Thirty-For √Behind the Accident

313 18 2
                                    

Salah satu patah hati terberat ketika menganggap seseorang itu spesial, namun, dianggap biasa saja dimatanya.

⛅⛅⛅

Tak bisa memungkiri bahwa yang pergi akan ada juga yang hadir dalam kehidupan. Meskipun demikian cerita  tak akan bisa sama. Ingin menghidar juga tidak bisa. Mungkin atas kepergian sang kakak Tuhan membawa papa kembali tanpa dia harap sedikitpun bahwa sang papa akan kembali lagi.

Bayang masa lalu terungkit ketika berkumpul bersama. Nyatanya sang mama dan kakak telah tenang. Kini tinggal bersama papa. Belin tak sendiri, tetap memiliki keluarga. Kini ia benar mengikhlaskan kepergian kakak. Tak ingin lagi terus menerus terkelabuti dalam kesedihan dan inin mengingat pesan-pesan yang pernah disampaikan Lindo.

"Kak, ini Belin datang jengukin kakak. Tapi Belin nggak sendiri ini ada Papa juga. Papa datang dan Belin nggak sendiri lagi. Takdir Tuhan nggak bisa kita tebak, ya," ucap Belin sambil memegang nisan. Telapak tangan menyapu ukiran nama pada nisan terbuat dari kayu.

Pagi ini mereka mengunjungi makam Lindo. Bukan hanya Belin dan juga sang papa melainkan ada Retha, Rayan, Kevlar, Bisma dan Gavin. Bahkan Kayra dan Dinda juga ikut. Mereka semua sudah tahu perihal papanya Belin yang datang dan sudah memperkenalkan diri sebelumnya.

"Tolong maafkan Papa ya, Nak, Papa banyak salah dan sangat salah ninggalin kalian berdua." Terjeda sejenak mengahpus air mata berhasil lolos. "Papa janji akan membahagiakan dan selalu menjadi Papa terbaik buat Belin. Nggak akan ninggalin dia lagi," lanjutnya. Tangan kanan berhasil merangkul putri kecilnya.

"Belin juga, Kak, Belin nggak akan cengeng lagi. Belin berusaha jadi Belin yang kakak kenal jadi Belin yang ceria meski Belin sangat pupus atas kepergian kakak dan mama di sana," ucap Belin lalu menaburkan bunga yang ia bawa tadi. Begitupun dengan sang Papa ikut menaburkan bunga dari keranjang bunga dipegang Belin.

Retha ikut mendekat dan jongkok. Posisi tepat berada di depan Belin. Sebelum melihat nisan, matanya tertuju ke perempuan hadapannya. "Gue juga akan selalu jagain dan jadi sahabat terbaik Belin." Matanya sekilas menatap nisan dan spontan menyapu ukira nama Lindi. "Gue kira gue akan jadi orang spesial dihidup lo, gue dulu ngarepin bisa disamping lo terus sekaligus jadi sahabatnya Belin. Tapi takdir berkata lain. Tidak apa, setidaknya gue pernah rasain bahagia bisa kenal lo, Kak." Retha mengungkapkan isi perasaannya. Ia tak merasa malu jika didengarkan oleh teman-teman sedang berdiri di belakang.

Belin tersenyum tipis mendengar perlontaran kalimat sahabatnya. Dari dulu dia sudah bisa menebak jika Retha telah jatuh hati ke kakaknya.

"Kak, maafin Belin, ya ...."

Setelah itu satu persatu teman-teman ikut menjongkok dan mulau membaca al-fatihah dipimpin oleh papa Belin sebelum meninggalkan tempat itu. Kini Belin harus menerima dengan lapang dada sebuah kenyataan. Memang sudah mengikhlaskan. Hanya saja tanpa kehadiran kakak dan tak terbiasa akan itu berhasil menggoyahkan dirinya.

* * *

Baru saja sampai di rumah tua di maba Belin tinggalin sejak kecil. Saat itu juga seseorang menelpon Rayan. Langsung saja pemuda itu mengangkat telepon setelah beberapa detik tadi masuk rumah. Suara sedikit gemetar saat sedang berbicara dengan orang diseberang sana.

Ternyata melibatkan kasus kecelakaan yang merenggut nyawa Lindo. Betapa kagetnya Rayan saat tahu siapa orang dibalik kasus ini. "Te-ternyata tante gue ada dibalik semua ini," ucap Rayan masih shock tak percaya. Betapa kagetnya Kevlar mendengar kata 'tante' tadi saat bokongnya baru saja duduk.

"Hah? Tante? Siapa?" tanya Kevlar langsung berdiri mendekati Rayan. Laki-laki itu hanya menganggup tak tahu harus menjawab apa.

"Ma-mi--"

BELINDA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang