Menggapai Suhaa 6: Satria

68 10 1
                                    

Cuaca begitu panas di hari minggu, padahal hari minggu adalah hari yang sangat bebas bagi Leya. Di tambah ia bisa pergi kemanapun tanpa larangan dari siapapun dan bebas membeli apapun untuk dirinya sendiri.

Itulah yang di lakukan Leya saat ini, tengah berdiri sambil melihat-lihat area kawasan rumahnya. Biasanya di hari minggu akan sangat banyak pedagang kaki lima yang menampakkan diri agar jualannya di beli oleh konsumen.

Benar saja, di depan rumah Leya sudah ada pedagang bakso bakar yang menunggu jualannya habis di beli oleh orang-orang sekitar. Dengan suara khas yang menggelegar untuk menarik perhatian orang, Mang Juki berteriak dengan kencangnya.

"Bakso bakarrrrrr.. bakso bakarrrrr.." teriakan itu begitu khas dan sangat indah di dengar bagi telinga Leya yang menyukai akhiran teriakan itu, ada banyak huruf 'R' di belakangnya.

"Mang, beli sepuluh tusuk!" Leya menghampiri mang Juki sambil berkalimat dengan nada suara yang di pertinggi.

"Siap neng. Btw, mamanya ada neng?" Mang Juki berbasa-basi sambil mempersiapkan bakso bakar pesanan Leya yang merupakan pelanggan setianya.

"Mama saya ada kok, mamang masih nggak nyerah lamar Leya, toh.. kan dah di bilang, Leya masih harus sekolah dulu," jawab Leya dengan santai.

Ia tahu jika mang Juki ingin melamarnya sejak Leya masuk SMA. Tetapi tentu saja keluarga Leya menolak tegas dengan alasan jika Leya masih kecil dan harus fokus pada sekolahnya.

Meskipun mang Juki masih terlihat muda, tetapi perbedaan umur mereka bisa di bilang sangat jauh. Saat ini mang Juki berumur 33 tahun sementara Leya berumur 18 tahun, kira-kira perbedaan umur mereka sekitar 15 tahun.

"Ya mau gimana lagi neng, eneng kan cantik terus punya ilmu yang banyak. Mamang juga tau loh kalau neng Leya tuh selalu di tembak sama cowok di sekolah," ujar mang Juki untuk membalas kalimat Leya.

Pernyataan itu memang benar. Leya pernah mendapat pernyataan cinta dari berbagai macam lelaki sebanyak tiga kali dalam sehari, bahkan Leya pernah mendapat pernyataan cinta sehari sekali selama seminggu penuh.

Leya menghela napas singkat. Ia lalu menepuk bahu mang Juki dengan pelan dan sopan, "Mamang pasti bisa dapet istri secepatnya, berdoa aja sama yang kuasa."

Percakapan mereka berakhir, Leya juga telah menerima bakso itu dan telah selesai membayarnya, "Makasih neng," ucap mang Juki setelah menerima uang pemberian dari Leya.

Leya hanya mengangguk sopan menanggapi kalimat mang Juki, "Hati-hati ya dek, jangan main ke jalan raya," ucap Leya kepada beberapa anak-anak yang tengah mengantri untuk membeli bakso bakar mang Juki.

Saat Leya baru ingin masuk ke dalam rumah, belum sempat berbalik dari tempatnya, ia melihat Suhaa tengah melintas cepat di atas motornya.

Dengan kening berkerut Leya bertanya-tanya dalam hatinya, "Suhaa kemana ya, kok gak nyapa Leya?"

Kembali Leya menghela napas singkat setelah motor Suhaa sudah tak kelihatan lagi, ia lalu melangkah masuk ke dalam rumah dan menghilang di balik pintu yang telah tertutup.
***
***
"Makan..," Suhaa meletakkan satu piring nasi goreng ke atas meja makan tepat di hadapan adik perempuannya, Amara.

Amara Putri Adiratna, gadis cantik berumur 14 tahun yang menjadi adik kesayangan seorang Suhaa, lelaki yang dingin kepada siapapun tentu saja bisa menjadi hangat jika bersama adiknya.

"Makasih, Abang gak makan?" sebelum memakan makanannya, Amara bertanya terlebih dahulu kepada kakak lelakinya.

"Abang udah makan sebelum jemput Ara. Udah, jangan banyak tanya.. makan cepet!" balas Suhaa dengan tergesa-gesa.

Sudah satu jam yang lalu Suhaa kembali pulang bersama adiknya. Ia menjemput sang adik se-jam yang lalu saat ibu mereka tidak terlihat di rumah.

Bahkan Suhaa sudah menyiapkan kamar untuk adiknya, ia juga sudah mempersiapkan segala sesuatu tentang kebutuhan Amara sebelum ia menjemput adiknya.

Saat masih memandangi adiknya makan dengan lahap, ponsel Suhaa tiba-tiba berbunyi. Segeralah ia meraih ponsel dari saku celana dan melihat siapa yang telah menelponnya.

Lekaslah Suhaa mengangkat panggilan itu ketika tahu Leya-lah yang telah menghubunginya, "Kenapa, hm?"

"Tadi Leya liat Suhaa lewat. Kenapa Suhaa nggak nyapa Leya? Padahal jelas-jelas Leya keliatan pas beli bakso bakar di depan rumah," dengan cepat Leya berseru kesal kepada Suhaa.

"Gue gak liat, lu kependekan. Gue cuma liat mang Juki aja, gak liat ada lu." Tentu saja Suhaa mengatakan itu tanpa ada bumbu kebohongan sedikitpun. Leya sama sekali tidak terlihat saat ia melintas tadi, mungkin saja tubuh gadis manis itu dihalangi oleh tubuh mang Juki dari samping.

"Ngemeng-ngemeng Suhaa ke mana? Gak biasanya Leya liat Suhaa pergi pas hari minggu," kembali Leya bertanya, kali ini ia sudah memelankan suaranya.

"Gue jemput adek gue, lain kali gue kenalin ke elu," dengan cepat, Suhaa menjawab jujur. Tidak ada alasan juga ia harus berbohong mengenai ini, kan?

"Mmm gitu ya.. yaudah deh, Leya tutup dulu ya, pengen belajar dulu," Leya menjeda kalimatnya sambil berdehem, "Nanti malam telponan lagi ya, bye Suhaa."

Setelah panggilan itu berakhir, Suhaa naik ke kamar sambil membawa koper dan beberapa barang yang di bawa oleh adiknya, "Kalau mau keluar, bilang ke abang dulu.. abang ke kamar dulu."

"Siap bang!"
***
***
Sore itu, Leya baru saja selesai mandi setelah belajar seharian penuh untuk mempersiapkan dirinya menghadapi ulangan akhir semester ganjil.

Hari-hari Leya lalui dengan belajar dan terus belajar entah ia berada di sekolah maupun di rumah. Sebenarnya Leya tak terlalu menyukai belajar, ia hanya di tuntut agar ia menguasai semua bidang.

Ketika hendak membuka lemari pakaian ia terhenti karena suara dering ponsel miliknya. Segeralah ia meraih ponsel itu dan melihat siapa yang menghubunginya.

Satria

"Kenapa dek?" dengan cepat Leya mengangkat panggilan itu tak berniat membuat Satria menunggu.

"Minggu depan Raka pulang ya kak, soalnya Raka libur seminggu..," ujar Satria dari balik ponsel milik Leya.

Raut wajah Leya mulai khawatir, ia tak bisa membiarkan adiknya pulang ke rumah minggu depan, "Mm.. lain kali aja ya dek, jangan minggu ini."

"Emang kenapa? Ayah di rumah, ya?" Kembali Satria berkalimat, kali ini ia bertanya mengenai ayah mereka berdua.

"E-enggak, ayah pulang minggu depan..," Leya menggigit bibir bawahnya dengan gugup lalu menghela napas pelan, "Gak usah datang dulu ya dek, kamu kan tau sendiri ayah gimana."

"Gak apa-apa, Raka bakal dateng. Raka pengen ketemu mama sama kakak... pokoknya Raka Dateng minggu depan. Udah ya kak, Raka tutup dulu, jangan lupa kasih tau nama."

Baru saja ingin mencegah adiknya dengan berbagai alasan, panggilan itu telah dimatikan oleh Satria terlebih dahulu.

Mengapa adiknya begitu tidak mengerti dengan apa yang di katakannya. Leya benar-benar khawatir jika Satria bertemu dengan ayah mereka berdua.

Padahal Satria sudah tahu jika ayah mereka tidak akan membiarkan kekurangan apapun pada mereka berdua.

“Kalian berdua harus sempurna di sisi manapun."

Kalimat itu masih terbayang-bayang di kepala Leya dan kembali mengingatkan hari dimana semuanya kacau, hari dimana semuanya hampir rubuh, hari dimana senyuman adik lelakinya hilang dan tak pernah kembali.

Padahal mereka berdua sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi pada akhirnya mereka kembali ke titik dimana mereka terkurung di sebuah ruangan yang sangat.. mengerikan.

Dunia kembali menguji mereka berdua, menguji kesabaran mereka berdua dalam menghadapi hal yang sudah ada di depan mata.
***
***
Jangan lupa untuk meninggalkan jejak ya:>

Menggapai Suhaa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang