Twenty-Seven √With Kevlar

257 12 1
                                    

Bagi seorang kelas menengah membayangkan bersama orang-orang terpandang adalah sebuah haluan tak semua dapat mewujudkannya. Jika terlihat memang seperti itu hanya berteman maupun berbincang dengan yang sepadan. Pemikiran-pemikiran orang rendah yang berusaha meninggikan dirinya. Tidak seperti itu, nyatanya akan terwujud tergantung bagaimana kita bersikap dan sedang berusaha.

Tetapi, berpikir seperti itu tidaklah salah karena pikiran terkadang terlintas begitu saja. Mungkin gadis ini sama halnya, tak pernah membayangkan dirinya bisa seperti sekarang. Bertemu orang baru di sekolah baru terutama Retha selaku sahabat baik hingga kini. Mengenal Rayan tanpa perkiraan begitu unik jadinya serta pernah menjadi sebuah mainan oleh seorang Kevlar yang sombong.

Dan sekarang? Kini mereka berbincang hangat di taman. Terlihat beberapa buku bacaan serta buku mata pelajaran dibacanya dengan Rayan bersikap dewasa mengajari Belin soal perhitungan. Retha pun sama halnya sedang berlatih mengerjakan soal-soal kemungkinan naik dalam ujian nanti.

Meskipun tanpa belajar perempuan itu diyakinin akan mendapat nilai tinggi nanti. Seperti itu teman kelasnya membicarakan gadis blasteran itu. Nyatanya dibalik nilai tinggi akan ada usaha dibelakangnya, mengulang materi dan mempelajari kembali tidaklah salah melainkan memperkuat daya ingat dan memperluas wawasan.

Ada Kevlar sibuk membaca buku juga, duduk tepat dihadapan Belin dengan Rayan disamping perempuan manis itu sembari mengajar dan menjelaskan semudah mungkin agar mudah dipahami. Retha sesekali mengusili Kevlar di sampingnya dan Bisma menggombali adik kelas yang lewat. Tak bisa kita pungkiri bahwa sekolah itu dihuni oleh perempuan cantik dan pintar. Sedangkan Gavin berbincang senyambung mungkin dengan Kayra mengenai persoalan masa depan akan melanjut kuliah di mana setelah lulus.

"Nggak gini, Bel, harusnya 2 ini nggak ada di sini. Coba pangkatkan ulang, deh." Rayan mencoba memangkatkan kembali lalu menjelaskan ke Belin karena ia tahu bahwa jawabannya tidak seperti itu.

"Hm, hm, hm, ciee, ciee, " ejek Retha langsung menutup wajahnya dengan buku. Buku hasil belanjaan Rayan untuk Belin sepulang sekolah kemarin. Tentunya bukan perempuan itu menginginkan melainkan pemuda sedang mengajarinya langsung membeli banyak yang menurutnya bermanfaat meski telah ditolak berulang kali.

Diam-diam Kevlar melihat mereka berdua sangat akrab. Lantas kenapa matanya seakan berat melihat pemandangan tadi, ingin kesalpun rasanya tidak bisa. Ego dan gengsi lebih tinggi dari apapun bagi seorang Kevlar dari pada memerhatikan ketidakjelasan hati.

"Apa-apaa ... lihat-lihat." Sebuah buku mendarat ke keningnya membuat dia tersadar.

"Apaan si lo nggak sopan banget sama Kakak kelas," kesal Kevlar mendorong bahu Retha sedikit.

"Bodo amat, emang gue peduli lo siapa? Kan sama aja manusia," tukasnya membalas mengangkat bahu dan alisnya spontan. Bibir tipis itu sedikit mengerucut.

"Lama-lama gue cekik lo," kata Kevlar memeragakan seakan mencekik Retha.

"Sini, nih, lehar gue, berani nggak? Cuma ke cewe aja lo lawannya, banci!" tambah Retha berterus terang.

"Nih bocil ngeselin banget, mau gue cekik betulan?" tanya laki-laki tampan itu sedikit bernada kesal.

"Udah, Kev, cewe itu," ujar Rayan menggeleng kepala melihat tingkah adik dan juniornya ini.

Sedangkan Belin tadi juga kaget mengira Kevlar akan mencekik sahabatnya. Disisi lain Gavin dan Kayra tertawa kecil melihat tingkah konyol itu. Ada kecocokan diantara Kevlar dan Retha di mata pasangan harmonis itu.

"Salahnya, Bang, gue nggak salah apa-apa tiba-tiba digampar buku. Gimana nggak salah coba?"

"Salah lah, lo natapin Belin sahabat gue! Gue nggak suka lo natapin dia ya! Gue masih ada dendam sama lo udah mainin sahabat gue layaknya boneka! Udah bikin malu juga di kantin!" Retha berdiri sembari memegang pinggangnya mengomeli Kevlar di mana akhir kalimat sengaja ditekan.

BELINDA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang