Ketika merasa sepi maka sahabatlah akan ada. Ketika merasa sepi maka orang yang menyayangi kita akan menguatkan.
⛅⛅⛅
"Kak, Kakak, oh tidakkk!!!" Retha langsung saja terbangun setelah Belin mengigau terbawa mimpi. Deru napasnya memburu terlonjat kaget.
Ia mengambil HP. Melihat jam sudah menunjukkan pukul 1 malam. Memperhatikan Belin lanjut tidur pulas. Baru kali ini Belin mengigau sejak kepergian sang kakak.
Retha menyapu dada merasa lega melihat Belin mulai tenang dan tidak apa-apa. Kembali berbaring dengan menutupi selimut tubuh perempuan yang ada disampingnya hingga dada. Baru saja mata ingin terpejam akan tetapi Belin sedikit keresahan.
Karena kasur yang lumayan kecil, Retha memutuskan bangun dan turun. Berjalan ke sebalah samping di mana Belin tertidur membelakangi. "Panas banget," pekik Retha sendiri ketika tangan halusnya memegang kening juga pipi Belin.
"Gue harus ngapain? Ya ampun panasnya mana tinggi banget." Retha khawatir dan mondar mandir di sana. Entah bagaimana bisa menurunkan panas Belin. Langsung saja memasukkan tangan ke dalam selimut periksa kakinya dingin tapi tubuh lain sangat panas.
Mengambil minyak kayu putih yang dibawakan Rayan waktu itu. Langsung saja Retha menuang banyak minyak kayu putih tersebut ke kaki Belin agar bisa memberinya sedikit kehangatan.
"Kakak."
"Kakak."
"Kakak."
Gadis cantik itu memanggil sang kakak, Retha dibuat kaget dan sangat bingung harus berbuat apa. Alhasil dia segera mengambil HP menghubungi Rayan. Tanpa mengulur waktu gadis tadi langsung mengusap layar bendah pipih dan menghubungi Rayan.
Namun, deringan pertama tidak terangkat, malam seperti ini laki-laki itu pasti sudah tidur, pikir Retha dalam hati.
Mencoba menelpon kembali, berharap kali ini pemuda di sana bisa mengangkatnya. Retha terus menerus menggenggam tangan Belin tengah keresahan, keringat dingin muncul dari pelipis. Padahal saat sekarang ruangan dikamarnya tidak sepanas itu.
"Halo, ada apa telepon malam-malam. Semuanya baik aja?" ucap Rayan akhirnya mengangkat telepon.
"Kak, sekarang datang ke sini, Belin demam tinggi. Dari tadi ngigau terus, gue bingung harus ngapain." Retha tergesa-gesa melontarkan kalimatnya.
"Okey, gue segera ke sana sekarang! Tetap disamping Belin!"
Tuut
Sambungan telepon dimatikan. Meletakkan benda tadi ke belakang Belin. Dia begitu khawatir, bahkan menjadi pertama kali melihat orang seperti ini, sudah lewat beberapa hari atas kepergian Lindo, sekalipun Belin tidak pernah seperti ini.
Tanpa disadari satu tetes air mata berhasil lolos dari pipi Retha. Segera mengusap dan kembali meyakinkan diri. Jika bersedih seperti ini, siapa yang akan menghibur dan menjaga Belin? Dia harus kuat meski teriris melihat kondisi sahabat.
"Mama." Satu panggilan suara dari mulut Belin.
"Lo rindu mama juga, ya."
Betapa sengasaranya seorang Belin yang ditinggal orang-orang ia sayangi. Tidak cukup sang ibu tapi sekarang kakaknya. Betapa kuatnya dia menjadi Belin ditengah berbagai masalah menimpah. Mungkin jika orang lain berada diposisinya akan menyerah pada keadaan.
Retha menggigit bibir bawah. "Lo yang kuat Belin, lo sahabat paling baik, lo juga paling kuat. Gue sangat salut sama lo." Tangan kanan Retha menutup mulutnya tak kuasa menahan tangis yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELINDA (END)
Teen FictionLelah. Satu kata yang menggambarkan diri seorang Belinda, gadis remaja yang harus melalui pahitnya kehidupan. Membungkam air mata yang harus tergantikan oleh senyum merekah untuk terlihat kuat menghadapi keadaan. Banyak yang membenci, menghina, men...