38. Lembaran baru

0 0 0
                                    

Happy reading (ʘᴗʘ✿)


Langit nampak bersahabat, cuaca sore adem ayem seperti di pedesaan. Hampir di setiap sudut jalan, suara pedagang dorong yang menjual makanan berbeda-beda berbunyi semangat mengitari jalanan.

"Kue rangi kue rangi."

"Susu, susu sapi."

"Tahu bulat, digoreng dadakan. Sotongnya juga ada siapa lagi siapa lagi."

Di tengah trotoar, Zahid dan Geo berjalan santai. Tangan kanan mereka sama-sama memegang ice cream coklat sedangkan tangan kirinya saling bergandengan. Mengayunkan ke depan belakang dengan melodi lagu twinkle-twinkle little star.

Ya, sepulang sekolah mereka ada janji bertemu Kak Ardy di cafe Italia yang pernah jadi titik terang terciptanya misi mereka. Kak Ardy akan mengarahkan apa saja briefing yang harus disiapkan sebelum memulai misi.

"Za tunggu," ucap Geo melepas tautan tangannya. Menatap lurus sesuatu di sebrang jalan sana. "Udah lama nggak makan permen kapas."

"Geo, ice creamnya belum habis lho."

Ice cream yang tersisa sejengkal jari kelingking itu, Geo sergap cepat ke mulut. Menelannya susah payah, lalu tersenyum manis.

"Abis deh."

Zahid mendengus malas. "Males ah nyebrangnya," keluh Zahid sudah dapat membaca gelagat Geo.

"Zaaaa." Geo memasang ekspresi semelas mungkin.

"Oke," putus Zahid nggak mau berdebat.

Ia pun dengan diri kurang ikhlas, menyebrangi jalan raya itu, melambaikan tangan ke penjual permen kapas untuk menunggu. Ditengah penyebrangan, Zahid terdiam merasa ada yang janggal.

Kok Geo jadi manja?

💨💨💨


Bukan lagi minuman, makanan, atau sejenisnya yang dapat di buang di perut. Melainkan, meja bundar yang seharusnya terisi oleh makanan kini telah terganti. Hanya ada buku-buku tebal, lembaran kertas kosong, juga alat tulis tentunya. Dibelakang benda-benda itu sudah duduk tiga orang dengan keseriusan yang tercipta.

"Oke, jadi kalian udah serius belum jalanin misi ini?" Pertanyaan serius dari Kak Ardy.

"Serius dong." "Dua rius dong," sahutnya serempak.

"Oke, jadi mau dimulai dari?" tanya Kak Ardy menatap keduanya.

Zahid menunjuk Geo. "Geo, Kak."

Geo menunjuk dirinya. "Iya Geo, dulu."

"Oke." Kak Ardy mendorong kursinya menghadap Geo. "Apa tujuan lo mau belajar?"

"Ngilangin sifat malas, banggain Mamah Papah, kejar nilai di bawah kkm," jawab Geo menyebut semua.

"Hmm tujuan lo bagus, jadi nih yang harus lo lakuin sebelum belajar yaitu, inget selalu tujuan dan~~." Kak Ardy mulai menjabarkan lengkap teorinya. Lima menit berlalu ia selesai menerangkan. "Gimana? Paham?"

"Hah?" Geo malah menganga polos.

Kak Ardy melengos panjang sedangkan Zahid sudah menenggelamkan wajahnya di buku.

Dasar Geo, saat Kak Ardy menjelaskan bukan telinga yang ia fungsikan melainkan mata. Ia tak memfokuskan dirinya melihat style Kak Ardy yang hari ini memakai bucket hitam di kepalanya. Sungguh tampan menggoda iman.

"Ge jangan gini, dong," ucap Zahid berusaha sabar.

"Iya-iya maaf, abisnya Kak Ardy ganteng banget." Kak Ardy membuang muka berusaha tak salah tingkah.

End Mission (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang