Seven √Jealousy

470 36 6
                                    

Karena suatu rasa, kini cemburu memburu di jiwa. Mulut bisa saja mengelak rasa ini. Namun, hati berkata lain.


⛅ ⛅ ⛅


Sudah berapa banyak pembantu Rayan mondar mandir depan pintu kamar. Semenjak tadi siang Rayan mengetahui Belin berpacaran dengan adik gesreknya ada hati paling dalam terasa janggal. Mungkin Rayan tak menerima hubungan Belin dan Kevlar.

Sejak pulang, dirinya gelisah tak menentu arah. Seperti yang sekarang. Ia mondar-mandir dari balkon kamar ke kasur sembari meremas handphone bermerek iphone itu.

Beberapa pembantu memanggilnya untuk makan malam tapi Rayan menghiraukan. Kini ia tak bernafsu makan. Senyum, kepolosan, keluguan Belin memenuhi otaknya.

"Anak Bunda kenapa lagi, hmm ...?" Sumber suara sangat lembut itu berasal dari balik pintu kamar.

"Eh, Bu-Bunda, kok bisa di sini? Sejak kapan Bunda berdiri di sana? Eh salah ... maksud Aku kok nggak ketuk pintu dulu, Bun?" Rayan gelagapan tertangkap basa oleh sang Bunda.

Maisyana Feliofa Fernandez nama wanita saat ini tengah tersenyum manis melihat tingkah anak semata wayangnya. Kini umurnya menginjak 40 tahun. Kerutan halus di wajah tak membuat kecantikannya memudar, di tambah lagi tubuhnya yang ramping menambah kesan muda. Jika dipandang orang pasti melihatnya berumur 30 tahun.

Bunda Maisya meletakkan nampang segelas susu rasa vanila kesukaan anak semata wayangnya di meja belajar.

Rayan melirik sang Bunda lalu menghela napas berat. Ia mendudukkan bokong ke kasur dan menghempaskan diri.

"Kapan Bunda pulang?" Tanpa melihat Bunda Maisya yang tengah ikut duduk di kasur sampingnya.

"Tadi sore, Sayang. Abis magrib Bunda udah di rumah. Kamu sih tinggal di kamar terus makanya nggak tau Bunda udah pulang," ucapnya sangat lembut. Tangan berkulit putih mulai termakan usia mengelus lengan kekar anaknya.

"Uh, aku kira Bunda pulang besok."

"Iya ... seharusnya Bunda pulang besok, Sayang."

Tadi sore Bunda Maisya menelfon orang rumah. Mengecek keadaan rumah dan memastikan keresahannya sedari siang beralasan kenapa?

Dugaannya benar saat pembantu itu berkata bahwa Rayan mengurung diri sejak pulang sekolah.

Tidak seperti biasa Rayan mengurung diri berjam-jam. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Saat itu juga Bunda Maisya memesan tiket Bandung-Jakarta dan lepas landas secepatnya. Ia tahu anaknya sedang membutuhkan sosok ibu.

"Lah, terus sekarang?" tanya Rayan bingung melihat sang Bunda pulang tiba-tiba.

"Karena Bunda tahu anak dingin Bunda lagi butuh Bundanya sekarang. Benarkan?" terka Bunda Maisya lalu mencolek lengan Rayan.

"Nggak, kok. Aku baik-baik aja," elak Rayan. Padahal dari lubuk hati sekarang sangat membutuhkan sang Bunda untuk bercerita. Entah apa yang terjadi ke dirinya sekarang.

"Ayo jangan bohong. Perasaan orang tua mengenai anaknya tak pernah salah. Darah kamu dengan Bunda sama. Bunda yang sudah lahirin kamu, Bunda yang sudah rawat kamu dari kecil hingga sekarang. Di mana pun Bunda berada, sejauh manapun Bunda tahu kalau anak Bunda pasti ada apa-apa di sini. Hubungan batin kita kuat, Sayang," jelas Bunda Maisya.

Rayan terharu, benar kata Bundanya. Sedari kecil setiap Rayan ada masalah ataupun sedang gelisah Bundanya selalu ada. Memang hubungan batin antara anak dan ibu sangat kuat.

Kini Rayan bangun dari tidur lalu memeluk wanita di sampingnya manja.

"Bunda memang the best."

BELINDA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang