Chapt 2: Awal

78 23 1
                                    

"Ini memang awal, namun ku harap tak sebentar."

"Stoppp, Vin!! Aku bisa jelasin."

"Jelasin apa lagi sih, Ryz?" tanya Davin yang sudah badmood.

"Aku cuma mau ngasih ini ke Allan, ga ada maksud apa-apa," jelas Ryza.

"Ini tu ini apa?" Davin yang sedang emosi mengeluarkan nada tinggi.

Ryza hanya ingin memberikan materi olimpiade matematika untuk perlombaan 3 bulan ke depan. Walau Allan anak yang benar-benar menyukai sebuah kata 'telat' ia terbukti mampu terpilih mengikuti olimpiade matematika. Yang lebih beruntungnya lagi, hanya Allan dan Syerin yang mengikutinya. Entah hanya suatu kebetulan atau memang awal kehidupan yang lebih indah.

"Maafin aku, Ryz udah kebawa emosi," pinta Davin.

"Gapapa, Vin. Tapi kamu lucu juga kalo lagi marah," goda Ryza yang berhasil membuat Davin tak bisa menghindari senyum dan salah tingkah.

Davin dan Ryza memang tak pernah meresmikan hubungannya. Mereka saling menyayangi satu sama lain tanpa status 'jadian', namun itulah yang membuat mereka lebih menikmati lika-liku percintaan di masa remaja. Sama halnya dengan Hiro dan Jena, mereka pun tak mempunyai tanggal jadian, hanya saja lebih menunjukkan perhatian masing-masing di depan umum.

"Syer, kita mau mulai latihan kapan? Minggu ini guru pembimbing masih belum ada waktu, ya daripada waktu kita habis kan."

"Lo bisanya kapan, Lan?" Syerin menanyai balik.

"Gue ngikut lo aja deh."

"Terus basket lo gimana?" tanya Syerin lagi.

"Oh gampang, gue tinggal ijin untuk beberapa hari," jawab Allan.

"Kalo nggak kita cari waktu sebelum lo basket, kan pulang sekolah jam 14.00 tuh nanti kita latihan 1,5 jam aja habis itu lo bisa basket," bujuk Syerin.

"Boleh juga tuh, cerdas banget temen gue hahaha! Ohh atau lo nemenin gue basket aja, Syer?" tawar Allan.

"Yang bener lo? Ntar malu lagi kalo bawa cewe kaya gue."

"Gausah merendah di depan gue, gue bisa nilai cewe cantik apa enggaknya."

"Berarti lo ngakuin kalo gue cantik kan?"

"Ya bolehlah, tapi lo jangan kepedean ya..Mama gue lebih cantik tau," ucap Allan dengan manja.
Syerin hanya membalas dengan senyum tipis di wajah cantiknya dan kembali duduk bersama teman-teman yang lain.

***

Tiba waktunya Syerin dan Allan memulai latihan untuk persiapan olimpiade matematika. Mereka berlatih mandiri karena guru pembimbing yang masih belum memiliki waktu. Suasana di perpustakaan sekolah sangat sunyi dan tenang sehingga dapat lebih konsentrasi jika membahas materi di sana. Allan yang dari tadi sama sekali tidak fokus karena kecantikan Syerin masih belum paham inti materi untuk olimpiade. Waktu masih tersisa kira-kira 2 bulan 3 minggu sebelum kompetisi.

"Lan, woy! Kok ngalamun sih? Ini materinya udah paham belum?"

"Eh maaf, Syer, hehe gue ga fokus tadi," jawab Allan.

"Lo mikirin apa sih, Lan? Dalem banget imajinasinyaaa.." goda Syerin.

"Apaan sih, Syer? Bikin ke cool an gue sirna gara-gara salting."

"Lagian lo mikirin apa? Crita deh sama gue, anggep aja buat memulai pertemanan kita," pinta Syerin.

"Gue cuma mikirin gimana besuk olimpiadenya, takut kalah gue."

"Jangan pesimis, udah deh kita belajar dulu, kata orang usaha tak akan mengkhianati hasil" seru Syerin.
Mungkin ini awalan yang sangat baik untuk Syerin dan Allan, kedekatan mereka semakin terlihat saat sering latihan bersama, juga saat Syerin menyetujui untuk menemani Allan basket. Semua teman basket Allan mengira bahwa Syerin adalah kekasihnya, nyatanya mereka sama sekali belum mengungkapkan perasaan masing-masing. Belum diungkapkan saja sudah bisa tertebak apa yang ada di hati mereka. Tinggal menunggu waktu untuk semua hal membahagiakan terjadi.

***

Hari ke-5 mereka berlatih bersama. Sorenya pukul 16.00, Syerin akan menemani Allan basket setelah hari Rabu kemarin yang memang pertama kalinya ia disangka-sangka menjadi kekasih Allan.

"Syer, tolong," pinta Allan sembari memberikan botol minumnya kepada Syerin dengan maksud agar membawakannya dulu.

Tanpa sepatah kata, Syerin menerima botol minum dari Allan dan langsung duduk di kursi yang pastinya di luar lapangan basket.

"Itu beneran pacar lo, Lan?" tanya teman satu timnya.

"Bukan, tapi doain ajalah hahaha," jawab Allan dengan maksud bercanda.

Sore itu berlangsung dengan damai. Angin sepoi-sepoi yang berhembus seakan mendukung suasana waktu itu. Allan dengan keringat yang membasahi tubuhnya tak membuat Syerin berhenti memandanginya. Malahan Syerin lebih teliti memandangi tubuh sempurna Allan.

***

"Ma, Kafka bingung sama Uvi, dia kenapa sih nanyain Allan terus suka sama Syerin apa enggak?" tanya Kafka dengan polos. Saking banyaknya siswi yang menyukai Kafka, ia mendadak menjadi manusia tanpa perasaan.

"Kamu itu emang gatau apa pura-pura gatau? Kafka sepolos ini?" tanya mamanya.

"Mama Celine Zakeshia Akiston yang paling Kafka sayang, ratunya Papa Adelard Akiston, Kafka bingung aja sama orang yang suka nyuruh kita buat peka ke perasaannya," jawab Kafka dengan sungguh-sungguh.

"Kaya ga pernah pacaran aja kamu," ejek Mama Celine.

"Pernah sih sekali, itu aja diputusin karna Kafka miskin," kata Kafka dengan ekspresi menahan tawa.

Itu memang cara Kafka untuk menguji kesetiaan pacarnya, dan terbukti cara itu memang benar-benar berhasil. Kafka tak pernah menyesali hal itu karena ia sadar, yang terbaik tak akan meninggalkan suatu kekurangan. Mama Celine yang terus menasihati Kafka membuatnya mulai bosan dan mengalihkan topik pembicaraan.

"Ma, critain dong pertama kali mama ketemu sama papa," seketika itu Kafka menjadi anak yang sangat manja.

"Indah pokoknya."

"Ya cepet critain, ma, Kafka penasaran banget, udah 18 tahun lebih masa Kafka gatau asal-usul diri sendiri."

"Waktu itu mama ketemu papa karena tante kamu, papa kamu itu kakak kelasnya Tante Zanna, papa sama kaya kamu," Mama Celine memutus pembicaraan.

"Sama apanya?"

"Sama-sama jadi primadona di sekolah, walau mama sama Tante Zanna cuma selisih 2 tahun, kita bener-bener kaya sahabat beda sekolah. Karena mama yang dulu suka ke luar negeri jadi ya mama pengen tuh sekolah di sana."

"Terus kenapa Tante Zanna ga ikut?"

"Dia jadi siswi pilihan yang harus masuk ke SMA Danderia. Kadang mama suka berharap Zanna mau ikut ke luar negeri, pas udah ada rencana malah dia yang udah ga ada," jelas Celine dengan mata berkaca-kaca.

Zanna Zakeshia Clovis, istri Baron Clovis, meninggal pada hari Rabu, 12 Juni 2010 karena kesalahpahaman berujung peristiwa tragis. Zanna dan Baron adalah pasangan yang sangat setia, hingga saat Zanna meninggal pun, Baron juga menyusulnya. Hari itu hari yang sangat berat untuk Keluarga Akiston dan Clovis. Mereka sama-sama kehilangan dua sosok yang amat berharga. Tak sampai disitu, kesedihan bertambah saat mereka semua mengetahui dalang di balik peristiwa itu, kesalahpahaman.
Suasana langsung berubah menjadi haru dan sunyi, Celine yang tak bisa menahan tangis langsung jatuh ke dekapan putranya. Kafka yang sudah mengerti apa arti kehilangan ikut pilu dibuatnya. Di tengah harta yang begitu banyaknya, tersimpan sakit yang luar biasa.

ATESIA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang