Hai, selamat siang semua ^^
Update lagi nih:)
Selamat membaca teman-teman (✿^‿^)
Zahid : gabut yuk
Geo : send a lok
Geo : jam 3
Bagi Geo, Hori adalah lautan yang pilih sebagai tempat terakhirnya bernaung. Lautan seberapa dalam seni merubah hidupnya, seluas apa hal-hal baru, pengalaman baru, orang baru, membentuk dirinya dan sepertinya... Menjadi pacar gabut Zahid adalah permulaan dari penyelaman laut itu sendiri.
Tentu Geo tidak merasa keberatan sama sekali atas permintaan Zahid, karena itulah tujuan utamanya; membantah Papa diam-diam.
Papa punya aturan ketat banget, saking kerasnya hal itu justru malah mengenalkan Geo dengan rokok sebagai pelarian tenang. Sebenarnya keluarga mereka harmonis kok, hanya saja... Geo juga ingin mencari jati diri.
Geo membuka pintu dan mendapati papa dan adik laki-lakinya; Geza, tengah berbincang serius. Ya, Geo tahu apa isi perbincangan itu.
"Boleh ya Pah? Cuma tiga kali pertemuan kok."
"Belajar jadi terganggu nggak? "
"Dijamin engga."
"Halo dua pacarku." Geo tersenyum lebar merangkul papa dan Gaza di tengah-tengah. "Udahlah pah, bolehin aja. Toh positif. "
Geza sontak berjingkrang senang hati. "Tuh, kakak aja dukung. "
"Ini kamu mau ke mana rapi bener? " papa malah salah fokus melihat Geo yang sudah rapi, gaun motif hitam polos selutut dengan rambut dibiarkan tergerai kali ini.
"Mau makan ramen yang baru buka ituloh."
"Sama siapa aja? Ada cowoknya? "
Tidak mungkin Geo jujur. Bahaya. Sungguh. "Paling me time lagi..."
"Mau gua temenin nggak?" tawar Geza yang dibalas gelengan.
"No, udah ya aku berangkat! " Geo beranjak cepat-cepat menghindari interogasi.
💮💮💮
Geo benci menunggu. Maka dari itu saat Zahid datang pongo masuk ke kafe ia sudah melayangkan lirikan sinisnya.
"Lo telat satu jam," tekan Geo.
"Asli tadi disasarin busway," Zahid menenggak lemon tea milik Geo sampai ludes.
Geo yang sudah kehabisan energi untuk marah memilih diam. Ini salah satu sikap baiknya yang orang sukai, Geo bisa mengendalikan amarah walaupun sebenarnya mau meledak juga.
Dan ia juga merasa bersalah akan hal ini.
"Za gue kira lo tuh naik motor makanya gue sherlok."
"Motor dipake nyokap, terus bibi bilang di Jakarta harus belajar naik Transjakarta atau sama angkot gratis apa tuh? Jak... "
"Jaklingko?"
"Nah. Ya udah gue coba belajar. "
Hal unik dari Zahid yang Geo suka adalah, Zahid pembelajar. Zahid suka belajar dan lupa sama sekitar kalau sudah belajar, berbeda 90 derajat sama Geo. Geo juga suka kok belajar. Namun hanya seni yang ia fokuskan, hanya seni prioritas utamanya, pelajaran umum lainnya dibiarkan seadanya.
"Nanti gue ajarin deh ya, cara naik Tj. Emang kalau belum biasa jadi suka kesasar."
"Habis makan deh, gimana?" tawar Zahid semangat.
"Sekarang banget? "
"Iya, mau yayayya? " Zahid mengedip-ngedipkan matanya memohon.
"Oke."
💮💮💮
Beruntungnya ini hari ini minggu jadi lalu lintas tidak macet seperti biasanya. Geo jadi bisa leluasa mengajak Zahid muter-muter bermodalkan bus Transjakarta. Perjalanannya pun hanya transit satu demi satu halte tanpa turun sama sekali, toh Zahid memang hanya ingin dikenalkan sama tempat-tempat di Jakarta tanpa ada niat mengunjungi, itu bisa belakangan.
Tujuan awal mereka menaiki bus yang mengitari Bundaran HI lalu dilanjut turun di kejaksaan Agung lihat pemandangan blok M, kemudian terakhir ini, naik Transjakarta jurusan Djuanda. Ngomong-ngomong sore ini hujan turun lagi, menambah hawa dingin dalam busway. Penumpangnya juga nggak banyak jadi mereka kebagian tempat duduk.
"Oh Pos Bloc di sini." Zahid terpana oleh pemandangan dari kaca saat busway melewati daerah Pasar Baru.
"Suka ada Bazar." ucap Geo.
"Temen gue pernah ngonser di sini."
"Oh ya?"
Zahid mengangguk antusias seraya mengeluarkan handpone untuk memotret, sadar ketahuan Geo, buru-buru ia mengantonginya lagi seolah tidak apa-apa. Inilah yang aneh bagi Geo, beberapa kali saat Zahid memotret begitu ia menoleh Zahid buru-buru ganti aktivitas seolah kegiatan yang barusan tidak boleh ada yang tau. Tentu hal ini mengundang satu rasa penasaran.
"Zahid, sebenci itu sama seni?"
Zahid gelagapan. Dilihatnya pemandangan di luar kaca dengan postur tubuh yang mendadak gusar, pertanyaan Geo barusan seperti menghantam bom atom. Geo yang sadar wajah Zahid pucat langsung merapat memberi kehangatan.
"Maaf."
"Engga papa anjir, gue aja yang payah."
"No, kalo sama gue jangan pernah sebut kata payah."
"Geo lo nggak mungkin pindah sekolah kan?" Zahid menyeluruhkan pandangan ke wajah Geo begitu intens terselip permohonan.
"Lo ngomong apa deh Zahid?" Geo tidak mungkin mengatakan hal yang berkaitan dengan janji, karena tahu waktu bisa saja berputar tiba-tiba tanpa memedulikan manusia yang siap atau belum.
Zahid menggeleng keras sambil menepuk-nepuk pelan kepalanya seakan ada yang harus segera dikeluarkan. "Lupain, maaf, nggak tau gue kok jadi lemah gini depan lo nggak lucu banget."
"Tandanya kita emang cocok Za jadi temen."
Alis Zahid terangkat satu, Teman?
"Maksud gue, pacar gabut."
"
Ke mana Zahid bawa Geo besok?
Next, part selanjutnya ya.
Terima kasih yang sudah baca ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
End Mission (END)
TienerfictieLewat pertemuan di kelas multimedia, Zahid dan Geo berhasil membuktikan bersahabat lawan jenis tanpa melibatkan perasaan bisa terjalin langgeng. Juga lewat misi dari seseorang untuk menyelamatkan masa depan mereka keduanya jadi semakin akrab melewat...