Kini Fanny sudah harus pulang dari sana, walaupun hatinya tidak kuat untuk pergi dan meninggalkan Claude.
Ia masih ingin terus bersama Claude bahkan dia pun juga begitu, namun tidak mungkin Claude pindah kesana karena tempat ini adalah tempat yang paling nyaman baginya.
Dan tidak mungkin bila Fanny harus meninggalkan Moniyan Empire hanya untuk bersama kekasihnya, mereka belum menikah jadi tidak apa jika harus terpisah oleh jarak.
Claude berjanji pada Fanny untuk menikahinya suatu saat nanti, dan Fanny akan terus memegang janji Claude itu.
"Nah sekarang waktunya kau untuk pulang Fanny" Claude mendekati Fanny kemudian memeluknya dan mencium keningnya, Fanny memeluk Claude dengan erat ia tak ingin pergi lagi dan harus datang kesana di saat kesibukan melandanya.
Sebenarnya Claude mengerti bahwa Fanny sedang menahan tangisnya karena jika ia menangis mungkin saja Fanny merasa malu karena dirinya yang termasuk pasukan Lightborn Chevaliers ternyata cengeng, Claude berbisik pada Fanny "Jika kau ingin menangis maka menangis lah, jangan kau tahan sendiri..."
Ia pun segera menggeleng dengan cepat dan menarik tangan Claude untuk mengantarkannya pulang, yah jika Fanny pergi sendiri lagi ia takut jika terjadi sesuatu padanya.
Dalam sekejap kini Fanny dan Claude sudah sampai di pedesaan yang dekat dengan istana Moniyan, Claude langsung melambaikan tangannya dan meninggalkan Fanny.
Fanny dengan berat hati harus melepaskannya lagi dan kini ia mulai terbang agar lebih cepat sampai di istana Moniyan, sesampainya disana ia langsung berlari menuju kamarnya.
Setelah masuk ke dalam kamar ia langsung membanting pintu menutupnya dengan keras lalu menjatuhkan dirinya ke atas ranjang dan menutup wajahnya dengan bantal miliknya, ia menangis... Sendirian... Tanpa suara namun air matanya mengalir deras... Seperti para wanita pada umumnya.
"Braghh"
Tigreal mendengar suara pintu yang di tutup dengan keras, jika di dengar seperti nya suara itu berasal dari kamar Fanny.Dirinya merasa bahwa Fanny pasti sudah kembali dan rasanya ia ingin menghampiri nya untuk memastikan keadaannya, namun ketika mendengar suara pintu yang di tutup dengan keras itu Tigreal merasa bahwa Fanny pasti sedang merasa kesal bercampur dengan sedih.
Pada akhirnya Tigreal memutuskan untuk membiarkannya agar ia bisa menenangkan dirinya terlebih dahulu, jika seorang wanita menangis dan ada seseorang yang masuk kedalam kamarnya biasanya mereka menahan tangisnya dan berusaha tuk terlihat baik-baik saja.
Namun Tigreal akan membiarkannya menangis untuk mengeluarkan semua rasa sedih dan beban hidupnya agar ia merasa baikan, Tigreal yang baru saja selesai makan siang itu kemudian berjalan pergi kembali ke kamarnya.
Fanny di dalam kamar masih menangis dan menjerit sekeras mungkin namun agar jeritannya itu tidak terdengar ia menutupi wajahnya menggunakan bantal miliknya, ia pun mulai merasa lapar karena belum makan siang namun rasanya ia masih ingin berada di kamarnya tuk terus menangis selama yang ia mau.
Setelah beberapa saat ia menangis akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke meja makan dan mengambil makanan yang ada di sana karena perutnya kini sudah terasa sangat lapar, ia pergi ke kamar mandi terlebih dahulu kemudian mencuci wajahnya lalu barulah ia pergi menuju meja makan.
Ia hanya memakan sedikit makanan bahkan jauh lebih sedikit dari biasanya karena sepertinya nafsu makannya kini telah hilang, akan tetapi ia tetap harus makan dan mengisi perutnya walau hanya sedikit.
Saat tengah makan tiba-tiba saja Silvanna dan Granger juga masuk ke dalam ruang makan, Silvanna melihat Fanny yang sedang duduk sendirian disana kemudian menghampirinya.
Sebenarnya meja makan itu sangatlah luas namun semua orang yang berada di dalam istana jarang sekali makan bersama-sama, mereka makan semau mereka sendiri seperti ada yang makan lebih cepat atau lebih lambat dari waktu makan siang.
Pelayan pun juga boleh memakan makanan yang di sediakan di meja makan itu setelah Silvanna merubah peraturan disana, sebenarnya ayahnya sudah turun tahta dan Silvanna lah yang harus menggantikannya namun Silvanna masih sering meninggalkan istana sesuka hatinya.
Silvanna berlari menghampiri Fanny, ia merasa ada yang janggal dengan Fanny saat ini.
Ia melihat mata Fanny yang sembam sepertinya ia baru saja menangis sedangkan Granger tidak perduli dan langsung duduk kemudian mengambil makanan yang berada di meja makan.
Karena sebuah rasa penasaran akhirnya Silvanna pun memutuskan untuk langsung bertanya pada Fanny "Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Apa kau menangis? Apakah kau baik-baik saja?"
Tentu saja mendengar pertanyaan itu air mata Fanny langsung mengalir kemudian ia berusaha menahannya lagi namun tidak bisa, jika seorang tengah menahan tangis dan ada orang lain yang menayangkan 'apa kau baik-baik saja?' malah pertanyaan itulah yang membuat air mata yang terbendung itu langsung mengalir deras.
Fanny menoleh ke arah Silvanna dan langsung memeluknya, Silvanna pun memeluk Fanny dan membiarkannya menangis dalam pelukannya.
Sedangkan Granger merasa iri pada Fanny yang mendapatkan pelukan erat dari Silvanna itu bahkan Silvanna menenangkannya "huh aku juga ingin Silvanna seperti itu padaku, apakah nanti aku harus berpura-pura menangis agar ia bisa mendapatkan pelukan hangat itu ya?" Batinnya, ia pun menggeleng dengan cepat.
Bagaimanapun Granger adalah seorang pasukan Lightborn Chevaliers dan juga seorang pria, tapi demi sebuah pelukan mungkin itu tidak apa jika ia lakukan.
Silvanna kini sedang berusaha tuk memenangkan Fanny, "Fanny... s Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Ceritakan saja padaku... Mungkin saja dengan kau menceritakan semuanya hatimu akan merasa sedikit lebih tenang" sepertinya dalam dua hari sebelumnya ia mengalami hal-hal yang sulit.
"Aku hanya ingin Claude disini... Bersamaku... Karena terpisah jarak yang jauh dari tempat ini... Mengapa Silvanna? Mengapa aku tidak bisa bersamanya" Fanny menangis lagi, mengeluarkan semua yang telah ia tahan seharian ini.
Ia pun mempererat pelukannya dan menghapus air mata Fanny, "makanlah... Kau pasti sangat lelah dan masih merasa lapar bukan? Lihatlah kau makan jauh lebih sedikit dari biasanya" ucap Silvanna.
Fanny mengangguk tanda jawaban 'iya' jadi Silvanna pun mengambil kan makanan lagi untuk Fanny kemudian menyuapinya, Silvanna sudah menganggap Fanny seperti saudarinya sendiri.
Granger yang sedari tadi memantau Silvanna dan Fanny dari kejauhan kini pun mulai terpikir untuk berpura-pura menangis agar Silvanna memperlakukan nya seperti itu, akan tetapi tidak mungkin ia berbohong pada Silvanna dengan cara seperti itu.
"Terimakasih Silvanna... Untung saja kau ada disini..." Fanny merasa kini bebannya sudah sedikit berkurang dan merasa adanya ketenangan saat bersama Silvanna, walaupun Silvanna terkadang sibuk dengan urusannya yang sangat banyak akan tetapi ia selalu mengabaikan itu semua demi orang terdekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silvanna : The Royal Knight
FantasySiapa sangka seorang gadis bisa menjadi seorang kesatria pemberani dan pantang menyerah, Silvanna menjadi seorang kesatria karena ia ingin menyelamatkan adiknya Dyrroth dan membawanya kembali ke kerajaan. Terus berlatih untuk menjadi kuat agar ia bi...