5. Kak Rasyid

2 0 0
                                    

Malam harinya, Geo bergegas ke kamar Geza diselipi perasaan resah tanpa sebab. Ekpresi Zahid yang sulit ditebak namun Geo punya asumsi tersendiri, mendorongnya untuk melihat kabar adik laki-lakinya sekedar memastikan apakah dia baik-baik saja?

Kenop pintu sepelan mungkin Geo buka agar tidak menimbulkan bunyi, ia mendapati Geza sudah tertidur pulas dengan layar laptop yang masih menyala. Geo menghampirinya, tersenyum tipis.

Ia dan Geza terpaut 3 tahun. Kalau Geo asetnya keras kepala nah Geza ini antonim darinya alias lembek. Geza bisa mengontrol hal-hal yang belum bisa sekiranya jadi takdir, Geza lebih suka di rumah bantu mama masak karena memasak juga salah satu hobinya, Geza mendadak jadi dewasa jika kakaknya tengah mengalami kekecewaan. Makanya bagi Geo, adiknya ini langka. Geo pun selalu berusaha menciptakan tali penyambung lewat cara sederhana; menanyakan kabar Geza, mengajaknya keluar untuk reflesing. Kegiatan seperti itu rutin dilakukannya agar tali yang mereka bangun berharap tidak akan pernah copot.

Geza perlahan bangun dan mengucek matanya.  "Kelasnya mulai hari senin," lapornya.

Kelas yang dimaksud adalah kelas akting yang ada di Lebak Bulus. Geza sebelas dua belas sama Geo sama-sama punya nilai juang di bidang seni. Anak itu bahkan sudah jadi langganan aktor di film pendek sekolahnya.

Kadang papah suka Menentang sebab takut mengganggu waktu belajar.

"Nanti kaka anter ya."

"Janji yayaya?"

Geo menautkan kedua jari kelingking mereka. "Pulangnya kita makan es kelapa."

🌻🌻🌻

Zahid mengajak Geo piknik di taman daerah Juanda. Ya ini terbilang mendadak tapi kalau nggak begini nggak akan jadi. Saking melongonya bahkan Geo nggak sempat memilah baju apa yang cocok dikenakan berakhir ia hanya pakai piyama dengan rambut dikuncir asal-asalan karena Zahid mendesaknya buru-buru.

Lihatlah sekarang ini bukan terlihat piknik melainkan semacam dua orang kesasar di tengah hutan.

Karpet merah, dua bantal, satu lampu senter, dan satu keranjang makanan yang sudah terurai di tengah karpet.

"Sekarang anter gue balik dulu baru kita mulai pikniknya," rengek Geo, benar nggak percaya diri sama tampilannya sekarang.

Zahid justru malah tersenyum lebar menarik tangan Geo agar kembali duduk.  "Pede aja napa sih? Toh orang-orang nggak peduli."

"Nggak nyaman Zahid ngertilah."

Zahid menjepit satu sushi disuapkan ke mulut Geo. "Bikinan gue, gimana? Enak?"

Dengan terpaksa Geo kunyah dan duduk kembali. Dilihatnya beberapa makanan buatan yang menggugah selera. Ada burger, Brownies Coklat, dan makaroni schotel. Ia melirik Zahid was-was.

"Ini lo semua yang buat? "

Zahid mengangguk. "Sama Mama sih."

Geo melihat adanya sosok Geza ditubuh Zahid. Mereka memiliki hobi yang sama.

"Adik gue juga suka bantuin mama masak," ujar Geo seraya menyantap satu porsi Burger. "Guenya yang malah angot ngga mau bantuin maunya makan aja."

Zahid tertawa kecil ikut mencomot satu burger. "Kalo jadi calon pendamping gue udah kalah duluan si."

Geo melayangkan lirikan tak selera. "Gue juga nggak mau sama lo." ucapnya.

"Jangan muna deh," goda Zahid

End Mission (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang