Menggapai Suhaa 2: Nomor Telepon

163 16 14
                                    

Setelah berlari sejauh sepuluh meter dari Panti Asuhan, mereka sempat berhenti untuk menetralkan napas mereka yang terengah-engah akibat berlari.

Leya sendiri malah makin tambah sesak karena Suhaa yang masih belum melepaskan tangannya. Sungguh sesak yang dirasakan oleh Leya adalah yang terbaik, ia merasa sangat senang.

Melihat ekspresi Leya tampak kesenangan, Suhaa menatap bingung sambil memiringkan kepala. Leya tampak menunduk sambil cengar-cengir sendiri dengan malu.

Masih bingung dengan tingkah Leya, Suhaa berusaha mencari tahu apa yang membuat gadis imut itu merasa senang sendiri. Dilihatlah tangan mereka yang masih bertaut membuat Suhaa langsung sadar.

Dengan cepat ia menarik kembali tangannya lalu berjalan ke samping untuk menjaga jarak dari Leya. Wajah Suhaa sudah mulai memerah karena malu, ia sama sekali tidak menyadari kalau tangan mereka berdua masih bertaut.

"Ih, kok di lepasin. Suhaa gak suka gandengan sama Leya?" dengan ekspresi lucu dan menggemaskan, Leya menatap Suhaa kesal dan kembali mendekat ke arah lelaki rupawan di sampingnya.

Bukannya menjawab, Suhaa malah berjalan ke arah samping lagi untuk menjaga jaraknya dengan Leya yang terus-menerus mendekat. Ia tidak suka situasi dimana ia merasa sangat canggung, apalagi bersama Leya.

Karena kekesalan yang memuncak, Leya spontan meraih lengan Suhaa dan menggandengnya. Di saat yang bersamaan, Suhaa terkejut namun tidak menarik kembali tangannya.

"Jangan jauh-jauh terus, Suhaa tadi bilang bakal nganterin Leya pulang, kan?" meski terkesan sangat menyebalkan, Suhaa sama sekali tidak mempermasalahkan tingkahnya. Karena Suhaa tak pernah mengatakan bahwa ia terganggu dengan tingkahnya.

"Kapan gue bilang bakal nganterin lu pulang? Gue gak pernah bilang gitu ya." Alis Suhaa berkerut dalam karena merasa tidak pernah mengatakan untuk mengantar Leya pulang.

"Anterin aja ish, lagian cuma jalan kaki doang loh, kita juga se arah. Yuk pulang," dengan senyuman yang terukir di wajahnya, Leya memaksa Suhaa untuk jalan berdampingan bersamanya.

"T-tunggu.. hei!" Tidak sempat menolak, Suhaa sudah berjalan setengah diseret oleh Leya untuk ikut berjalan di sampingnya. Sejujurnya Suhaa juga tidak bisa menolak, karena memang sudah seharusnya mereka jalan bersama menuju ke rumah mereka masing-masing.

Langkah mereka serempak menapak ke tanah, keduanya berjalan berdampingan sambil berpegangan tangan. Sejujurnya Suhaa sama sekali tidak membenci perlakuan Leya padanya.

Meski kesan pertama Suhaa pada Leya adalah gadis yang menjengkelkan karena sering mengganggunya, tapi seiring berjalannya waktu, Suhaa sudah terbiasa dengan gangguan yang mengelilinginya, dan hal itu sama sekali tidak mengganggu Suhaa.

Sepertinya kedepannya Suhaa akan menyukai semua momen saat bersama Leya, semua waktu yang ia habiskan bersama Leya, mungkin bisa membuatnya handal dalam bersosialisasi.
***
***
Tepat di depan rumah sederhana Leya, mereka berdua berdiri saling berhadap-hadapan untuk mengucapkan sampai jumpa besok.

"Suhaa mau mampir gak? Pasti mama senang ketemu kamu," sambil berbasa-basi sebelum masuk ke dalam rumah, Leya berusaha lebih mendekatkan diri kepada Suhaa untuk mencari cara agar Suhaa bisa bertemu dengan orangtuanya.

Suhaa menggeleng. Ia baru pertama kali melihat rumah Leya, baginya itu sudah cukup. Ia tak boleh membuat gosip tak sedap mengenai Leya, bagaimana jika para tetangga menganggap Leya dan dirinya adalah sepasang kekasih?

Tak ia sangka jika rumah milik Leya cukup dekat dari kos-kosan yang saat ini menjadi tempat bernaung bagi Suhaa. Kira-kira butuh lima menit untuk sampai ke kos-an Suhaa jika naik motor dari tempat Suhaa berdiri.

Menggapai Suhaa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang