Kini aku terjebak dalam sangkar yang tak pernah kumimpikan. ~ Belin.
Gue menyesal dengan permainan bodoh ini. ~ Kevlar.
Rasa yang ada berakhir dengan kisah yang unik di awal cerita. Bisa saja dengan keterpaksaan mungkin akan membawanya dalam ketidaksengajaan telah jatuh cinta?
⛅ ⛅ ⛅Belin berjalan tergesa-gesa memasuki pakarangan Stailyn High School setelah menuruni angkutan umum. Beruntungnya ia berangkat sangat pagi jadi dia tak harus dapat cacian dari murid-murid lain.
Pagi tadi Lindo ingin mengantarnya seperti kemarin. Sayang, Belin menolak permintaan Lindo dengan alasan ingin mandiri.
Berjalan secepat mungkin ke lantai 2 di mana kelasnya berada. Ia segera ingin sampai dan duduk cantik sambil menunggu Retha untuk membantunya mengerjakan tugas.
Karena Belin yang tidak tahu menggunakan lift naik ke atas ia terpaksa menaiki tangga, kakinya sempat keseleo dan terjatuh menimbulkan lebam biru di betis kanan. Ia tidak peduli dengan dirinya sendiri, tujuan sekarang adalah ke dalam kelas.
Ceroboh! Luka kemarin belum pulih ada tambahan lagi.
Sampai dalam kelas dengan kondisi pincang. Mengambil benda persegi berisi minyak zaitun mengobati luka. Belin sengaja membawa buat mewanti-wanti.
Belin tercengang melihat seisi kelas sangat bersih dan rapi, siap digunakan PBM. Andai ini sekolah lamanya, Belin pasti telah membersihkan kelas sendiri sebelum murid-murid datang, itulah kebiasaan Belin di sekolah lama. Meski bukan giliran dia piket.
Meletakkan tasnya di atas meja. Sambil mengeluarkan buku tugas dan pulpen. Belin khawatir, ucapan Retha semalam selalu terngiang, takut terkena hukuman dari pak Denil.
Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu kelas.
"Permisi, Dek," ucap perempuan berusia 25 tahun dari balik pintu.
"I-iya, Kak. Ada apa?"
"Kelas sudah siap digunakan, ya! Aku permisi ke belakang sekolah." Belin tersenyum sebagai jawaban. Ternyata sekolah ini ada yang membersihkannya, pasti dibayar sangat besar. Apalagi sekolah ini sangat luas.
Murid-murid mulai berdatangan, mereka sesekali menatap Belin jengah. Ada yang tersenyum ke arah Belin, ada pula yang terlihat jengkel adanya Belin di kelas. Yang tersenyum Belin membalasnya dengan senyuman tulus.
Belin menunduk menatap buku tugas, berharap Retha segera datang. Tiba-tiba seseorang datang ke hadapan Belin. Ia pikir itu Retha. Ternyata orang ini mak lampir.
"Halo anak cupu, apa kabar?" sapa Cristal mengejek.
"Hai, Cristal. Ka-kabar baik, kok," ucap Belin ragu-ragu.
Cristal menatap Belin mulai dari ujung rambut sampai kaki, ia bergedik melihat Belin.
"Lo itu, yah. Udah pakai pakaian mahal, ujung rambut sampai kaki, masih aja terlihat jelek. Mungkin karena lo kali ya udah miskin dari dulu makanya kelihat jelek mulu." Terjeda sebentar. "Lo nggak pantes pake seragam itu, terlalu mahal!" Cristal meremehkan Belin, suranya lantang membuat seisi kelas terbahak-bahak.
Sangat malu ditertawai seisi kelas. Tak ada yang membelanya satupun. Apa yang harus dibalaskan Belin? Tak ada, semua yang dikatakan Cristal kenyataan.
"Gue heran, siapa yang telah baik hati pungut lo sekolah di sini."
Lagi dan lagi Cristal menyakiti hati Belin. Kemarin belum cukup baginya mengeniaya Belin dan sekarang Cristal mempermalukan Belin ke teman lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELINDA (END)
Teen FictionLelah. Satu kata yang menggambarkan diri seorang Belinda, gadis remaja yang harus melalui pahitnya kehidupan. Membungkam air mata yang harus tergantikan oleh senyum merekah untuk terlihat kuat menghadapi keadaan. Banyak yang membenci, menghina, men...