26. Anak Kecil

240 87 0
                                    

Pegangannya melemah, Jaden melepas pegangannya pada pedang itu. Mata raksasa kristal kembali membiru menyala seperti lampu.

Butuh waktu lama untuk mengumpulkan tenaga agar kekuatan terkuat ini keluar. Dua hari nelawan orang-orang yang tanpa habis, melupakan makan, minum, dan tidur.

Keadaan tenang kembali, mereka semua menghampiri Noah, Jaden, dan Kakek. Jaden masih belum bergerak dari tempatnya, ia terus menunduk dan menutup matanya.

Perasaan aneh menyerangnya, perasaan yang tak terdeteksi dan entah apa namanya.

Enan manusia itu mematung melihat tempat Noah sudah dibanjiri darah, robot-robot yang bersedih, ingin rasanya menangis seperti orang-orang, tapi mereka tak bisa.

"Waktu kita tak lama lagi. Jika kita rusak, takkan ada orang yang memperbaiki kita semua. Noah telah mati, mati di hadapanku."

Lagi, bumi bergetar. Mereka pikir raksasa kristal kembali menyerang. Ternyata terduduk, melihat mereka semua. Pandangannya terkunci pada Jaden, robot yang baru saja membuatnya keluar.

Karena tenaga sudah habis, perlahan raksasa itu menghilang seiring Jaden mengeluarkan pedangnya dari tanah. Kemudian pedang tersebut menghilang kala kepalan tangan Jaden melonggar.

Detik berikutnya, ia berteriak kesakitan. Serasa seperti ada yang menusuknya.

"Akh! S-sakit!" teriak Jaden, ia terduduk.

Keluar asap hitam dari tubuhnya, lagi, mereka semua terkejut. "Jaden, kau kenapa?!" tanya Danny berusaha mendekati Jaden.

Tapi, pelindung tak terlihat tak pernah membiarkan orang lain menyentuh Jaden. Alhasil Danny sedikit terpental, kalau saja Travis tak memegang pinggang Danny dan tak menjaga keseimbangannya, mereka akan hancur seketika.

"T-tolong aku." Jaden meringis kesakitan.

Seseorang berambut blonde seperti bule mendekat ke arah Jaden. Rambutnya cukup panjang dan warna bola matanya biru, bibir merah muda, gigi rapi, dan badan gagah itu entah muncul dari mana.

"OPPA!" teriak Winter dan Yuna bersamaan.

Sontak Sam dan Arthur menutup mulut mereka berdua. Bisa-bisanya disaat genting seperti ini malah berteriak oppa, sintink.

"Kalian tahu alasan kenapa kalian hanya menjadi robot pelindung, bukan robot penyerang seperti Jaden?" Tiba-tiba laki-laki itu membuka suara, semua robot mengernyit heran.

"Tak mengerti juga. Tanpa seizin dariku, kalian tak bisa menggunakan benda ajaib itu. Akibatnya akan sama seperti Jaden. Kemarahan yang tak terkendali, sisi hitam yang bisa membuatnya jadi tokoh antagonis di cerita ini."

Lelaki itu melanjutkan, "Noah menjadikan kalian robot pelindung. Termasuk Jaden. Tugas kalian adalah melindungi manusia, bukan menyerang."

"Emosi tak terkendali membuatnya tak berpikir panjang. Ia mengeluarkan kekuatan terkuat dan langsung berucap untuk membunuh orang yang menyentuh Noah. Kalian juga sempat menyentuh Noah, kan? Untung kalian hanya terluka." Tatapan mata lelaki itu berubah menjadi tatapan khawatir. Ia menatap delapan anak itu dengan wajah bahagia, rasa rindu menyelimuti hatinya.

"Meskipun kalian sedikit terluka, setidaknya tak ada satupun diantara kalian yang mati di tangan raksasa kristal. Aku benar-benar merasa bersyukur."

"Kau siapa?" tanya Mahiro dengan nada lesunya. Bayangkan saja dua hari tak makan, minum, dan tidur. Mereka benar-benar lelah.

"Aku akan menjawabnya nanti."

×××

Keita dan Guno menatap talinya dengan tatapan terkejut. Tiba-tiba tali itu menghilang dan mereka entah dimana sekarang. Di tempat yang tak beda jauh dari dunia Arnius, tapi ini lebih cerah.

Hanya saja cuacanya panas. Mereka merasa gerah.

"Ini dimana deh? Hadeh dibawa kemana lagi, sih? Please ya, gue mau pulang. Gue mau tidur, makan, dan minum. Aduh lapar banget. Mana ketek bau lagi, ew jorok gak mandi dua hari," keluh Guno.

Keita menghela nafasnya, "Teriak aja yuk? Kali aja ada orang yang denger."

"ADA ORANG GAK? TOLONG BANTU GUE! GUE KELAPARAN, TERLANTAR, GAK MANDI DUA HARI, ADUH SENGSARA SEKALI PEMIRSA!" teriak Guno dengan suara keras.

Tak lama suara langkah kaki terdengar. Orang yang ada di antara sebelas robot dan sembilan manusia tadi menghampirinya.

"Eh ada orang ganteng. Hai. Boleh minta tolong? Beri kami makan, biarkan kami mandi, biarkan kami wangi kembali. Kami benar-benar merasa tak nyaman dengan keadaan ini."

"Uh, bau bangkai tikus." Orang itu menjentikkan jarinya. Kemudian tempat berubah menjadi tempat yang begitu indah, tenang, dan membuat mata nyaman memandang.

Tak beda jauh dengan dunia Yujin. Tapi tempat ini lebih luar biasa. Bunga bermekaran, lebah, burung berkicau, kucing dan kelinci menggemaskan, serta suara air sungai yang mengalir. Tenang sekali rasanya.

"Kau pernah mendengar nama Holland?" tanya lelaki itu.

Keita dan Guno menganggukkan kepalanya, "Noah bilang Holland adalah ayah asli kita. Tapi kita tak tahu rupanya bagaimana."

"Bagaimana kalau rupanya tampan?"

"Tak heran sih. Anak-anak nya aja ganteng ya kan?" tanya Guno, bermaksud menyindir mereka berdua. Merasa tampan.

Pandangan mereka terkunci ke robot yang sedang terduduk dengan tenang, memejamkan matanya, dan cahaya biru ada di atasnya. "Jaden?" tanya Guno dan Keita bersamaan.

"Dia sedang mengeluarkan sisi hitam yang menyerangnya. Saudara-saudara mu yang lain sedang mandi, setelah itu nanti mereka akan makan dan minum."

"Tunggu, kau siapa?" tanya Guno.

"Aku? Ayah kalian."

"ANJAY GANTENG BANGET BAPAK GUE!" teriak Keita lalu berdiri. Ia melihat dandanannya, "Ah gak percaya. Gue kucel gini masa bapaknya ganteng?"

Holland tertawa, "Kalau begitu mandi susul semua saudara-saudara kalian. Setelah mandi nanti, kau akan percaya aku ayahmu."

Keita dan Guno langsung pergi dari hadapan ketika para pelayan datang menunjukkan kamar mandi mereka semua.

Detik berikutnya, seorang anak kecil datang menghampirinya dan memeluk kakinya. "Paman, katanya ayah akan datang hari ini?" tanya anak kecil itu.

Matanya melihat Jaden yang terlihat begitu tenang. "Paman, kenapa dia mirip denganku? Tapi, rasanya lebih tampan aku daripada dia."

Holland terkekeh, "Ayahmu akan paman obati dulu. Berdoalah semoga pengobatan paman berjalan lancar dan bisa bertemu denganmu."

Anak kecil itu mengangguk senang, "Oke, Paman! Semangat mengobati ayahku! Jangan biarkan ayahku tak bisa bertemu denganku lagi!"

Anak kecil berumur empat tahun yang memiliki badan bulat dan rambut hitam legam itu berlari menatap robot setinggi pamannya itu. "Kau siapa? Kenapa aku merasa kalau kita mirip?"

Siapa anak kecil itu?

Sebelas Robot PelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang