Saat kesedihan dan kekecewaan bercampur aduk. Saat air mata kesedihan dan penyesalan berlumur. Menguatkan satu sama lain adalah hal yang perlu dilakukan.
⛅⛅⛅
Kemarin Belin diajak tinggal bersama oleh bundanya Rayan. Namun, gadis itu tetap saja menolak dan keukeuh akan tinggal di rumah ini saja bersama kenangan sang kakak meskipun tanpa Retha menemani. Jujur saja Belin juga sangat kaget mendengar cerita bunda Maisya perihal Lindo dan dirinya.
Belin hanya bisa tersenyum, mengingat masa lalu saat Lindo masih ada dia pernah cerita perihal kejadian tersebut, akan tetapi tidak tahu siapa orang yang telah berbaik hati membukakan pintu baru. Maka dari kebaikan orang itu, Belin akhirnya bisa bersekolah di tempat termewah sampai akhirnya bertemu dengan Retha, Rayan dan Kevlar juga teman-teman lain.
Tok tok tok
Ketukan pintu dari luar membuyarkan lamunan Belin. Dia yang tengah duduk di ruang tamu kecil berdiri dan akan membukakan pintu. Dalam pikirannya pasti yang mengetuk adalah Rayan juga Kevlar. Betapa baiknya kedua pemuda itu dan rela bolak-balik tiap hari ke rumah Belin agar perempuan ini tidak merasa kesepian.
Ceklek
"Masuk saja, Kak," ujar Belin saat pintu itu berhasil terbuka. Namun, bola mata kecilnya berhasil beradu pandang dengan sosok pria yang ternyata bukanlah Rayan. Sangat kaget melihat dia sedang berdiri dan berpakaian rapi.
Sejenak Belin berhenti bernapas, lebih tepatnya menahan napas melihat orang tersebut. Aliran darah terasa tersumbat dan langsung saja membeku sampai menimbulkan luka terlihat dari permukaan kulit. Kedua kaki lemah ingin sekali runtuh memopang tubuhnya sendiri.
Diam beberapa detik tanpa ada yang bersuara. Napas Belin kini mulai teratur pelan-pelan. Tapi, semua anggota tubuhnya kaku bergerak. Mata kecil tak henti-henti menatap pria yang lama dia tidak lihat. Dan sekarang dia muncul dihadapannya langsung.
"Ada siapa, Bel?" tanya Retha dari dapur. Kening mengerut melihat tingkah Belin tidak membiarkan tamu masuk terlebih dulu.
Belin menghela napas berusaha menenangkan dirinya. "P-Pa--" Kata itu terputus, bahkan menyebutnya saja Belin tidak sanggup.
"Iya, Nak. Ini Papa, Papa kamu, Papa kembali, Papa kembali dengan uang yang banyak sekarang. Papa nggak akan membiarkanmu dan Lindo kesulitan lagi," ujar pria itu antusias. Terlihat koper dan tas tak jauh dari tempatnya berdiri. Baru saja ingin memeluk putri sulungnya yang tak pernah ia peluk setelah bertahun-tahun.
"Tidak!" tegas Belin langsung mendorong pria tadi agar tidak memeluknya. "Jangan memeluk saya! Saya tidak mengenal Anda!" ucap Belin disetiap katanya sengaja ditekan.
Pria tadi terkesiat melihat putri kecil yang lemah lembut kini kasar. Bukan beliau saja melainkan Retha yang ada disampingnya juga tak percaya. Seakan bukan Belin yang mengendalikan tubuhnya sendiri.
"Nak, ini Papa."
"Stop! Saya tidak punya Papa! Papa saya pergi ninggalin saya dan kakak berdua di rumah tiga tahun lalu!"
"Maafin Papa ninggalin kalian. Papa pergi mencari uang yang banyak buat kalian juga. Kini Papa berhasil dan sekarang udah bisa membiayai kalian, Nak. Papa tidak akan meninggalkan kalian lagi, Nak," ucap pria itu lembut masih berusaha menenangkan putri kecilnya.
"Hah? Kalian? Siapa yang Anda maksud dari kalian? Saya dan siapa? Retha?" Masih dengan suara yang ditekan dan sangat tegas.
"Kakak mu, Nak. Lindo. Mana dia? Papa sangat rindu kepada kalian berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
BELINDA (END)
Teen FictionLelah. Satu kata yang menggambarkan diri seorang Belinda, gadis remaja yang harus melalui pahitnya kehidupan. Membungkam air mata yang harus tergantikan oleh senyum merekah untuk terlihat kuat menghadapi keadaan. Banyak yang membenci, menghina, men...