Kepedihan ini terlalu mendalam untuk ditetima. Namun, rasa juga tak bisa memungkiri untuk memaafkan orang tersebut.
⛅⛅⛅
Author POV
"Bel, coba lihat ini, deh," ujar Retha dengan memegang dua baju couple. "Kita akan couple, lo pakai ini dan gue ini," Retha langsung memberikan satu baju yang dipegang tangan kanannya tadi ke Belin.
Gadis itu tersenyum tipis untuk menanggapi Retha. Datang di jam 06.00 WIB saat Belin masih ada diatas kasur menikmati pagi. Kemarin dari makam Lindo, Retha harus pulang terlebih dulu karena orang tuanya menelpon. Kata Retha malam hari dia akan datang. Namun, dia harus mengantar sang daddy ke bandara jam 2 pagi tadi yang akan pergi ke luar negeri karena urusan pekerjaan. Maka dari itu Retha baru bisa ke rumah Belin pagi ini.
"Sewaktu pulang dari bandara gue liat ada toko masih buka, gue liat ada baju ini terpampang dikaca. Langsung aja, deh, gue ke sana. Bajunya lucu 'kan makanya gue langsung beli," jelas Retha mengingat kejadian subuh tadi setelah pulang dari bandara, "kata mommy yaudah beli saja," lanjutnya.
"Ini pasti mahal, 'kan?" tanya Belin sangat pelan masih mengamati baju yang berada dipangkuannya.
"Apaan, sih, lo nggak boleh tanya gitu. Gue beli ini karena suka dan lucu bukan mahal enggaknya," ujar Retha lalu mendudukkan diri ke kasur berhadapan Belin. "Oh, iya, mommy nanyain kabar kamu. Gue bilang udah baik dari hari kemarin-kemarin." Belin tersenyum. Baik? Dia hanya berusaha terlihat baik saat berhadapan dengan orang.
Belin bingung, Retha belum tahu kejadian saat dari makam. Bagaimana terungkapnya kasus kecelakaan Lindo, Kevlar yang melukai diri dan orang tuanya masih berada dikantor polisi. Retha sangatlah baik, dia seperti saudara perempuan Belin. Tidak adil rasanya jika tidak menceritakan hal ini ke dia.
"Retha, terima kasih udah baik sama Belin dan udah beliin ini juga," kata Belin lalu memegang tangan kanan Retha.
"Sama-sama, namanya juga sahabat ... gue nggak akan seceria ini jika lo nggak hadir jadi teman gue. Gue akan selalu jadi Retha cuek dan dingin seperti kata teman lainnya." Retha mengembangkan senyuman tulus yang dibalas oleh Belin.
"Are you okey, Bel?" Raut wajah Retha berubah saat sadar setelah menatap lamat-lamat mata Belin ternyata kembali bengkak dari hari kemarin.
Belin hanya tersenyum simpul. "Bagaimana jika Belin katakan kalau lagi nggak baik-baik saja, Ret? Belin ingin menyembunyikannya sendiri dan ingin selalu menjadi Belin yang ceria dimata orang lain. Belin nggak mau terliht lemah Ret," jelas Belin lalu menghela napas. Senyum mekar memberi kode
"Ada yang ingin lo ceritakan, Bel?" Tatapannya seakan memberi kehangatan ke Belin. Perempuan cantik itu hanya mengangguk setelah senyum tadi surut.
Pelan menelan saliva sendiri, memejamkan mata beberapa detik. Menghela napas panjang. Pandangannya beradu dengan Retha. "Sebenarnya kemarin Kak Rayan datang ke sini dan memberi tahu bahwa kasus kecelakaan kakak udah terungkap siapa yang ada dibalik itu semua dan ternyata kecelakaan itu direncanakan," lirih Belin masih terdengar jelas ke telinga Retha.
Perempuan itu sangat kaget bukan main mendengar kata 'direncanakan' siapa orang jahat yang tega seperti itu kepada orang baik.
"Siapa, Bel? Siapa orang jahat itu?" Spontan Retha berdiri dari duduknya.
Belin menatap Retha tengah berdiri. Matanya kemudian teralihkan menunduk melihat tangan sendiri. "Mama," gugup Belin.
"Siapa, Belin?!" tegas Retha ingin sekali mengetahui sang pelaku. Dia benar-benar marah saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELINDA (END)
Teen FictionLelah. Satu kata yang menggambarkan diri seorang Belinda, gadis remaja yang harus melalui pahitnya kehidupan. Membungkam air mata yang harus tergantikan oleh senyum merekah untuk terlihat kuat menghadapi keadaan. Banyak yang membenci, menghina, men...