35. Tugas

205 81 2
                                    

Noah dan Jaden melawan menggunakan benda berharga, Kakek melawan dengan tongkat dan Noah melawan dengan pedang yang ia temukan di kamar.

Noah sudah terlihat seperti putra mahkota di sebuah kerajaan. Tinggal mahkotanya saja.

Jaden khawatir. Takut hal yang dulu terulang kembali.

"Noah, kau duduk saja. Bermainlah dengan Yoshi. Tiga hari Yoshi terus merengek padaku meminta agar bertemu dengan ayahnya," ucap Jaden.

Noah menghela nafas, "Orang-orang ini terlalu aktif. Mereka menyerang dari sisi manapun, aku bisa tertusuk seperti kemarin kalau lengah."

Jaden tersenyum, terakhir, ia menendang orang didepannya dan berjalan ke arah Noah. Kemudian ia melindungi dirinya dan berjalan mundur, "Pergilah. Pangeran kecilmu pasti sangat merindukanmu."

Noah menganggukkan kepalanya. "Pastikan Tuan Holland dan Kakek tak terluka, ya!"

"Siap, Pangeran!"

Lelaki itu menunduk dan keluar dari area pertarungan. Ia berlari ke arah ruang makan dan tak melihat siapapun di sana. Kakinya dilangkahkan ke arah ruang makan dan melihat tempat itu kosong.

"JADEN! ANAK—"

"AYAH!" teriak seorang anak kecil yang muncul dari bawah meja. Ia merentangkan tangannya dan berlari ke arah Noah.

Noah tertawa bahagia dan langsung menggendong anaknya. Ia mencium pipi Yoshi berkali-kali sampai anak itu menutup pipinya dengan tangannya. "Jangan dicium terus!" tegurnya.

Noah terkekeh, ia menggigit pipi Yoshi dan bertanya, "Kangen sama Ayah gak?"

"Kangen banget!" jawab Yoshi.

"Kalau ayah sih gak kangen."

"Ya udah kalau gak kangen," ujarnya dingin dan meronta-ronta untuk dilepaskan. Ceritanya marah pada sang ayah, tapi Noah tak menurunkannya sama sekali.

Ia berjalan ke arah meja dan menunduk melihat anak-anak yang lain. Tak ada siapapun disini. Ia mencari benda yang mungkin bisa membuat mereka tak terlihat.

Matanya menangkap sebuah tombol berwarna merah yang menyatu dengan tanah. Noah mengernyit, sejak kapan ada tombol seperti ini di ruang makan?

Yoshi berjalan ke arah tombol tersebut dan memencetnya. Begitu tangga terlihat, lelaki itu terjatuh ke bawah dan menggelinding ke lantai dasar. Anak-anak yang ada di sana menganga melihat si tampan menggelinding dengan tidak estetik.

Noah bangun, ia menggelengkan kepalanya guna menghilangkan rasa pusing. Sang anak turun dengan pelan sambil memegang pembatas, terlihat begitu imut.

Kepalanya beralih menatap sepuluh anak manusia yang sedang asyik melihat-lihat ruangan ini. Ada yang memutar-mutar hologram gambar bumi, ada yang menonton film lewat hologram tv, terlihat seperti teknologi di masa depan.

Noah berjalan lebih dalam, ternyata tempat ini sangat luas. "Benda ajaib milik siapa?" tanyanya.

"Keita." jawab Winter sambil menunjuk si pemilik. Noah mengikuti arah tunjuk Winter dan mendapati Keita sedang anteng memakan kripik kentang favoritnya.

"Ini siapa yang nyetel film kartun?" tanya Noah.

"Siapa lagi kalau bukan bocah-bocah TK ini?" sahut Yuna sambil menatap Yoshi yang berjalan ke arah kursi yang ada di depan tv.

Terdapat dua anak kecil. Nayun dan Yoshi. Mereka terlihat akur. Nayun juga seakan tak terganggu dengan keberadaan Yoshi, gadis kecil itu anteng dengan tv besarnya.

"Benda ajaib terkuat yang pernah diciptakan. Benda ini gak bakal roboh meskipun ada beribu-ribu ton benda berdiri di atasnya dan dilengkapi penahan peluru," jelas Noah.

"Kadang ruangan ini naik ke permukaan tanah, musuh yang melihatnya akan langsung menembak tempat ini. Dan takkan terdengar suara peluru apalagi peluru itu mengenai kalian, tempat ini benar-benar aman," lanjut Noah.

×××

Saat Arnius kembali, orang-orang itu tiba-tiba menghilang. Entah kenapa. Ketika Arnius tak ada, mereka ada.

Sekejap ada, sekejap tak ada.

Macam pelangi.

Mereka semua diam. Menunggu kelanjutan kelakuan dari Arnius. Kali ini, apa yang otak licik lelaki itu pikirkan?

Yang ditunggu tiba, Arnius tersenyum miring. Tak lama kemudian di sampingnya terdapat beberapa orang yang menangis, badannya diikat oleh tali, dan mulutnya dibekap oleh kain. Kenapa mereka menangis? Tak ada benda apapun yang menyakiti mereka.

"Arata, kau kenal mereka?" tanya Arnius. Mendengar suara yang familiar, sepuluh robot itu menoleh dan mendapati Arnius sedang menatap tajam ke arah Kakek.

Kakek terdiam, pandangannya terpaku pada orang-orang itu. Orang yang selama ini dirindukannya, anak-anaknya.

Kakinya melangkah maju untuk menggapai mereka, tapi Arnius menahan dengan cara menyerang Kakek. Tubuh Kakek serasa seperti disetrum oleh tegangan yang kuat. Dirinya terjatuh dan kemudian memegang dada kirinya.

Terdengar suara berisik dari arah belakang, mereka semua menoleh ke belakang dan mendapati sebelas anak manusia—termasuk Yoshi—menatap Kakek khawatir.

"Kenapa kalian ke sini?!" tanya Holland. Ia tak mau anaknya terluka.

Mereka yang kaget mendengar ucapan Holland mendadak gugup. Tapi dengan berani mereka menjawab, "Tentu saja untuk membantu kalian menyelamatkan Distopia." jawab salah satu dari mereka, Mahiro.

"Kalian.. bagaimana kalau kalian terluka?! Aku akan sangat khawatir. Kalian tetap berlindung saja," ujar Holland.

"Memangnya kenapa kalau kami terluka? Dipikir kami tidak khawatir melihat ayah pulang dari hutan langsung melawan mereka tanpa tenaga yang cukup?" tanya Hyunsuk.

Ia mengaktifkan kacamatanya dan melepas gagangnya, ia berjalan masuk ke area pertarungan dan melihat Arnius tersenyum kecil. Yang tentunya itu adalah senyuman rencana.

Entah merencanakan apa.

Orang-orang yang dibekap itu berteriak semakin kencang kala ayah mereka terlihat tak baik-baik saja. Tangan Kakek bergetar, bahkan untuk berdiri saja ia tak mampu.

Saat Arnius melangkah untuk mendekat pada Kakek, anak-anak Holland menutupi jalannya. Mereka mengelilingi Holland, Kakek, dan Jaden.

"Wow.. ini anak-anak Arata? Ternyata ada dua orang yang sangat cantik. Mau jadi permaisuri ku?" tanya Arnius sambil menatap Yuna dan Winter bergantian.

Guno berdecak, "Kau bahkan lebih cocok jadi Kakek kami." jawabnya.

Sementara itu, Noah datang sambil mengatur nafasnya. Datang-datang sudah mendapati dua anak kecil yang ikut berdiri mengelilingi ketiga orang itu. "HEH BOCAH! NGAPAIN DI SANA?" teriaknya.

"Ya lindungi Paman, Kak Jaden, sama Kakek lah! Ya kali lindungi ayah," jawabnya.

"Lah kok Ayah tidak dilindungi?" tanya Noah.

"Tugas ayah itu melindungi Yoshi, bukan Yoshi melindungi ayah. Oke?"

Lah.

Sebelas Robot PelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang