43. Introvert

0 0 0
                                    


Happy reading >.<

"Geovani."

"Hai."

"Geo mau ke mana lo?"

"Koperasi nih, Ra."

"Temen gue tanyain cerpen karya klub sastra nih, di tunggu cerpennya ya Ge," ujar cewek berpostur pendek itu.

Geo tersenyum malu-malu. Melirik Farel yang jalan tenang-tenang saja di sampingnya. "Siap."

Geo sama Farel lagi di suruh anak kelas beli kertas folio untuk tugas PKN perkelompok. Dari Yasera dan Farel, memang yang lebih banyak diam adalah Farel. Jadi kadang Geo suka sulit cari bahan obrolan jika lagi bersamanya.

"Ge lo emang seterkenal ini ya?" tanya Farel tiba-tiba.

Geo mengenyampingkan rambutnya ke belakang telinga karena mengganggu. "Ah enggak, emang kenal aja."

Tak ada sahutan lagi, Farel malah nyelonong mendahului Geo. Tuh Farel memang kadang suka aneh, dari ketiga sahabat hanya dia saja yang belum Geo kenali karakternya. Paling cuma tahu, Farel tergolong pribadi introvert.

Jarak koperasi masih tiga tangga lagi.

"Ge punya kepribadian ekstrovert kayak lo, enak ya." Farel berujar lagi, kali terdengar nada iri dari bicaranya.

"Sebetulnya Rel, setiap kepribadian punya keuntungan dan kelebihannya masing-masing. Gimana cara kita nikmatinya aja sih menurut gue," kata Geo sesekali melempar senyum pada beberapa murid yang ia kenal.

"Beda Ge, di lingkungan ini, mereka seolah-olah cuma memihak sama orang-orang yang berkepribadian ekstrovert. Mereka seenaknya menyimpulkan orang orang yang berkepribadian introvert macem gue, orang yang judes, nggak mau berbaur, pelit komunikasi, ansoslah. Padahal mereka nggak tau ini kan emang kelemahan dari golongan introvert." Oh jadi ini suara hati sang introvert? Jujur Geo senang Farel mau terbuka dengannya.

Jadi Farel lancar ngomong kalau suasana lagi nggak ramai aja. Sekarang Geo tahu.

"Sebenarnya ini bukan masalah mihak memihak  Rel, cuma kurangnya pemahaman mereka aja soal kepribadian introvert. Karena pengetahuan kepribadian gini masih terdengar asing di masyarakat." Hanya ini yang Geo dapat simpulkan.

Langkah Farel terhenti. "Gue setuju, emang masih terdengar asing di telinga masyarakat," katanya setuju pendapat Geo. Lalu melangkah ke sisi pembatas koridor.

Geo hanya mengikutinya, melihat ke bawah orang-orang yang lagi hilir mudik walau ini jam belajar tapi ada saja kegiatan di bawah gedung. Entah ngapain.

"Semenjak gue tinggal di Jakarta, semua seketika berubah Ge," ucap Farel penuh rasa tanya. Geo menoleh.

"Berubah, maksud lo?"

"Iya, dulu waktu gue di pondok, gue berteman sama orang-orang sefrekuensi sama gue. Golongan orang-orang kalem tau kan lah ya. Tapi setelah gue pindah ke sini, lingkungan rumah gue yang rata-rata orang banyak omong dan tergolong ekstrovert. Gue ngerasa nggak cocok bersosialisasi di lingkungan tempat tinggal gue."

"Lo harus terbiasa Rel," ucap Geo. "Gue tau ini nggak mudah bagi orang introvert kayak lo berada di tengah-tengah mereka. Tapi lo juga harus mulai memahami orang-orang di lingkungan lo, jangan maunya dipahami aja, kalo gitu lo egois namanya," tekan Geo sedikit nyelekit di akhir kalimat.

"Gini deh, gue punya hak gak sih buat nggak merespons? Obrolan mereka tiap malem lo tau apa?" Geo menggeleng.

"Mereka ngomongin hal-hal nggak berfaedah banget Ge, ngomongin orang, iri sama kesuksesan orang, kadang jelek-jelekin orang, yang menurut gue itu udah terdengar toxic gak sih?"

End Mission (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang