18. Langkah

1 0 0
                                    



Selamat membaca ❤️









Zahid memarkirkan motornya usai sampai di sekolah.  halaman parkiran belum terlalu ramai sehingga ia bisa memarkirkan motornya dipinggir, jadi nanti pas pulang nggak repot tabrak-tabrakan. Karena biasanya kalau setiap jam pulang, dari motor satu ke motor lain suka desak-desakan mengeluarkan motornya jadi sering terjadi tabrakan nggak di sengaja. Maklum, murid di Horikoshi banyak yang mengendarai motor dibanding mobil.

Setelah motor sudah terparkir aman, Zahid pun turun menuju kelas. Dari jarak yang cukup dekat, pandangan menangkap seseorang. Itu Hanres.

Tanpa berlama lagi, Zahid menghampiri Hanres untuk meminta maaf. Dari kejadian itu Zahid memang belum bertemu dengan Hanres, anak itu sulit juga untuk ditemui. Ngomong-ngomong Zahid juga mengetahui namanya dari Reen.

"Hanres?" Zahid memanggilnya.

Hanres melepaskan helmnya, agak canggung saat melihat kehadiran Zahid.

"Gimana kondisi tangan lo?"

Hanres memperlihatkan sekilas tangan kirinya yang masih terbalut perban. "Syukur, udah enakan."

Zahid menunduk, memain-mainkan lidahnya agar bicaranya lancar. Meskipun dalam kondisi kaku.

"Soal kemarin, gue minta maaf ya. Gue nggak bermaksud ... sumpah."

Seolah mengerti penyesalan Zahid, Hanres menepuk bahu cowok itu dengan senyuman kecil. "Nggak papa, santai aja."

"Tapi tangan lo jadi luka gara-gara gue..."

"Seharusnya gue yang minta maaf Za," embus Hanres, Zahid menyeringai tak setuju.

"Maaf ya, gue nggak ada niatan sama sekali buat deketin Geo. Kita cuman sebatas teman satu klub aja, selain itu nggak ada apa-apa kok," ujar Hanres menjelaskan kedekatannya dengan Geo.

Tahukah dia bahwa Zahid tidak sekalipun mempermasalahkan hal itu.

"Ya udah, gue ada jam olahraga abis sini. Duluan Zahid," pamit Hanres menjauhi Zahid perlahan.

💫💫💫




















- Gak boleh nonton series Netflix!
- Gak boleh baca novel!
- Harus makan sayur dan buah
- Gak boleh main!
- Tiga hari sekali, Olahraga!
- Belajar 3 jam perhari
- Hp disita selama sebulan

•Zahid ^^

Kedua mata Geo melebar melebihi lebarnya lapangan Horikoshi, menggambarkan betapa terkejutnya Geo atas peraturan yang baru dibuat oleh Zahid.

Zona nyamanku, dunia bebasku, film-film favoritku, Sebentar lagi akan lenyap di tangan Zahid.

"Boleh ada penawaran?" tanya Geo menegosiasi.

"Mau nawar yang mana?"

"Nonton series satu hari satu episode aja, boleh?"

"Nggak."

"Setengah episode deh, boleh?"

"Nggak."

"Kalo baca novel, setengah hari dua puluh lembar aja. Boleh 'kan?"

"Nggak juga."

"Membaca 'kan sama aja belajar Za."

"Itu aturannya udah jelas Ge, lo kalo mau komplain mau gue aduin ke Kak Ardy?" ancam Zahid sukses membuat Geo kicep.

Okelah, demi masa depan, demi keluar dari zona nyaman, demi negeri impian, Geo harus patuh terhadap misi ini.

"Kita mulai belajar besok, besok gue kasih teknik-tekniknya dulu. Oke?"

"Oke..."

"Ya udah, mana sini hp lo?"

Penagihan inilah yang dari tadi Geo takuti, Geo belum siap kalau harus berpisah dengan handphone kesayangan.

Geo memegang erat handphonenya, ia benar-benar nggak tega. Karena kelamaan, akhirnya Zahid merampas handphone tersebut.

"Lamaa!"

Baiklah, mulai besok hidup Geo dijalani oleh Zahid.



💫💫💫













Zahid itu orangnya pemaksa kalau ada hal yang benar-benar ia ia inginkan. Tidak peduli apapun keadaannya, yang terpenting ia harus dapatkan segera apa yang ia pengin. Contohnya sekarang, walau hujan malam ini cukup deras, Zahid tetap memaksakan diri untuk keluar membeli beberapa alat tulisnya untuk belajar. Padahal besok 'kan bisa, tapi karena Zahid orang ambisius jadi ia tidak mau menundanya besok.

Lokasi fotokopi tidak terlalu jauh dari rumah Zahid, makanya Zahid memutuskan untuk berjalan kaki saja menggunakan payung.

Hanya delapan putaran ia pun sudah sampai di fotokopi tersebut.

"Mas, kayak biasa ya," ujar Zahid pada Mas penjual yang ia kenal dekat.

"Eh Zahid." Mas itu tersenyum ramah pada Zahid. "lagi hujan lho ini, nekat ya kamu," kekeh Masnya.

Zahid mengangkat payungnya. "Gunanya payung buat apa Mas?"

Masnya langsung cemberut, begini nih ngomong sama orang pintar. "Iya-iya, kayak biasakan? Satu aja?"

"Tiga sekalian."

Yang dimaksud kayak biasa itu adalah sebuah kotak pensil yang sudah terisi lengkap dengan banyaknya alat tulis. Hanya di fotokopi ini yang menyediakannya.

"Nih Za." Masnya menyodorkan pesanan Zahid yang sudah dikantongi.

Zahid menerimanya sembari mengasih uangnya. "Makasih Mas."

"Siap, hati-hati Za."

"Siaaap."

Zahid pun melangkah untuk pulang.

Ini Zahid yang kemalaman atau emang karena hujan jadinya jalanan sepi, tidak ada pejalan lain selain Zahid. Benar-benar sepi seperti kuburan.

Walau sepi dan hawa seram mencekam seketika, Zahid tetap melanjutkan langkahnya. Melewati beberapa perkomplekan yang sepi. Mungkin penghuninya lagi pada anteng di kamar.

Hanya ada suara rintikan hujan dan lampu penerang, serta suara langkah Zahid yang makin ke sini makin nyaring.  Seolah ada langkah lain yang mengikuti Zahid.

Stap-stap-stap

Ini Zahid yang halusinasi saja, atau memang ada seseorang yang mengikutinya?

Zahid berhenti sebentar. Menengok ke belakang, namun tidak ada siapa-siapa.

"Mana ada setan lagi ujan."

Tidak mau berpikir panjang, Zahid pun kembali melanjutkan langkahnya.

Stap-stap-stap

Tanpa Zahid sadari, langkah  seseorang masih terus membuntutinya diam-diam.











Kira-kira siapa yang ngikutin Zahid?

Next, ku update segera ^^

Terima kasih sudah baca ʘ‿ʘ

End Mission (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang