Thirty √Broken Cry

337 18 22
                                    

Hanya kesedihan, air mata dan sakit hati mendalam hadir ketika kehadirannya akan membawa kenangan bersama dirinya untuk selamanya.

⛅⛅⛅

Sudah 30 menit seorang dokter juga beberapa perawat tengah sibuk mengatasi pasien yang ditabrak mobil. Orang yang mengantarnya begitu tegang dan bersedih. Tak dapat membendung air mata Retha menangis sederas mungkin atas tragedi yang barusan terjadi.

Gavin dan Bisma berlari saat tahu ada kecelakaan terjadi. Ada Kayra dan juga Dinda. Entah di mana mereka bisa bertemu, semuanya panik saat mengetahui berita ini. Gavin berusaha menyabarkan Rayan sedang berada dipojok. Bisma ikut berdiri menyemangeti sang sahabat.

Sedangkan Kevlar tengah duduk dikursi sambil mengacak-acak rambut prustasi masih bingung dengan apa yang terjadi. Kedua tangannya menutup muka menahan gumpalan kesedihan di sana.

Di satu sisi masih ada satu orang berdiri di depan ICU tengah membekap mulutnya sendiri melihat orang yang amat disayangi terbaring tak berdaya di dalam sana. Sangat lemah rasanya melihat alat-alat rumah sakit menempel di badan orang dalam sana.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" ucap anak tadi langsung menyambut dokter baru saja keluar.

Retha langsung saja berdiri dari duduk, terburu-buru ke wanita selaku dokter baru saja memperiksa orang di dalam sana. "Mommy, bagaimana keadaannya, Mom???" tanyanya sangat cemas masih dengan air mata berlinang.

"Tolong jawab, Dok," ujar Rayan saat mendekat. Mereka bediri dari duduk dan mengerumungi dokter tadi.

Mommy Retha menggeleng masih tak bisa mengeluarkan kata-kata. Ia mengusap kepala anak yang bertanya pertama kali begitu lembut dan beralih ke pipinya. Baru saja meneteskan air mata kemudian menggeleng kecil seakan memberi isyarat bahwa orang di dalam sana tidak dapat diselamatkan.

"Maaf, nak, kamu yang kuat dan lebih tegar lagi. Saya harus mengatakan bahwa Kakak mu telah tiada," ucap sang dokter pada akhirnya. Semua orang shock akan itu, Retha mendengarnya menggeleng-geleng dan memeluk sang ibu tak kuat menahan tangisnya.

Gadis yang diusap pipihnya tadi masih terdiam sejenak. Tubuhnya lemah, ia mundur menggeleng-geleng keras tak percaya. "Tidak ... tidak ... mana mungkin ... ini hanya mimpi ... iya hanya mimpi saja." Dia berusaha tersenyum dengan air mata yang mulai jatuh satu persatu.

Tak dapat menahan tubuhnya, akhirnya dia jatuh menyandari tembok dingin sedingin tubuhnya mendengar kabar mengejutkan. Masih sangat tak percaya. "KAKAK NGGAK MUNGKIN TINGGALIN BELINNNN!" pekiknya frustasi. Menggeleng belum percaya akan ucapan mommy Retha barusan.

Belin mengusap wajah sangat gusar lalu menerobos masuk ke dalam ICU. Laki-laki itu terbaring lemah dan kepalanya telah tertutupi kain. Infus tadi suster buka begitupun alat-alat yang barusan digunakannya.

"KAKAK!"

"KAKAK"

"KAKAK!!!" Belin kecil mengguncang tubuh sang Kakak. Teman-temannya juga ikut masuk belum bisa mendekati Belin. Mereka ikut bersedih akan Belin yang telah kehilangan sang kakak terbaik selamanya.

"Kakak bangunn, haii bangunn Kakak ...."

"Kakak udah janji sama Belin nggak akan tinggalin Belin."

"Jangan bercanda seperti ini, Kak, ini konyol, nggak baik. Belin akan ngambek dan nggak bicara ke Kakak kalau bercanda seperti ini." Belin masih berusaha mengguncang tubuh Lindo pelan. Suster tadi keluar dari ICU atas permintaan sang dokter. Retha tengah mendekap ibunya, tak kuasa melihat tangisan Belin.

"Kakak, ayok bangun, ayok kita pulang, tadi Kakak bilang mau makan sama-sama ini Belin sudah pulang, Kak. Ayok pulang ke rumah."

"Kakak coba lihat, ada Retha dan yang lain. Tadi Kakak bilang ajak Retha dan lainnya. Ini mereka udah ada, kita akan makan sama-sama 'kan Kakak." tunjuk Belin ke arah Retha lalu beralih ke Rayan juga Kevlar disampingnya begitupun teman lain.

BELINDA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang