Chapt 29: Penghakiman

23 3 0
                                    

"Untuk kesekian kalinya, kami mengampunimu."

"Dari mana aja lo?" Kafka curiga.

"Belakang," jawab Allan singkat.

"Ni dua bocah mau diapain?"

"Terserah mau lo apain."

"Gue abisin aja ya?" ancam Aga sedikit serius.

"Ampun..ampun.." Elang terlihat sangat ketakutan.

"Lo kapan kapok?"

"Gue mohon sama lo semua, jangan abisin gue."

Allan hanya duduk dan bersedekap memandangi mereka yang berkeringat deras. Di dekatnya ada Arfa yang juga tak mengeluarkan satu kata pun dari tadi. Aga dan Rezka menikmati melakukan tugasnya, yaitu membisikkan peristiwa mengerikan pada Ero dan Elang. Lain halnya dengan Kafka yang malah sibuk memainkan pisau dapur tumpul di dekat leher Ero.

"Sekarang lo ngaku kalah?" tanya Davin segarang Allan.

"Iya, Vin, maafin gue sama Ero, gue mohon jangan apa-apain gue," Elang berkata sambil menutup matanya.

"Temen lo dari tadi ga minta ampun sama kita?"

Elang mendesak tubuh Ero agar berbicara.

"Lan, gue mohon ampuni gue," akhirnya Ero mengeluarkan lirik yang dari dulu ingin Allan dengar.

"Lo bisa apa sekarang?" Allan terdengar masih belum bisa memaafkan mereka.

"G-gue mohon, Lan, gue mohon," mata Ero semakin memerah karena sakit di sekujur tubuhnya.

Allan hanya tersenyum licik dan menunjuk kotak obat dengan kepalanya. Perdarahan pada luka tusukan yang Elang punya mereka perban dengan kasar.

"Argh..argh..sakit, pelan-pelan," ia memohon.

Ero memalingkan wajahnya tak kuasa melihat kesakitan Elang. Sebenarnya Ero adalah orang yang tidak tegaan pada temannya sendiri, namun perilakunya saja yang salah dan melebihi batas.

"Ryz, kamu gamau ikut nyiksa?"

"Udah cukup kemarin waktu simulasi api neraka."

"Gamau yang lebih?"

"Lebih gimana?"

"Lebih dari ini," Davin memeluk erat tubuh Ryza.

"Woi! Sempet banget mesra-mesraan waktu kaya gini," Aga menghancurkan momen manis mereka.

"Iri aja lo bisanya," perkataan Davin tak mendapat jawaban apapun dari Aga.

Kafka berpindah tempat dari posisinya tadi, sekarang ia sedikit menjauh dari sana.

"Vi.."

"Kafka? Ada apa, Kaf?"

"Emm..lo-lo lagi ngapain?"

"Aku baru baca buku aja nih, kenapa?"

"Gapapa, gue cuma mau tanya-tanya aja."

"Tanya apa?"

"Lo sebenernya udah punya pacar belum sih?"

"Kamu kenapa kok tiba-tiba nanyain itu?"

"Karna..g-gue," belum sempat Kafka menyelesaikan bicaranya..

"Jauh-jauh karna mau nelfon pacarnya?"

"Syer, aduh lo gagalin rencana gue aja."

"Halo, Kaf?"

"Nanti lagi ya, Vi, bye!"

"Oh mau lo tembak? Ga bilang sih dari tadi. Tau gitu gue komporin."

"Kenapa jadi lo yang jail sih, Syer sekarang?"

"Karna gue seneng kalo gangguin Kak Kafka yang paling ganteng sebangsa alien."

"Alien juga bisa jatuh cinta, dari pada elu."

"Gue manusia normal, jatuh cinta juga."

"Punya hubungan ga jelas juga sama si Allan."

"Emang hubungan lo jelas sama Uvi?!"

"Paling engga gue peka orangnya, ga kaya Allan."

"Sembarangan banget lo, Kaf kalo ngomong di depan Syerin," Allan tak sengaja mendengar percakapan mereka.

"Udah deh, gue tinggal. Lo berdua jangan macem-macem ya."

"Bosen gue denger nasihat lo itu-itu aja," Syerin mengusir halus kakaknya itu.

"Syer," Allan memulai.

"Lo mau kan jadi pasangan gue lagi?"

"Kan emang udah jadi," Syerin tersenyum lebar.

Percakapan mereka berdua tak terdengar yang lain.

"Kalo jadi pasangan hidup mau?"

ATESIA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang