Ketika Leya sampai di rumah, betapa terkejutnya ia melihat sang ayah telah duduk di sofa sambil menikmati teh di siang hari.
Saat ini, Leya telah duduk di samping ayahnya sebelum naik ke kamar untuk mengganti seragamnya. Padahal ia ingin istirahat begitu sampai di rumah, tetapi yang di inginkan Leya tidak akan terjadi karena kedatangan ayahnya.
Tiba-tiba saja sang ayah datang menampakkan diri setelah pergi bekerja selama sebulan di kota lain dan meninggalkan istri juga anaknya.
Padahal mereka di beritahu jika sang ayah pulang minggu depan, tetapi sang ayah malah pulang lebih cepat dari yang di harapkan.
"Papa kapan pulang." Leya bertanya dengan nada sopan sambil menundukkan pandangannya.
Agraham langsung kesal saat mendengar kalimat yang di lontarkan oleh Leya. Agraham melempar koran yang tadinya ada di tangannya ke meja hingga membuat cangkir teh yang ada di meja terjatuh mengenai paha Leya.
"Udah berapa kali saya bilang, jangan panggil saya dengan sebutan 'Papa'. Kamu nggak ada rasa sopan sama sekali ya," ucapnya sambil berdiri dari posisi duduknya.
"M-maaf Ayah, Leya lupa." Leya dan juga adiknya telah di ajari agar menjaga etika nya ketika berhadapan dengan sang ayah yang sangat tegas kepada mereka.
Agraham meraih lengan Leya dengan kasar dan menyeretnya ke arah kamar, "Kamu harus di kasi tau apa itu sopan santun."
~
Di dalam kamar sang ayah, Leya di minta untuk duduk diam di kursi belajar dan berhadapan dengan sebuah buku di atas meja."Kerjakan soal matematika di halaman 26 sampai 34. Satu kali salah, ini kena punggung kamu." Agraham memperlihatkan beberapa benda yang di pakai olehnya ketika mengajar anaknya. Sebuah rokok, lilin, dan bambu yang tipis.
Dengan cepat Leya membuka buku tebal itu dan melihat satu persatu soal yang di berikan oleh ayahnya. Lagi-lagi pelajaran untuk remaja yang sudah masuk universitas, tidak mungkin Leya bisa selesai mengerjakan soal itu dengan sempurna.
Menit demi menit berlalu, soal yang di kerjakan oleh Leya belum terjawab sepenuhnya. Sisa 4 soal lagi, tetapi kapasitas kepala Leya ada batasnya, ia sama sekali tidak bisa berpikir jernih saat melihat angka-angka yang ada di buku.
"Kenapa kamu berhenti? Ayo cepet!" Punggung Leya di dorong-dorong hingga beberapa kali agar tangan Leya bisa kembali bergerak untuk menjawab soal-soal itu.
"M-maaf, yah. Leya nggak bisa..," ujar Leya pasrah, ia benar-benar bingung melihat soal yang bahkan tidak pernah terlihat di buku pelajaran sekolahnya, bagaimana mungkin ia bisa menjawab soal itu!
Agraham mengeraskan rahangnya, ia begitu kesal ketika putrinya tidak bisa mengerjakan tugas yang terlihat sangat muda baginya.
Segeralah Agraham meraih satu batang rokok dan membakarnya dengan korek gas yang ada di sakunya, "Kamu harus dapat hukuman."
"J-jangan di lengan.. teman-teman Leya bisa liat, d-di punggung aja...." Leya segera melepas seragamnya begitu juga dengan kaosnya dan membiarkan punggungnya terlihat oleh mata ayahnya.
Di punggung Leya masih terdapat beberapa bekas siksaan sebulan lalu yang di berikan oleh ayahnya sebelum sang ayah pergi ke kota lain untuk bekerja.
Dengan cepat Agraham menempelkan rokok menyala itu ke punggung Leya beberapa kali dan menggantinya dengan cairan lilin panas.
Agraham kembali meneteskan cairan lilin panas itu ke punggung Leya tanpa ampun, "Ini semua demi kebaikan kamu, demi masa depan kamu."
Leya hanya diam menunggu sambil terus mencengkram rok abu-abu miliknya. Ia tak berteriak atau menangis, itu semua karena ia sudah terbiasa mendapat siksaan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menggapai Suhaa (END)
RomanceWARNING! (Peringatan!) Please everyone who sees this, please stop and never plagiarize/copy other people's work!!! I beg you so much! whoever it is! (Siapapun yang melihat ini, tolong berhenti dan jangan pernah menjiplak/menyalin karya orang lain...