23. Bukan Perang

237 86 0
                                    

"Kemana lagi kalau bukan ke tempatnya?" ucap Kakek menyahuti pertanyaan Noah.

Tak lama kemudian terdengar suara seseorang tertawa begitu keras, mereka semua menoleh ke belakang dan melihat Yujin yang tersenyum miring, memandang mereka remeh.

"David?!" ucap semua robot begitu melihat David muncul dari kerumunan. Orang-orang itu tak lain adalah orang tua yang mengurus sepuluh manusia keturunan Tuan Holland selama ini.

Kalau mereka ada di pihak jahat, kenapa mereka tak membunuh sepuluh manusia keturunan Tuan Holland dan membiarkannya ada di pihak Noah begitu saja?

Dan David.. kenapa David ada di pihak Yujin?

"Sudah kuduga, Yoonbin pasti mengotak-atik sistem David dan membuatnya ada di pihak mereka," ucap Noah dengan tatapan tajam.

Enak saja, sudah berpikir rumusnya, dibuat berbulan-bulan dan banyak sekali kegagalan, mereka malah membuat David ada di pihak mereka begitu saja.

"Kau menghapus memori David." desis Noah menatap Yujin.

Gadis yang ditatapnya tertawa, "Noah dengan segala kecerdasannya ini menyadarinya. Kau tahu Yoonbin menghapus memori David tanpa bertanya padaku, seharusnya kau tahu apa yang selanjutnya terjadi, kan?"

"Cih, sampai kapanpun aku takkan pernah membuat obat penawar agar es yang ada pada Yoonbin meleleh." sahut Noah.

Tiba-tiba tanah di sekitar mereka bergetar, kemudian tanah itu retak. Tepat saat tanah itu merembes, Kakek memindahkan mereka semua ke dunianya. Dunia dimana ia dan Noah pertama kali bertemu, tapi di tempat yang begitu kering dan tak ada kehidupan sama sekali.

Sementara tanah itu sudah merembes dan menciptakan lubang besar.

Jaden sudah siap dengan pedangnya. Sedangkan orang-orang Yujin sudah siap dengan semua senjata yang mereka bawa.

"Mama!" teriak Nayun meronta untuk turun dari gendongan John, namun robot itu memeluk Nayun dengan erat agar Nayun tetap ada di gendongannya.

"Pantas saja kedua orang tua Nayun memberikan Nayun pada orang jahat, ternyata mereka sendiri adalah orang jahat," ucap John.

"Mama dan Ayah bukan orang jahat!"

"Mereka orang jahat! Dengan ucapan Kakak!" bentak John.

Seharusnya John tak boleh membentak anak dibawah umur 8 tahun. Tapi, ini tak sengaja keluar dari mulutnya. Dan kini gadis kecil itu terlihat begitu sedih.

John kemudian mengubah ikat rambut Nayun menjadi tali. "Jangan berani mendekat pada Nayun, atau kalian akan meledak di tempat."

"Sampai kapan kalian akan diam diri seperti ini?! Serang mereka semua!" Orang-orang Yujin pun maju dan mulai menyerang.

Yujin mengepalkan tangannya, "Ini akibat dari membuat Yoonbin membeku dan tak mau membuatnya kembali mencair!"

"Untuk apa aku membuat orang yang paling ku benci di dunia ini hidup? Aku akan membiarkan es itu merambat ke organ dalam tubuh Yoonbin dan membuat jantungnya membeku kemudian Yoonbin mati."

Noah membatin sambil menghalangi orang tua Hyunsuk yang mencoba memukul kepalanya. Tangannya sudah cukup sakit menjadi pelindung untuknya. Ia tak bisa memanggil Jaden karena robot itu pun sibuk menghalangi orang-orang itu melukai teman-temannya.

Di pukulan kesepuluh, Noah menggenggam kayu yang dipegang oleh kedua orang tua Hyunsuk dan merebutnya. Secepat kilat ia berada di belakang mereka berdua dan memukul tengkuknya sampai mereka pingsan.

Noah membuang satu kayu itu dan mulai berlari menyerang yang lainnya.

"Ini sangat mendadak! Aku belum siap!" teriak Yuna sambil terus melempar bantalnya. Wajah sang lawan memerah dan hidungnya berdarah karena bantal keras itu.

Sementara Felix terus mundur melihat kerumunan orang, saat mereka semua mulai mengangkat senjata, Felix pun melempar cangkir itu dan pecahannya berubah menjadi benda tajam yang mengelilingi mereka. Benda tajam itu sangat tinggi dan sulit untuk keluar dari sana.

Melangkah sekali saja, benda tajam itu akan keluar dan siap membuat mereka mati di sana.

Melihat itu, Felix tersenyum bangga.

"SERANG DIA!" teriak seseorang dari samping kanan Felix.

Matanya membelalak dan kemudian berlari, "EMAAAAAK! TOLONG ANAKMU YANG CAKEP INI!"

Berlari ke kanan dan kiri, Felix mulai kehabisan tenaga tapi mereka masih tetap saja mengejarnya. "Aduh ibu-ibu, saya tahu saya tuh ganteng dan kalian kesal pada saya karena lebih tampan dari suami kalian, tapi tolong jangan bunuh saya."

Dengan suara beratnya itu Felix terus berteriak. "EMAK! BAPAK!"

Oke lupakan Felix, sekarang kita beralih ke Mahiro yang begitu santai melamun melihat mereka yang sudah siap membunuhnya. Dengan lesu ia mengangkat botolnya, "Emang cuma lo yang berguna di hidup gue."

Masih kesepian gengs, teringat dengan botol yang isinya kertas itu lho. Hari pertama bertemu Jaden, sampai sekarang belum ada yang membalasnya.

"Kok lo diem aja sih, mau diserang tuh." ucap Yuna menepuk bahu Mahiro.

Lelaki itu mendongak dengan tatapan menyedihkan. "HADEH GALAU MULU BOCAH! LAWAN ANJIR!" Emosi kan Yuna.

Mahiro membuka botolnya dan mengarahkan botol tersebut pada mereka yang sudah bersiap mengangkat senjata. Keluar asap berwarna hijau, tanpa disadari mereka mengendus bau tersebut dan kemudian pingsan. "Lah kok pingsan? Bau apa nih?" Yuna ikut mengendus bau tersebut.

"Kentutnya Keita." jawab Mahiro.

Lagi galau bisa-bisanya nyalahin orang lain ya, Keita di sana bersin lho :').

Kita beralih ke Inhong, lelaki itu justru tertawa melihat mereka yang tak jadi menyerangnya. Ia menggunakan kekuatan memperlambat waktu, kalau bahasa kerennya slowmo. "Nananana talking to the moon~" Inhong lagi-lagi membuat mereka bergerak secara lambat.

"Eh kak mulutnya bau jigong."

Yang satu nyalahin yang satu menghina ya, emang saling melengkapi nih manusia.

"Kak, di giginya ada cabe tuh ew. Makanya gosok gigi tuh yang bersih. Jadi putih kayak gigi gue," Inhong memamerkan giginya yang bersih.

Yang ditatap merubah tatapannya menjadi tatapan marah, enak banget ya dipermalukan di depan umum. Awas aja nanti diterkam.

"Kenapa? Marah? Nih tendang pantat gue. HAHAHA. Anak Tuan Holland dilawan ya gak." Lelaki itu menunjukkan pantatnya pada orang yang menatapnya marah.

Ia berlari sejauh mungkin dan merubah kecepatan waktu jadi kecepatan normal. Alhasil mereka semua jatuh. Namun, tiba-tiba ada yang berteriak dan tanah itu tiba-tiba terbalut warna merah.

Tampaknya ada salah satu dari mereka yang terkena beda tajam temannya sendiri. "Eits gak kena."

Inhong meledek mereka semua dengan memeletkan lidahnya dan kemudian berlari. Alhasil, bukannya perang, yang ada malah lari-larian kayak anak kecil.

Sebelas Robot PelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang