"Hebat, satu kata yang ingin terus ku ucapkan."
"Muke lu kenapa, Vin? Asem bener," Aga yang sedari tadi memperhatikan Davin bergegas menanyainya.
Di rumah keduanya, Davin paling terlihat tak bersemangat di antara yang lain. Entah apa yang menjadi alasan di balik itu semua.
"Ryza.."
"Kenapa?" sahut Allan yang seakan tak terima jika sahabatnya seperti ini karena perempuan.
"Tadi malem dia bilang udah gamau ada hubungan apa-apa lagi sama gue," ucap Davin yang sebenarnya kurang mau membahas hal itu.
"Masa sih dia kaya gitu? Waktu lo hampir mati aja dia yang nangisnya paling lama sambil mohon-mohon lo idup lagi," Aga mencoba mematahkan pikiran buruknya pada Ryza.
"Gue juga gatau apa alasennya, yang jelas dia udah gamau lagi sama gue."
"Lo laki dikit lah, Pin! Masa cuma gara-gara Ryza lo jadi ga semangat gini," Rezka pun tak terima.
"Cuma lo bilang?" terlihat Davin sangat menyayangi Ryza.
"Lo jangan lemah jadi cowo," Allan mencoba memberi tau apa yang seharusnya Davin lakukan.
Davin membuang muka saat kelima sahabatnya mulai memperhatikan sorot matanya. Alasan demi alasan ia utarakan untuk tidak membahas hal ini lagi.
Tak lama, handphone Davin berbunyi, "Nomor siapa ni?" Ia menunjukannya pada yang lain.
"Gatau gue, coba lo angkat terus loudspeaker," seru Aga.
"Siapa lo?"
"Elang, Jalan Kertapati, Blok 32," ucap singkat seseorang yang langsung memutuskan sambungan telphonenya itu.
"Kok suara cewe?"
"Itu petunjuk, Ga," Allan baru menyadarinya.
"Kita kesana sekarang!" Davin sangat antusias.
Di perjalanan, Davin yang masih tidak fokus karena keputusan Ryza semalam membuatnya sedikit oleng saat mengendarai motor. Angin sepoi-sepoi yang selalu menemani mereka seakan menggiring pada tempat yang dikatakan tadi. Sebelumnya, Aga telah menghubungi Kafka untuk bergabung bersama mereka.
"Ryza.." Davin terkejut mendapati Ryza yang sedang menahan Ero dan Elang sendirian.
Allan dan yang lain berlari menuju ke arah Ryza. Ero dan Elang sudah lemah dengan luka pukulan dan tusukan di sekujur tubuhnya. Tali yang kuat mengikat mereka pada pohon besar dengan sewadah minyak tanah dan korek api berada di sampingnya. Tak henti-hentinya Elang memberi umpatan pada Ryza karena merasa dibohongi dan dijebak. Yang lain pun heran jika benar semua ini hanya Ryza yang melakukan.
"Dasar lo cewe sialan, Ryz!" Elang yang semakin emosi karena mendapat ejekan dari Ryza pun memberontak ingin dilepaskan.
"Lepasin gue! LEPASIN GUE!" Ero tak kalah memohon dengar kasar.
"Aku dapet kan?" sorot mata Ryza tertuju pada Davin.
Hanya senyuman licik yang bisa Davin berikan pada kemampuan Ryza yang sangat luar biasa.
"Kamu bener sendirian?"
"Itu sama.." seseorang menunjukkan batang hidungnya setelah keheranan yang terlalu lama.
"Syerin.." tanpa sadar, Allan menyebut namanya.
"Plok..plok..plok.." tepuk tangan langsung diberikan oleh Kafka.
"Lo berdua kalah sama cewe?" ejek Aga.
"Bacot!" Ero semakin marah dibuatnya.
"Lo masih mau idup ga, Lang?"
"Vin maafin gue, Vin, lepasin gue," Elang sedikit merendah.
"Lo jangan lemah, Lang! Jijik banget mohon-mohon sama mereka!" Ero masih tak ingin mengakui kesalahannya.
"Lo mau gua bakar?" ancam Ryza.
"Anceman lo ga mempan buat gue!"
"Ro, lo kenapa sih minta maaf aja susah banget?" tanya Syerin.
"Gue ga nyangka, Syer, lo setega ini sama gue.."
"Gue lebih ga nyangka lo sekejam ini," balas Syerin.
"JANGAN! Gue mohon jangan," Elang ketakutan saat mendapati Ryza yang sudah menyalakan korek api.
"Suruh temen lo minta maaf," perintah Ryza garang.
Syerin yang posisinya sedikit jauh dari mereka mulai mendekat ke samping Allan dan Kafka.
Perlahan, Syerin membuka wadah yang berisi minyak tanah dengan wajah tanpa ampun.
"Mau sekarang?"
"Ampun, Syer, gue mohon.." Elang terlihat sangat lemah saat ini.
"Lo apaan sih, Lang?! Mereka ga bakal berani nglakuin ini."
"Lo salah, Ro," Syerin menuangkan cairan mudah terbakar itu pada tubuh Ero dan Elang.
"Syer, gue mohon, Syer lepasin kita."
"Temen lo batu banget, Lang," kata Syerin yang semakin banyak menuangkan minyak tanah pada tubuh Ero.
"Bakar aja gue, bakar!" sebenarnya Ero pun takut, tapi ia enggan mengakuinya.
"Sesuai permintaan lo," Ryza kembali menyalakan korek api.
Ini bukan sebuah ancaman, Ryza benar-benar melemparkan korek apinya dengan nyala api yang sudah berkobar di sekeliling Ero dan Elang.
"Davin, maafin gue," akhirnya Ero pun menyerah.
"Air," perintah Syerin pada Ryza.
"Byuuurrr.." air satu ember penuh digunakan untuk melawan api yang sedari tadi mengelilingi Ero dan Elang.
Mereka berdua bernapas lega, namun..
"Buggg.." Ero mendorong badan Syerin hingga ia hampir terjatuh.
"Arghh.." Allan menyeret kerah belakang jaket Ero lalu memukulnya dari bawah dagu.
"Bisa-bisanya lo masih nglawan?!" Kafka pun ikut tak terima.
Ero yang masih memiliki sedikit tenaga berusaha melawan Allan. Namun sia-sia, jelas Allan lebih unggul dari Ero. Dalam keadaan Ero yang baik-baik saja, Allan masih menang jika harus melawannya.
"Cabut!" Elang yang dari tadi mengambil ancang-ancang telah sigap mendorong tubuh Ero untuk mengajaknya melarikan diri.
"Sialan lo berdua!" Davin tak rela jika mereka masih lolos.
"Syer, lo gapapa?"
"Gue gapapa, thank you, Al."
"Lo beneran gapapa?" Syerin terlihat berkeringat dan terus memegangi kepalanya.
"Gue, gue masih trauma."
"Lo tenang, Syer," pinta Kafka yang memberi kode pada Allan untuk segera membawanya pulang.
"Cabut," perintah Allan lirih.
Davin langsung merangkul pinggang Ryza dan bergegas mengajaknya pergi dari tempat itu disusul yang lain.
"Gue bawa motor, Al."
"Nanti biar di ambil sopir gue," jelas Allan yang tak mau Syerin pulang sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATESIA (END)
Teen FictionIni tentang insan yang terjebak dalam kesepian abadi. Atesia Syerin, dua nama paling depan dari dua nama tersisa. Memulai hidup dengan kehilangan cinta pertamanya. Kehadiran orang baru terus menutup kisah masa lalu. Sayangnya itu semua hanya sement...