Epilogue

968 25 2
                                    

Hallo semua, setelah sekian lama dan sekian banyaknya hari berlalu, akhirnya cerita The Story of A Girl Belinda sudah sampai epilog. Semoga suka ceritanya dan puas dengan part ini. Selamat membaca. 🤗

•••

Setelah mendung bukan berarti hujan akan turun, setelah melalui lika-liku hidup bukan berarti akan selamanya selalu seperti itu. Kini, pelangi datang setelah badai kehidupan menerpa.

⛅⛅⛅

Kelap-kelip bintang malam bersinar terang seakan meanampakkan satu kebahagiaan. Meskipun malam semakin larut, bintang diatas enggan meninggalkan tempat. Ombak kecil dan angin laut menyerngat kulit pengunjung yang datang. Suara-suara kicauan belalang dari semak-semak sedikit terdengar ketelinga.

Ini persoalan hati, perihal rasa yang ada tanpa diminta. Benih cinta tumbuh tanpa diinginkan. Bukan salah siapa-siapa jika itu terjadi dengan seseorang. Jangan pernah menyudutkan atas perasaannya, sebab dia juga manusia biasa memiliki hati dan perasaan.

Telah terjadi, satu orang harus mengubur perasaannya dan menenggelamkan atma demi perempuan yang dia cintai dan orang yang dia sayangi. Ingin sekali pergi dari suasana ini, lagi-lagi pikiran memaksa untuk bertahan melihat semua drama yang akan terjadi.

Lampu remang-remang ala pantai tersorot pada kedua sepasang manusia berbeda jenis, tak jauh dari sana support system ada sekitaran menatapnya. Semua yang akan terjadi dan keputusan dia ambil ada pada dirinya sendiri. Dia juga tidak bisa memaksakan kehendak sahabatnya untuk memilih orang yang menyayangi dia lebih awal.

Genggaman tangan Kevlar erat seakan menyalurkan segala kasih sayangnya ke Belin. Sedari tadi hanya berdiri, kemudian mengajaknya duduk tepat ditepi pantai malam dengan remang-remang lampu menghiasi. Senyum bermekaran sangat bahagia kala Barnu memberi izin menunda penerbangannya terlebih dulu.

Untuk malam ini saja, penerbangan ditunda. Besok akan mencari cara kembali agar Belin tidak akan pergi ke luar negeri. Malam ini, miliknya, Kevlar dan Belin. Tak jauh dari sana, Retha, Rayan dan Barnu duduk di lobi tersedia dan memesan makanan tak jauh dari sana.

Mata Rayan hanya berfokus menatap dua punggung sepasang manusia ini tepat di depan matanya dengan jarak perkiraan 4-5 meter darinya. Disisi lain, Retha terus menerus memperhatikan Rayan tepat duduk saling berhadapan sedangkan Barnu sendiri sedang menjauh menghubungi seseorang untuk memberi tahu bahwa penerbangannya ditunda terlebih dulu.

"Ini makanan dan minumannya," tegur seorang perempuan merupakan waiter di sini. Ada 3 perempuan tengah membawa makanan juga minuman diatas nampan dia pegang.

"Oh, eh, iya ... terima kasih," ucap Retha tersenyum tulus padanya. Setelah semuanya sudah beralih ke meja, mereka bertiga kemudian kembali masuk ke rumah-rumah kecil tempat menyajikan makanan.

"Em ... Kak Rayan, ini susu hangatnya." Retha menyodorkan segelas susu. Lagi-lagi laki-laki ini tidak menyadari, sorot mata tetap memandang punggung Belin dan Kevlar sangat asik berbicara.

Gue ikutan sedih sih kalau gini, lagian di mana-mana kak Rayan jauh lebih baik dari pada Kevlar. Tapi gue bisa apa? Si Kevlar udah berubah juga. Masa nggak dikasih kesempatan, ungkap Retha dalam hati.

"Kak Rayan, haii!" sapa Retha sedikit bersemangat. Pada akhirnya Rayan tersadar. "Ahh," tanpa sengaja kulit tangannya menyentuh gelas terasa sedikit panas.

"Tuh, 'kan, makanya jangan ngelamun mulu, Kak!" ejek Retha berusaha menghibur Rayan. "Mikirin apa, sih? Gue, ya?"

Rayan tertawa renyah saat itu juga. "Kepedean, gue nggak mikirin apa-apa," alibinya yang dapat tertebak.

BELINDA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang