Ten √Studying Together

366 36 3
                                    

Maaf aku terpaksa berbohong. Bukan aku tak sayang dengan bohongku, melainkan aku sangat sayang dan harus melindungi tubuh tegakmu. Aku tak pernah peduli betapa menderita aku saat ini. Senyum harus terukir di wajahmu. Hanya engkau yang aku miliki di dunia. Kakak.

~ Belinda Ardella ~


⛅ ⛅ ⛅

Terik siang matahari perlahan diselimuti awan dengan cahaya yang mulai tertutup. Awan hitam kini bertaburan menggelap terlihat mendung. Cuaca panas hari ini akan mendingin bersamaan turun hujan. Angin kecil yang dihasilkan dari mendung membuat rambut Retha serta poni tipis hitam Belin acak-acakan.

Kedua bersahabat berada di pakarangan rumah kontrakan yang Lindo dan Belin tinggali selama ini. Sesuai janjinya kemarin Belin dan Kevlar tidak pulang bersama. Melainkan, pulang bersama Retha. Ia sangat penasaran melihat sosok laki-laki yang Belin selalu ceritakan.

Kebetulan hari ini Lindo tidak ada kelas tambahan. Ia pulang lebih awal dan nanti malam akan ke Cafe seperti biasa.

"Assalamualaikum, Kakak, Belin pulang!" Belin sangat bersemangat.

Ceklek

"Waalaikumsalam Adek nyebelin." Lindo kaget saat membuka pintu menampakkan dua orang. Lindo kira hanya adiknya saja ternyata ada temannya. "Ayok masuk-masuk, Dek."

Lindo mempersilahkan Belin dan Retha masuk layaknya tamu. Sebelum menutup pintu Lindo celingak-celinguk terlebih dulu untuk memastikan takut ada tetangganya yang lihat.

"Kak, kenalin ini Retha teman Belin." Belin masih tersenyum memperkenalkan sahabat barunya ke sang Kakak setelah pintu tua itu tertutup.

Retha tersenyum lalu menyalimi tangan Lindo seperti yang dilakukan Belin tadi. "Gue Retha, Kak."

Deg!

Tiba-tiba jantung Retha berdesir cepat dalam sana. Retha salah tingkah melihat Lindo. Ia kira Lindo orangnya biasa-biasa saja ternyata Lindo sangat diluar dari kata biasa. Sosok pemuda ini sangatlah tampan beda dengan perkiraannya belakangan.

"Saya Lindo Ardefon." Terjeda sebentar, "Dek, ini kan yang kamu ceritain semalam."

Belin mengangguk antusias. "Iya benar, Kak, Retha orangnya sangat baik. Kakak juga harus tau kalau Retha anak dari Soares. Iyakan, Ret?"

"Hehe, benar, Kak." Lindo tercengang mendengarnya. Sang adik berteman baik dengan anak pemilik kampus terfavorite se-Indonesia. Tempatnya kuliah.

Ia tak pernah percaya anak dari Soares seperti ini. Bagi Lindo Retha tamu spesial.

Apalagi Lindo selalu membanggakan keluarga Soares yang telah berbaik hati memberikannya beasiswa sampai lulus nanti.

"Suatu kebanggaan bagi saya. Terima kasih sudah mau mampir ke kontrakan kami."

"Nggak usah seperti itu, Kak. Bersikap biasa saja." Lindo menggaruk tengkuknya meski tak gatal.

"Oh, iya, kalian sudah makan?" tanya Lindo memecah keheningan. Disisi lain Lindo tampak tak sadar bahwa Retha memperhatikan dirinya dari tadi.

"Belum." Belin dan Retha menjawab bersamaan.

"Belin bersih-bersih dulu. Ajak Retha juga, ya. Kakak tunggu di dapur."

"Siap, Pak Bos!"

Belin berdiri tegak lalu hormat seperti menghormati bendera dikarenakan tinggi Belin hanya sampai di pundak Lindo.

"Sana ikut Belin, Dek Retha." Lindo menoleh ke Retha yang tengah senyum-senyum tak jelas. Melihat itu Lindo juga membalas senyum tulus.

"Eh, ah, i-iya, Kak." Seketika Retha salah tingkah dan gelagapan Seperti tertangkap basah telah tersenyum ke arahnya.

BELINDA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang