Berniat untuk membagi kebahagian, namun karena satu hal yang tak bisa terhindari menjadikannya terganti oleh pilu.
⛅ ⛅ ⛅
Hari ini adalah hari terakhir Belin ujian setelah 14 hari berlalu berkutak pada benda elektronik berlayar lebar itu. Hari ini juga semua hasil ujian kemarin akan keluar dalam bentuk cetakan print guna siswa melihat hasil nilai ujian.
Nilai akan keluar dan dibagikan kepada siswa di hari ujian terakhirnya. Nilai per-mata pelajaran tidak langsung terlihat saat selesai mengerjakan, namun, disatukan juga dirata-ratakan. Hal ini membuat siswa bisa lebih fokus belajar tanpa mengingat nilai yang keluar sebelumnya.
Belin yakin akan kemampuan dan juga janji-janji ke Lindo bahwa nilainya kali ini pasti memuaskan dan membahagiakan sang kakak. Tidak bisa dipungkiri setelah mengerjakan ujian terakhir tadi membuat Belin sangat gugup.
Kedua tangan Belin seketika dingin, menumpukkan tangan lalu meniupnya guna memberi kehangatan. Ia memang yakin, tapi rasa khawatir itu membaluri daksanya. Retha yang baru saja tiba dari toilet tadi tersenyum ketika melihat Belin tengah merasa khawatir.
"Khawatir?" Menepuk pelan pundak Belin. Ia menatap sang sahabat, sorot matanya saling meyakinkan diri seakan ikut memberi energi.
"Belin takut, ngecewain kak Lindo, Ret," ujar Belin sedikit cemas. Menghela napas begitu panjang. Pandangannya teralih ke arah pintu kelas, menunggu sang ketua kelas segera masuk.
"Hai, ngapain takut? Bukannya selama ini lo udah kerja keras? Lo harus yakin sama kerja keras lo, Bel, jangan takut, harus percaya diri lo bisa." Retha masuk ke tempat duduknya lewat kursi belakang Belin.
"Belin yakin, Ret, tapi rasa khawatir, cemas dan takut juga sedang beradu di dalam sini," tunjuk Belin ke kepalanya sendiri.
"Lo tarik napas dalam-dalam dulu deh, terus hembusin pelan-pelan. Gue sahabat lo yakin seyakin-yakinnya nilai lo kali ini memuaskan dan nggak ada yang merah." Retha tersenyum lalu mengusap punggung Belin.
Ting
Satu notifikasi masuk dari handphone Belin. Ia segera mengambil benda pipih itu dari laci meja. Menyalakan lalu menggeser mencari tahu siapa yang mengirimkan pesan.
Perempuan yang bahkan tidak tahu menahu perihal aplikasi sosial media kini mahir memainkan handphone mahal yang diberikan Rayan untuknya kala itu. Membuka WhatsApp dan melihat siapa pemiliki notif tadi.
Ternyata dari Rayan juga Kevlar di menit yang bersamaan.
Room chatKak Rayan
Gimana perasaan lo selesai ujian? (1)Kak Kevlar
Gue yang traktir beli eskrim (4)Belin tersenyum, melihat pesan tersebut. Kedua pemuda itu sangat baik kepadanya terlebih lagi Rayan. Bahkan, Kevlar yang dulu sangat membenci Belin. Namun, sekarang berbeda. Mereka akhirnya akrab bahkan bertukar nomor empat hari sebelum ujian.
Tidak mudah bagi seorang Kevlar menurunkan gengsi, ia harus berekting di mana buku sebagai jaminan. Dari itu Kevlar meminta nomor Belin guna dikirimin novel yang akan diantar kurir. Modal dari itulah Kevlar berhasil mengambil nomor perempuan lugu ini.
Tidak mungkin seorang Kevlar terang-terangan minta untuk sekadar chat saja, apalagi meminta ke Rayan atau kedua temannya itu. Bisa menurunkan citra namanya sebagai Kevlar nanti. Yah, bisa dibilang ia yang terakhir mengambil nomor Belin ketika yang lain seperti Bisma dan Gavin juga punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELINDA (END)
Teen FictionLelah. Satu kata yang menggambarkan diri seorang Belinda, gadis remaja yang harus melalui pahitnya kehidupan. Membungkam air mata yang harus tergantikan oleh senyum merekah untuk terlihat kuat menghadapi keadaan. Banyak yang membenci, menghina, men...