33. Tak Sengaja

205 78 0
                                    

Jaden menoleh ke belakang dan melihat orang-orang itu sudah hilang. Menyisakan robot-robot yang sedang bersantai dengan kedua kakinya ada di atas meja. Jaden tersenyum dan mengangkat jempolnya.

Kemudian ia mengeluarkan pedangnya dan mengarahkan pedang tersebut pada orang-orang itu. Serentak mereka terpental ke belakang.

"Dimana mereka?" tanya Jaden.

Kyle menunjuk ke bawahnya dan memperlihatkan tombol merah. Jaden mengernyit akan hal itu, Kyle menginjaknya dan kemudian tangga muncul. Ingin rasanya Jaden masuk ke sana, tapi nanti dulu.

"Sembunyi! Sembunyi!" ucap Jaden. Mereka semua langsung panik.

Kemudian di tangan Keita tiba-tiba saja muncul sebuah benda yang belum diketahui fungsinya oleh orang lain. Lelaki itu tersenyum dan menaruhnya di bawah kaki Kyle, robot yang ada di sebelahnya.

Keita menekan tombol itu dan sebuah tangga muncul, tangga menuju bawah tanah. "Masuk sini! Masuk!" teriak Keita. Mereka semua tanpa bertanya-tanya langsung masuk ke sana.

"Hati-hati! Titip Nayun dan Yoshi!" teriak Justin yang diacungi jempol oleh Keita. Lelaki itu masuk terakhir dan kemudian tangga itu menghilang, berubah menjadi dataran.

Bukan saatnya untuk masuk ke sana. "Aku pergi ke dapur dulu, melihat air rebusan bunga itu. Kalian diam lah di sini, lindungi tuan-tuan kalian." Jaden berucap, diangguki oleh semua robot.

Mereka diam disini untuk melindungi tuan-tuan mereka. Rasanya senang sekali bisa melakukan hal seperti ini lagi. Saat mengalaminya dipenuhi rasa takut, tapi kalau berubah jadi kenangan, itu berubah menjadi hal yang menyenangkan.

Sementara di dapur, air rebusannya sudah siap. Tapi Inhong hanya menatap air itu. "Kamar Noah dan Kakek dimana?" gumamnya.

Seseorang membuka pintu dapur, anak itu kaget dan langsung menyembunyikan cangkirnya.

Goro.

"Biar aku yang bawa air itu."

Inhong menggeleng, "Tidak!"

Wajah bahagianya itu berubah menjadi wajah kesal. "Berikan padaku atau kau ku buat kesakitan dengan asap hitam ku."

Inhong tetap menggeleng, "Kalau aku bilang tidak ya tidak! Kau mengerti bahasa, kan?! Jangan karena bertahun-tahun dikurung di kamar jadi tak mengerti."

Goro langsung mencekik Inhong. Ia melihat cangkir itu dan berusaha mengambilnya, namun sayang seribu sayang tangannya tiba-tiba membeku karena tembakan dari seseorang.

"Bagaimana bisa kau keluar kamar? Bukankah Tuan Holland tak memberimu izin, Goro?" Jaden. Di tangannya terdapat pistol yang asapnya masih mengepul.

Mengepul karena dingin.

"Oh, kau pemilik baru benda berharga itu? Wow. Sebuah robot yang memegangnya?" tanya Goro dengan alis yang dinaikkan.

Jaden tersenyum miring, dibawah sana, ia memberi isyarat pada Inhong untuk berlari dari sana. Lelaki itu melihatnya dan mengambil nampan kemudian lari dari sana.

"Darimana kau tahu kalau aku ini robot? Bukankah kau dikurung bertahun-tahun di kamar tanpa kekuatan?" tanya Jaden, ia mendekat.

Robot itu ingat kalau Holland diserang oleh orang asing hari ini. "Orang asing itu, apakah mereka pembantu mu? Kau keluar untuk membantu mereka membunuh Tuan Holland?"

"Kau gila? Meski aku adalah antagonis disini, aku takkan pernah membunuh kakakku sendiri."

"Pendusta lebih baik mati." desisnya.

Sebelas Robot PelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang