48. Hikikomori

4 0 0
                                    

Happy Reading

Siap baca sampai ending? >.<


Flashback on

Malam itu sehabis isya, Zahid mengendarai motornya menuju rumah Geo untuk mengambil flashdisknya yang main di bawa aja sama Geo. Ia ada tugas editing video yang harus selesai malam ini juga, sayangnya gara-gara ulah Geo waktunya untuk mengerjakan tugas jadi tertunda.

Selain usil, pemalas, dan rese, rupanya gadis itu juga punya bakat jadi maling. Eh, kok asal ceplos aja sih?

Tapi kira-kira begitulah tangkapan Zahid atas sifat gadis yang sudah menjabat sebagai sahabat pertamanya.

Hampir sepuluh menit berkendara Zahid pun sampai di rumah Geo, memarkirkan motornya di depan pagar. Lalu berjalan ke perkarangan rumah Geo, langkahnya melambat saat melihat sosok pria muda lagi menyemprot-nyeprot sesuatu di tanaman. Zahid yakin ini sosok sangar yang sering Geo ceritakan alias Papah Geo.

Padahal Zahid sudah berjalan selambat siput, tapi kok cepat juga ya sampainya?

"Permisi, Om," salam Zahid.

Pria berwajah setengah China itu berhenti melakukan aktivitasnya, dan memerhatikan Zahid dari atas sampai bawah.

"Saya Zahid Om, teman sekolah Geo," ucap Zahid memberi tahu.

Papah Geo bangkit dan meletakkan botolnya. "Oh Zahid. Ayo masuk."

Apa-apaan ini? Jangan-jangan Geo bohong bilang Papahnya ini sosok yang sangar. Nyatanya ini Zahid disambut baik.

Geo pernah bilang kalau Papahnya ini paling sensitif kalau Geo berurusan sama anak cowok. Biasa, khawatirnya suka berlebihan.

Zahid mengikuti langkah Papah Geo lalu dipersilakan duduk di kursi ruang tamu.

"Ada perlu apa malam-malam?" tanyanya datar.

Ternyata ekspetasi Zahid salah.

"Mau ambil flashdisk aja Om, tadi kebawa sama Geo."

Papah Geo manggut-manggut. "Geo lagi keluar sama Mamahnya, tunggu ya."

Zahid mengangguk nurut. Tak lama suasana canggung tercipta. Papahnya Geo hanya memperhatikan Zahid intens, Zahid yang diperhatikan seperti itu hanya memain-mainkan ujung kunci motor.

"Kata Geo kamu baik," ucapnya tiba-tiba. "Tapi saya belum yakin," lanjutnya memasang ekspresi dingin.

Sifat aslinya mulai kelihatan.

Sebisa mungkin Zahid bersikap biasa saja. "Hmm, terus bagaimana cara meyakinkan Om?" tanya Zahid memberanikan diri. Meski jantungnya kini deg-degan.

"Menjaga dia dengan baik."

"Oke Om, sebisa saya."

"Kamu kayaknya pengin banget ya berteman dengan Geo?"

"Pengin Om."

Kemudian Papah Geo tiba-tiba terkekeh. Padahal nggak ada percakapan yang lucu. Zahid mengerutkan kening bingung.

"Geo nggak pernah sampai mohon-mohon sama saya supaya mengizinkan dia berteman dengan cowok. Tapi semenjak dia kenal kamu di Horikoshi, dia jadi ingin sekali saya mengizinkannya bersahabat dengan kamu," jelasnya membuat Zahid melongo. Sampai mohon-mohon? Serius?

End Mission (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang