Hati tak bisa dipaksakan, jatuh cinta akan datang dengan sendirinya. Bukan untuk memaksakan datang.
⛅⛅⛅
Retha tertegun bersusah paya menelan salivanya sendiri saat melihat senyuman Lindo begitu manis. Kenapa pemuda itu sangat tampan, tekstur tubuh tegak ditambah kulit putih bersihnya menambah kegantengannya double. Setelah sadar Retha ikut menyalimi Lindo setelah Belin melakukannya.
Perempuan berparas cantik tadi mengakui meridukan sosok senyum Lindo. Ia mengantar Belin kembali ke rumah. Beruntung hari ini tidak ada jadwal karate, latihanpun besok ia lakukan bersama Kevlar di sekolah.
"Ada Retha ternyata, sini masuk, Dek," ucap Lindo begitu ramah.
"Kakak kamu terlalu ganteng, Sis," bisiknya sedikit membungkuk di telinga Belin.
"Iya emang ganteng," timpal Belin hingga Lindo mendengarnya.
"Kakak tampan?" Lindo menunjuk dirinya seolah tidak tahu.
Retha mengangguk, "bahkan sangat tampan," ucap Retha tanpa sadar.
"Menurut Kakak biasa aja."
"Cermin mana cermin, kak Lindo harus bercermin, nih."
Lindo menggeleng sambil tersenyum memperlihat deretan gigi rapi nya. "Gue suka lo, Kak." Sedetik kata itu terucap Retha segera membekap mulut. Membelakangin Belin dan Lindo, mulutnya spontan mengatakan sesuatu yang belum tepat tempatnya.
Pipinya sedikit memerah karena kelakukan sendiri, sedangkan Lindo tadi hanya mengernyit tak percaya kalimat Retha barusan.
Tidak mungkin Putri Retha Soares menyukai seorang pemuda seperti Lindo yang jelas-jelas statusnya sangat berbeda. Bukanya Retha menyukai mereka yang sepadan jauh lebih tampan dari Lindo?
Belin hanya tersenyum, jikapun Lindo dan Retha nantinya memiliki hubungan ia akan setuju. Retha orang baik begitupun Lindo, mengingat sang Kakak rela menyendiri merawatnya terus-menerus tanpa memperhatikan diri sendiri.
Setidaknya jikalaupun Retha dan Lindo akan jadian, Belin akan senang ada yang bisa memperhatikan Kakak nya selain dia.
"Bentar Kakak siapin makan siang, kita bertiga nanti makan, ya. Retha jangan pulang dulu," ujar Lindo sebelum masuk ke dalam.
Retha ingin pulang sekarang juga, rasanya benar malu mengucapkan kata tadi. Entah kenapa ucapan tadi spontan keluar.
"Bel, gue pulang dulu."
Posisi masih sama, Belin menoleh kebelakang. "Pulangnya nanti aja, Retha makan dulu sama Belin sama kak Lindo juga."
"Apa benar Retha suka sama kak Lindo?" tanya Belin mulai memengang jari Retha masih membelakanginya.
Perempuan itu berbalik, ia ingin jujur dengan Belin daripada terus menerus membohongi hati. "Iya, Bel, maaf ya gue udah suka sama kakak lo," ucapnya sedikit memelas.
"Retha nggak usah minta maaf, Belin juga nggak marah sama sekali."
"Serius?"
"Dua rius, hehe." Terjeda sebentar, "ayok kita masuk keburu diliatin tetangga." Menyadari sesuatu yang janggal ia segera mengajak temannya masuk takut ibu-ibu melihat ini.
Dia tak ingin tetangga menggosipi saat bersama teman, tidak. Menurut Belin diirinya tidak apa dihina. Ia sudah kebal memakan semua ocehan tidak benar ke dirinya. Jika tidak benar lantas apa membuat dia marah?
Karena Belin sudah tahu Retha seperti apa makanya ia tidak ingin dia tahu. Jika tidak, Retha pasti akan bertindak.
"Ayuk!" Retha tak tahu menahu hubunga Belin dengan tetangga hanya mengangguk saja. Ia pikir semua baik-baik saja padahal selama ini tidak ada yang baik. Anak perempuan itu terus mendapat pilu dari goresan-goresan luka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELINDA (END)
Teen FictionLelah. Satu kata yang menggambarkan diri seorang Belinda, gadis remaja yang harus melalui pahitnya kehidupan. Membungkam air mata yang harus tergantikan oleh senyum merekah untuk terlihat kuat menghadapi keadaan. Banyak yang membenci, menghina, men...