39. Suara

246 75 0
                                    

Arnius mendaratkan kakinya di tanah, seketika orang-orang itu menghilang berubah menjadi pasir dan mengotori rerumputan hijau nan indah di Distopia.

Holland, Noah, dan Kakek mengatur nafasnya. Mereka kesulitan bernafas saat pertempuran tadi. Tapi, tatapan mereka pada Arnius tak berubah, sinis.

"Oh, jadi kau memilih untuk kembali bergabung dengan adikku?" tanya Arnius. Ia berjalan mendekat pada Kakek, tentu saja Kakek tak mundur. Ia sudah siap dengan tongkatnya yang bisa memindahkannya kemanapun.

"Tentu saja, jika ada kebenaran yang harus dibela, kenapa aku memihak pada kejahatan? Orang sepertimu tak pantas memiliki banyak pengikut. Seharusnya kau sadar, kau tak lebih dari pengecut. Terus berada di atas sana agar kami tak menyerang mu, kemudian saat ingin mengatakan sesuatu, barulah kau turun dan menghilangkan orang-orang itu," jawab Kakek panjang lebar.

Merasa Arnius sibuk adu bicara bersama Kakek, ia melangkahkan kakinya mendekat pada Jaden. Tapi tertahan, Goro tiba-tiba ada di depannya dan menghalangi langkahnya. "Mau membenarkan sistem Jaden? Tak semudah itu, Tuan Noah. Lewati mayat ku dulu," ucapnya dengan senyum miring.

Noah menaikkan satu alisnya dan tertawa, "Kau ingin ku bunuh? Oke, aku akan membunuhmu. Asal kau tahu, ditusuk dengan benda tajam menembus keluar dari sisi tubuhmu yang lain itu bisa membuatmu terkejut, setelahnya jika benda tajam tersebut dicabut, kau akan mati dalam waktu hitungan detik. Mau?"

"Kau sepertinya belum tahu persis aturan di Distopia. Siapapun kau, dilarang untuk membunuh anggota keluarga Holland. Aku adalah adiknya, jika kau membunuhku, maka kau yang akan terbunuh," ujar Goro.

Noah berjalan memutari Goro sebanyak lima kali dan menatap lelaki itu dari bawah sampai atas, "Aku tak yakin kau adalah adik dari Tuan Holland. Pemilik asap hitam—ah maksudku tak memiliki kekuatan apapun lagi, bermodalkan pedang saja, dan lihat kakakmu. Terlihat begitu tampan."

"Seharusnya aku yang menjadi raja disini, bukan kakakku! Dia adalah sumber masalah ini. Andai saja dia tak memberitahu keburukan ku, aku akan hidup bahagia dan hal ini takkan terjadi!" kata Goro penuh emosi.

"Menyalahkan kakakmu sekarang tak ada gunanya, Goro. Dia sudah menjadi seorang raja, seorang Tuan, memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Lagipula, yang dilakukan Tuan Holland benar." Noah menjeda, ia berbisik, "Cepat atau lambat, kejahatan akan kalah."

Noah berpaling dari sana dan berjalan ke arah Jaden. Goro berbalik, ia mengangkat pedangnya. Perlahan jatuh dan ketika 10 sentimeter lagi sampai pada punggung lelaki itu, seseorang menahannya.

Ditahan dengan besi. Sebenarnya itu bantal, tapi ya karena keadaannya darurat, bantal itu dari tadi tak berubah ke wujud asalnya.

"Kau ingin membunuh Noah? Seharusnya kau merasakan sedapnya menerima bantal ini di wajah jelekmu!" ucap Yuna kemudian melepar bantal besi miliknya pada Goro.

Saudaranya yang lain tertawa dan tepuk tangan. Yuna tersenyum, ia membungkuk dan berucap, "Terima kasih, terima kasih."

"Keren lah Yuna!" ucap Hyunsuk sambil mengangkat jempolnya.

"Yuna gitu lho!"

×××

Beralih pada urusan Arnius dan Holland, mereka berdua saling melangkah memutar dengan arah yang sama. Tatapan tajam itu dilayangkan dan raut kemarahan yang belum keluar.

"Sebelum kau menghancurkan benda berharga milikku, aku akan menghancurkan dirimu lebih dulu, Holland. Setelah kau hancur, aku akan menguasai dunia ini!" ujar Arnius.

Holland tertawa mendengarnya, "Kau benar-benar ingin menguasai dunia ku? Pelayan ku hanya menuruti perintah ku, mereka patuh dan setia padaku. Tak seperti di duniamu, isinya pengkhianatan, kebencian, kesedihan, kemarahan, dan balas dendam."

Arnius maju dan mengangkat pedangnya. Holland menahan pedang itu agar tak mengenainya menggunakan pedang lagi, "Terimalah kekalahan mu yang tinggal selangkah itu, Arnius. Kau kehilangan banyak tenaga."

"Darimana kau tahu itu?"

"Kita hidup bersama di dunia ini lebih dari 1000 tahun, aku tahu semuanya tentangmu. Kenapa kau memilih tinggal di duniamu? Kau hanya sendirian di sana. Dengan dunia yang semakin luas, kau akan semakin sendiri," ucap Holland.

"Itu karena aku tak suka aturan! Setiap dunia yang aku rebut, aku akan menghancurkan aturan itu dan membuat mereka hidup bebas tanpa rasa ragu melakukannya," jawab Arnius.

Ia melanjutkan, "Dengan adanya anak diluar nikah yang semakin hari bertambah, maka populasi orang-orang di duniaku akan bertambah banyak dan aku akan semakin kuat."

Holland tertawa, "Benarkah itu? Bukannya mereka semua memasak bayinya sendiri karena tak ada makanan yang bisa dimakan di sana?"

Arnius semakin kuat mendorong pedangnya untuk membunuh adiknya itu. Holland bisa menahannya dengan pintar, "Bunuh aku, bunuh aku. Kenapa kau tak bisa menyentuhkan pedangmu pada kulitku?" tanya Holland.

Ia menendang perut kakaknya hingga Arnius terlempar begitu jauh, namun dengan cepat Arnius kembali untuk menghajar Holland. Holland ke pinggir saat Arnius hampir mengenainya, ia memegang kaki Arnius dan menjatuhkannya ke tanah.

Sang Kakak nafasnya tersengal-sengal. Ia berusaha untuk bangkit tapi si adik menginjak punggungnya sekuat tenaga.

Holland mendekat, ia berbisik pada kakaknya, "Mengaku kalau saja kau, Arnius. Kembali pada kami, pada kebahagiaan dan dunia penuh warna."

Arnius tertawa mendengarnya, "Kembali pada kalian? Yang punya banyak aturan dan membuatku merasa sesak nafas? Tak akan pernah. Aku lebih baik mati ketimbang terikat oleh aturan-aturan tak berguna itu."

Holland mengangkat pedangnya dan menurunkannya secara perlahan agar kakaknya itu merasakan sakit yang teramat. Namun, sebuah pedang menahannya. Lelaki tampan itu menoleh ke pemilik dan mendapati Goro yang menatap tajam ke arahnya.

"Berani membunuh kakakmu? Berani melawan aturan Distopia?" tanya Goro.

Holland menjauhkan pedangnya dan berdiri di samping Arnius yang tergeletak di tanah. Ia berjalan menghampiri adiknya, "Kalau kau berani, kenapa aku tidak?"

"Kau pikir aku manusia tanpa kekurangan? Beribu tahun hidup disini, aku berusaha melawan aturan itu tapi aku tak bisa. Sekarang waktunya, waktu yang tepat untuk membunuh kalian semua dan Ayah akan menghukum ku menjadikan ku batu," ujar Holland.

Dirinya tiba-tiba terjatuh dan dibawahnya muncul akar-akar yang mengikat dirinya dengan kuat. Sekarang bergantian, Arnius yang mengangkat pedangnya dan—


PRANG!


Holland membelalakkan matanya. Semua terdiam mendengar suara itu.

Sebelas Robot PelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang