Entah aku harus bagaimana saat tahu semua kenyataan pahit ini, patah begitu dalam seakan luka-luka teriris dalam-dalam. Siapkah aku memaafkan atau harus membenci?
~Belinda Ardella~
⛅⛅⛅
Belinda POV
Aku menetralkan diri setelah mendengar kenyataan dari mulut Rayan, tidak-tidak. Maksud aku Kak Rayan. Sebuah pernyataan pahit untuk diterima. Kedua kaki bergetar mendorong aku hampir terduduk ke kursi rotan. Ekor mata melirik papa disamping, sama halnya papa juga merasa shock dan patah.
Rasanya sangat sulit untuk menerima kepahitan ini. Dada sesak terasa duri menusuk-nusuk menimbulkan luka tak berdarah dan nyerih tak terlihat begitu sangat perih. Aku menyapu dada sambil duduk ke kursi. Sekilas menatap Kak Rayan masih berdiri. Dia baru saja tiba dari kantor polisi bersama kak Kevlar.
Namun, kak Kevlar memilih pulang dan beristirahat terlebih dulu, kata pemuda tampan di hadapanku. Jika saja kak Kevlar ada di sini sudah kupastikan mataku akan sulit melihatnya. Bodoh! Kenyataan bukan Kevlar menjadi pelaku dibalik kecelakaan kakak. Tapi, aku seakan teriris ketika tahu menjadi pelaku semua ini adalah ibunya.
Air mataku seketika turun tak dapat terbendung. Melemas mengetahui kenyataan. Kak Rayan mendekat ke arahku. Tidak ... bahkan Kak Rayan sendiri tak mau kulihat. "Belin, gue nggak tahu tante melakukan itu. Kevlar juga nggak tahu itu. Kita baru tahu di kantor polisi," ucap kak Rayan.
Sentuhan dari tangan Kak Rayan terasa sangat dingin. Aku belum ingin mentapnya masih menunduk melihat genggaman tangannya ke tangan kecilku. "Tolong maafin tante, maafin gue dan Kevlar. Maafin keluarga gue." Terjeda sebentar, "Gue tahu itu susah, lo nggak maafin kita juga nggak apa. Gue nggak bisa memaksa lo karena itu hak lo. Kami sudah salah sama lo," ucap kak Rayan enggan tuk melepaskan pengedarannya ke arah lain.
Terdengar hembusan napas gusar dari Kak Rayan. Aku hanya menggeleng kecil menanggapi. Mataku tertuju ke papa tengah menunduk memegang dadanya. Dengan segenap kekuatan masih tersimpan aku memaksa diri berdiri hingga kepalan tangan Kak Rayan terbuka.
Pemuda itu hanya melihat apa yang sedang aku lakukan. Dia juga sangat shock akan kenyataan berat ini. "Papa." Langsung saja kupeluk Papa dari samping. Tak kuasa menahan isakan tangisan terpecah saat itu juga. Papa membalas pelukan hangatku dan berusaha menguatkan aku dan dirinya sendiri untuk menerima kenyataan.
Bagaimana tidak, ternyata tabrakan itu telah direncanakan sebaik mungkin dengan targetnya aku, yah aku. Akan tetapi yang terkena adalah kakak hingga harus meninggalkan aku dari dunia untuk selamanya. Aku bahkan tidak pernah bertutur sapa dengan mama kak Kevlar, bahkan, melihatnyapun untuk sekali saja tidak pernah.
Tidak hanya itu, ternyata teman kelasku, Cristal, juga ada dibaliknya. Perempuan yang tidak pernah aku jahatin sekalipun bahkan tidak pernah berniat membalas kesalahannya terhadapku. Cristal telah bekerjasama dengan mama Kevlar. Dan wanita itu ternyata sudah mengetahuiku dari banyaknya cerita Cristal.
Apa salahku? Kenapa mereka begitu kejam? Jika saja kakak tidak menyelamatkan dan menggantikan posisi aku saat itu. Aku tidak akan merasa kehilangan begitu dalam. Retha tidak akan merasa sedih atas kepergian Lindo. Aku tidak akan merepotkan banyak orang. Namun, disis lain, jika itu terjadi, kakak lah yang akan merasa kehilangan.
"Paman, maafin kami," ucap Kak Rayan tengah mendekat dan duduk di hadapan Papa. Aku dan Papa melepas pelukan. Masih menyeka air mata barusan turun. "Kata tante, bukan ini yang diinginkan. Hanya saja ingin menyelakai Belin dan meminta orang bayaran melakukan itu ...," lanjut Kak Rayan membeberkan keinginan sebenar dari tantenya. Biadab! batinku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELINDA (END)
Teen FictionLelah. Satu kata yang menggambarkan diri seorang Belinda, gadis remaja yang harus melalui pahitnya kehidupan. Membungkam air mata yang harus tergantikan oleh senyum merekah untuk terlihat kuat menghadapi keadaan. Banyak yang membenci, menghina, men...