1. Art for life?

9 1 0
                                    


Dan ... Ini dia cerita pertamanya.

Selamat membaca ^^

Kalau ada kesalahan, tolong diingatkan ya.

Seberapa berpengaruh seni dalam kehidupan?

Menyemplung di dasar dunia yang bukan pilihan rasanya berat, ya. Imbasnya semua jadi kena. Bahkan sekedar mau menerima takdir saja, sulit.  Apa boleh buat? Terkadang tidak semua hal yang kita inginkan tercapai begitu saja, adanya pembelokan takdir justru yang buat manusia itu dapat mengukur ego.

Lihatlah pagi ini setelah tiga hari menjalankan masa orientasi siswa, sekarang mereka fiks menjadi salah satu bagian dari anak seni Hori. Mereka yang baru saja di nyatakan sebagai murid kelas sepuluh begitu menikmati hari pertamanya di sekolah.

Tapi tidak bagi Zahid...

Pagi ini dibawah terik matahari Zahid berdiri di depan sebuah gedung. Tidak begitu megah, hanya terdapat lantai 4 bercat emas di setiap sudut tembok yang sudah dilapisi mading-mading hasil juara berbagai poster hasil dari Lomba Kompotensi Siswa atau disingkat LKS, dari tahun ke tahun. 4 macam lukisan abstrak juga dibentangkan di setiap lantai Selain kekokohannya bangunan itu juga mendominasi tekstur warna kuning keemasan yang begitu berkilau. Tak lupa dengan ditempelnya logo Bintang emas di setiap sudut koridor sebagai pelengkap dan ciri khas dari Sekolah menengah kejuruan Hori.

Ya, Hori adalah SMK yang sangat mengutamakan skill di bidang multimedia. Bisa dikatakan SMK ini adalah SMK favorit di kota ini, karena terkenal dengan muridnya yang sangat kreatif. Apalagi di bidang perfilman, Setiap tahunnya Hori selalu menempatkan diri sebagai juara nasional antar kota.

Si paling seni kalau  kata Zahid.

Jelas, sekolah ini bukan sekolah pilihan Zahid. Zahid bersekolah disini hanya karena terpaksa. Saat pindah di kota ini Zahid sudah menetapkan ingin sekolah di mana, namun hanya karena suatu alasan  Zahid gagal masuk SMA favoritnya. Dan berakhirlah sekarang ia harus menerima fakta, kalau ia bersekolah di SMK.

SMK sistem belajarnya aja Zahid belum tau bagaimana, dan ia di masukan di jurusan multimedia yang jelas-jelas bakatnya bukan di sana. Sungguh, Papa memang menyebalkan baginya kali ini!

Tersadar sudah mematung cukup lama, Zahid pun beranjak, yah, memulai apa yang sudah tenggelam.

"Udah liat mading yang ada di koridor kelas dua belas belum? Sumpah Lo harus liat, ada banyak sketsa wajah guru sini."

"Di mading kelas sebelas lebih bagus lagi, ada banyak hasil jepretan yang di ambil hutan."

"Wah iya tadi gue juga liat, ada beberapa hasil jepretan yang diambil pasar-pasar yang ada Jepang."

" keren banget nggak sih?!"

Zahid terus melanjutkan langkahnya, tidak penasaran dengan sorakan histeris yang lagi dibuat kagum dengan karya sekolah ini. Tidak ada yang spesial bagi Zahid.

Zahid sampai tepat dilantai empat, deretan khusus untuk kelas sepuluh. Ia mengambil handpone lalu melihat file, di mana ada data ia berada di kelas mana.

Zahida Rayhana: 10 Multimedia 1.

Zahid mendongakkan kepala, melihat papan yang berada didepannya. Memastikan apakah benar ini kelasnya?

Benar, ini adalah ruang kelasnya. Tanpa berlama lagi, ia pun memasuki ruangan kelas itu.

Satu kata, Gegap gempita.

Riuh kelas ini bahkan melebihi ramainya pasar, ada yang sebagian sudah membentuk kelompok, baca buku, menggambar, buka laptop, ia hanya makin menciut sadar bukan di sini ranahnya. Sudahlah demi menghemat energi marahnya ia menelisik segera cari tempat duduk yang masih kosong.

End Mission (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang