"Kayak kenal." Kedua mata mereka bertemu, saling tatap beberapa detik. Ingatan-ingatan itu mundur bagai penayangan ulang.
"Ih kamu jangan coba ambil Papah dari Mey ya!"
"Itu kan salmon aku!"
Cup
"Kalo berisik lagi aku cium!"
"PAPAH TOLONG."
Tanpa ba-bi-bu lagi, gadis berambut pirang sebahu itu berlari, sadar akan ingatannya.
"Heh tunggu." Zey tentu tidak tinggal diam dan mengejar cewek itu, membuat beberapa orang di sana menatapnya bingung.
"Jessie sama Kak Zey kenal?" tanya Geo menengok ke Reen.
Reen masih memandang kedua punggung yang kian menjauh, menggeleng. "Jessie ngapain ke sini?"
💨💨💨
Di tengah berlari, ingatan itu makin pulih di memori Zey. Saat di mana dia menggendong cewek itu naik di bahunya, mengepang paksa rambutnya yang pendek hingga kusut lalu malamnya diomelin Om Zean, saat di mana bibirnya usil mencium pipi cewek itu hingga menjerit memanggil sang Papah. Peristiwa sepuluh tahun lalu itu bagai lampu yang sudah lama redup akhirnya menyala.
"Tunggu dong." Kaki Zey masih lincah mengejar cewek itu bahkan sampai membuat kericuhan di sepanjang lorong rumah sakit.
Menabrak pasien yang lagi duduk di kursi roda hingga pasien itu terjungkal, menabrak suster yang lagi mendorong keranjang makanan pasien hingga makanan itu berserakan sia-sia. Ah, sifat rusuhnya dari kecil nggak pernah punah.
Saat sudah diujung, hanya tersisa satu ruang mayat sementara kanan kiri tembok. Cewek itu nampak kebingungan dan akhirnya menghentikan larinya dengan punggung sedikit membungkuk. Zey menyengir puas.
"Mau masuk? Berarti harus jadi mayat dulu dong?"
Cewek pirang itu mencebikan bibir kesal.
Zey pun berhenti melangkah dengan napas tak beraturan. Tatapan matanya tak lepas memandang seluruh inci tubuh cewek itu. Kok jadi cantik banget?
"Kamu benar Mey? Jadi kamu masih hidup?" Zey mengubah gaya bahasanya. Sejak kecil dia memang berbicara dengannya pakai bahasa sopan. Maklum dulu masih bocah.
Suasana hening tercipta. Keduanya saling mematung dengan rasa rindu yang sulit diluapkan. Tidak, tangan Zey gatal sekali ingin memeluk tubuh cewek itu, memeluk sepupu keduanya, tapi entah ada penghalang yang membuat Zey sulit.
"Kalo Om Zea__"
"Jangan sebut nama itu!" potongnya. "Dia orang jahat."
"Mey Kok ngomong gitu?"
Cewek bernama Mey itu menyembunyikan wajahnya yang mulai turun hujan.
"Kamu ke sini mau jenguk Zahid kan?"
"Mey yang bikin dia sekarat," akunya terang-terangan.
"Eh? Apa??"
Setelah membuat pengakuan itu, Mey langsung berlari sekuat mungkin meninggalkan Zey yang masih mematung dengan tubuh melemah.
💨💨💨
"Eh-eh Zahid udah bangun nih." Reen yang tengah memainkan handphone terhenti saat melihat mata Zahid berkedip. Lantas memberitahunya macam siaran bola yang sudah tayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
End Mission (END)
Teen FictionLewat pertemuan di kelas multimedia, Zahid dan Geo berhasil membuktikan bersahabat lawan jenis tanpa melibatkan perasaan bisa terjalin langgeng. Juga lewat misi dari seseorang untuk menyelamatkan masa depan mereka keduanya jadi semakin akrab melewat...