimitri Lurie yang tengah diselidiki karena keterlibatannya atas bencana ledakan tambang yang meluluh lantakkan seluruh desa, ditemukan tewas bunuh diri di kamar tidurnya. Kematiannya membuat anak laki-lakinya, Matthias, menyimpan d...