11. Belajar

353 131 5
                                    

Jaden terus berjalan menyusuri hutan yang bisa dibilang lebat. "Awas saja kau Noah, kalau aku tersesat lalu aku bisa keluar dari hutan dan kemudian aku menemukan mu, aku akan mencapit kepalamu di ketiakku dan dengan puas aku akan mengulek kepalamu."

"Kenapa Noah tak memberitahu bentuk benda berharga itu seperti apa? Bagaimana jika aku menemukan benda berkilau tapi ternyata itu bukan benda berharga, melainkan cermin sisa orang menyayat tangannya untuk bunuh diri disini?" gumam Jaden.

Robot itu sebenarnya tak begitu takut dengan hutan yang lebat. Tapi ia takut kalau nanti ia tersesat dan baterainya mulai lemah, dimana ia mengisi daya?

Jaden mengangkat tangannya untuk melihat jam tangannya, "Hm pukul 9 pagi. Oke masih ada waktu 3 jam lagi. Ayo Jaden kau bisa menemukan benda berharga itu!"

Jaringan yang jelek membuatnya tak bisa menghubungi robot-robot yang lain. Jaden bodoh, seharusnya tadi ia mengajak salah satu teman robotnya agar bisa ikut dan membantunya mencari benda berharga itu.

"Kenapa benda berharga itu memilihku sebagai pemilik barunya? Bukankah Noah masih hidup? Oh atau karena Noah sudah tua dan ia bosan lalu mencari pemilik baru yang masih muda dan tampan? Pilihan yang tepat, benda berharga." Robot itu kembali mengoceh sendiri. Dengan merasa bangga ia mengada-ngada alasan kenapa benda berharga itu memilihnya.

Robot juga bisa halu, ya, pemirsa. Wah merasa tidak menyangka.

Kok tidak menyangka, padahal aku sendiri yang nulis.

Merasa capek, akhirnya robot itu memilih untuk duduk. "Semoga aku bisa keluar dari hutan ini sebelum pukul lima sore. Kenapa benda itu susah dicari?" monolognya sambil menutup mata.

Krek

Krek

Krek

Mata Jaden sontak terbuka begitu mendengar suara daun-daun kering yang diinjak. Ia menoleh ke kanan ke kiri ke depan ke belakang untuk melihat siapakah pelakunya. Namun nihil, tak ada siapapun di sekitarnya.

Pluk!

Sebuah benda jatuh dari atas dan terjun mengenai kepalanya. Lalu benda itu terjatuh tepat di pangkuannya. Jaden mengambil benda tersebut dan berusaha membaca pola yang ada di benda itu. "Jaden. Hey ini namaku, darimana kau tahu namaku?" tanya Jaden pada benda itu.

"Bodoh, benda mana mungkin bisa berbicara," ucapnya sambil menepuk jidat.

Sedikit demi sedikit, benda itu menghilang dan membuat Jaden kesal. "NOAH!" teriaknya.

×××

"Wah Kakek masak apa hari ini?" tanya Noah sambil melihat mangkuk yang dibawa oleh seorang kakek-kakek.

Kau masih ingat kakek-kakek yang berkata kalau ia bisa mengambil jantung Noah saat itu juga? Ya, kakek itu. "Sup wortel. Kau menyukainya?" tanya kakek itu.

Noah mengangguk semangat, "Sudah lama aku tak makan masakan orang tua. Aku benar-benar merindukannya."

"Maaf karena aku hampir membunuhmu waktu itu," ucap sang kakek sambil menatap Noah dengan tatapan kesedihan. "Saat itu aku sedang emosi karena benda itu tak memilihku sebagai pemilik barunya, aku sudah menunggu benda itu selama bertahun-tahun. Tapi, ketika benda itu ku temukan, ia malah menyengatku."

Noah menghela nafas, kemudian senyumnya mengembang, "Maaf juga karena aku telah mengatai kakek dengan bahasa yang tak baik saat kakek menyembuhkan ku."

"Kau berkata seperti itu karena aku sendiri, aku hampir mengambil nyawamu. Untung saja kau masih selamat. Kau anak yang baik, kau tak pantas untuk mati dengan cara yang sadis." jelas kakek itu sambil mengelus rambut Noah.

Lelaki itu sudah menganggap Sang Kakek sebagai kakek kandungnya sendiri.

Rumah Kakek tak begitu buruk. Rumahnya seperti rumah di jaman dahulu kala, ketika hujan mengguyur tempat ini, rasanya begitu menenangkan. Noah jadi merindukan rumahnya yang sebesar ini dulu.

Kesuksesan ayahnya membuat keluarga mereka pindah rumah ke rumah yang lebih besar. Noah bersyukur. Tapi terkadang lelaki itu merindukan rumah kecilnya.

Dan lihat, sekarang ia kembali merasa kalau ia tinggal di rumah kecil.

"Kakek sendirian disini? Dimana anak dan cucu kakek?" tanya Noah. Sudah beberapa hari tinggal disini, namun Noah sama sekali belum melihat rupa anak dan cucu kakek itu.

"Mereka semua meninggalkanku. Mereka berkata kalau aku itu aneh. Lalu saat mereka tahu aku memiliki kekuatan, banyak diantara mereka yang berbondong-bondong merebutnya. Tapi aku takkan pernah memberinya pada mereka, aku hanya akan memberikan kekuatan ini kepada orang baik," jawab Kakek.

Noah menganggukkan kepalanya. Tiba-tiba firasat buruk menyerangnya dan membuat jantungnya berdegup kencang. Melihat ada perubahan, Kakek mengernyitkan dahinya sambil menatap lelaki berparas tampan tersebut. "Jaden, jaga dirimu."

"Jaden? Pemilik baru benda berharga itu? Kau mengenalnya?" tanya Kakek.

Noah mengangguk, "Jaden yang aku kenal bukanlah seorang manusia. Melainkan sebuah robot yang aku buat sendiri. Jaden tampaknya masih belum bisa mengendalikan benda berharga tersebut sampai benda itu sekejap ada, sekejap tiada."

"Dia terlalu takut. Bagaimana kau bisa mengetahui kejadian rincinya?"

"Aku memasang kamera kecil di setiap robotku. Kamera itu aku simpan di bagian jidat dan jari tengah tangan kanan." jawab Noah.

"Tampaknya kita harus menolong Jaden. Ayo!" Noah lalu berdiri dan berlari meninggalkan rumah Kakek. Sementara Kakek hanya berjalan biasa, beliau sudah tua dan tak bisa berlari.

Rumah Kakek sebenarnya dekat hutan yang terdapat benda berharga itu. Jadi Noah tak perlu khawatir berlebihan karena rumah Kakek jauh dari hutan hingga harus memakan waktu untuk sampai ke sana.

Sesampainya di hutan, Noah berhenti dan melakukan pencarian. Jam tangannya menunjukkan bahwa Jaden masih jauh dari jangkauannya. Itu dibuktikan dengan sinyal yang lemah. Noah berjalan dengan cepat agar ia dapat mengatur benda berharga itu.

Benda itu bukanlah benda biasa yang hanya diam ketika diambil atau dipegang. Bila kamu tak pandai mengaturnya, benda itu akan sekejap ada dan sekejap tiada, seperti yang dikatakan Noah tadi.

30 menit Noah mencari Jaden dan akhirnya lelaki itu menemukan robotnya. Ia mendengar kalau Jaden sedang berteriak emosi karena benda itu susah di atur.

Noah berjalan mendekati Jaden dan berucap, "Jaden! Tenangkan pikiranmu. Tarik nafas, keluarkan perlahan."

Saat Jaden mulai sedikit tenang, benda itu pindah tangan ke Noah. Ah ternyata benda itu masih mengenal pemilik lamanya. "Mengatur benda ini memerlukan kesabaran yang ekstra."

"Benda itu dari tadi tak bisa diam. Dia selalu menghilang, bagaimana aku tidak marah?" tanya Jaden dengan suara yang lebih lembut.

Noah terkekeh, "Kau masih terlalu takut untuk memegangnya. Benda ini tahu apa yang pemiliknya rasakan. Bila kau takut memegangnya, maka benda ini pun akan merasa takut."

"Konyol. Dia kan hanya benda." sahut Jaden sambil menatap benda itu dengan tatapan datar.

"Kau harus belajar."























_____
Note:

Gak ada keponakan, update pun lebih cepat wkwkwk.

Sebelas Robot PelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang